Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:PELUANG KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF (Studi Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.22-24/PUU-VI/2008 dalam Perspektif Hukum Tata Negara Islam)


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara prinsip-prinsip  persamaan hak dan kewajiban telah diatur secara tegas dalam UUD 1945  pasal 27 ayat (1), pasal 28 D ayat (1) dan (2), dan pasal 28 I ayat (2) yang  berbunyi :  27 ayat (1) :“Segala warga Negara bersama kedudukanya di dalam hukum  dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan  tidak ada kecualinya.
28 d ayat (1) :“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,  dan kepastian hukum yang adil, serta pengakuan yang sama dihadapan  hukum.”  28 d ayat (2) :”setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang  sama dalam pemerintahan.”  28 i ayat (2) : “ Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat  diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan  trhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”  Salah satu bentuk persamaan hak dan kewajiban itu adalah adanya  porsi dan partisipasi yang berimbang antara laki-laki dan perempuan sebagai  sesama warga negara di dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan  keputusan dalam perumusan kebijakan publik. Untuk menjamin terwujudnya  hal tersebut, pemerintah Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi  internasional menjadi Undang-Undang, diantaranya: UU No. 68 Th.1958 (   UUD 1945   ratifikasi konvensi PBB tentang hak politik perempuan), UU No.7 Th.1984 (  ratifikasi konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi  terhadap wanita)  , UU No.29 Th.1999 ( ratifikasi konvensi penghapusan  diskriminasi rasial), UU No.12 Th.2005 ( ratifikasi kovenan internasional  tentang hak-hak sipil dan politik), dan UU No.11 Th.2005 (ratifikasi  konvensi internasional hak ekonomi sosial dan budaya).

Kebijakan Affirmative Actionadalah implementasi dari ketentuan  yang diamanatkan oleh konvensi internasional tersebut. Kebijakan ini  dimaksudkan untuk membuka peluang dan kesempatan kepada perempuan  agar dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan publik secara adil dan  seimbang. Selama beberapa waktu sejak ditetapakan, kebijakan affirmative  actiondianggap cukup mampu untuk membantu memperjuangkan hak politik  perempuan. Kebijakan ini lantas diterapkan pada beberapa regulasi  perundang-undangan, termasuk juga Undang-Undang No. 10 Th. 2008  tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
 Namun belakangan muncul bermacam spekulasi berkaitan dengan  masa depan penerapan kebijakan ini. Sebab utamanya adalah adanya hasil  putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan judicial reviewatas pasal  214 UU No. 10 Th.2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan  DPRD terhadap UUD 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi ini mengubah   Tapi Omas Ihromi, et.al , Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, h.292   sistem pemilu legislatif dari sistem proposional terbuka menjadi sistem  distrik dengan membatalkan penetapan anggota DPR dan DPRD melalui  nomor urut menjadi suara terbanyak.
 Sehingga sedikit banyak hal ini akan  berpengaruh bahkan mematahkan kebijakan Affirmative Action yang  berimbas pada keterwakilan perempuan dilembaga legislatif.
Tentang sejauh mana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi ini dan  bagaimana masa depan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif  nampaknya akan sangat menarik untuk di bahas. Karena hal ini merupakan  salah satu penentu terciptanya kesetaraan hak dan kewajiban di dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Dalam Islam prinsip-prinsip kesetaraan antara laki-laki dan  perempuan juga sangat jelas tergambar dalam beberapa ayat al-Qur’an,  diantaranya dalam surat Al-Hujurat ayat 13 :  “ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki  dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan  bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang   Hermanto,  Masa Depan Caleg Perempuan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi,  http//:www.suarapembaruan.com   paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa  diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
  Ayat ini menjelaskan bahwa ukuran kemuliaan seorang manusia disisi  Tuhan adalah kualitas takwanya. Tidak ada pembedaan ras, etnik, dan jenis  kelamin untuk memperoleh derajat tertinggi tersebut.
 Ayat ini ditafsirkan  sebagai ayat yang merepresentasikan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan  perempuan, dan dari ayat inilah tercermin bahwa pada dasarnya Islam  menjamin persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan  sebagai sesama makhluk hidup.
Namun hingga saat ini pandangan mengenai eksistensi perempuan di  dunia politik masih menjadi sesuatu yang sering diperdebatkan, terlebih lagi  pada masalah-masalah khusus seperti kepemimpinan perempuan menjadi  kepala negara, hingga keikutsertaan perempuan di dalam merumuskan  kebijakan publik. Oleh karena hal tersebut penulis berpandangan bahwa  implikasi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap keterwakilan perempuan di  lembaga legislatif ini perlu untuk dianalisis dengan menggunakan Hukum  Tata Negara Islam. Agar diperoleh pemahaman tentang bagaiman sebenarnya  HukumTata Negara Islam mengatur hal tersebut. Sehingga peristiwa faktual  ini tidak berkembang menjadi polemik yang berkepanjangan, dan kaum  perempuan dapat berperan aktif turut serta membangun bangsa tanpa harus   Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.847   Siti Musdah Mulia & Anik Farida, Perempuan dan Politik, h.45   menghawatirkan segala stereotypedan kesalahan persepsi tentang diri  mereka.
B.  Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dikaji  melalui penelitian ini adalah:  1.  Bagaimana implikasi putusan Mahkamah konstitusi No.22-24/PUUVI/2008 tentang pengujian Undang-Undang nomor 10 tahun 2008  tentang pemilihan umum anggota DPR,DPD, dan DPRD terhadap  peluang keterwakilan perempuan dilembaga legislatif ?  2.  Bagaimana Hukum Tata Negara Islam memandang keterwakilan  perempuan di lembaga legislatif ?  C.  Kajian Pustaka  Wacana tentang implikasi putusan Mahkamah Konstitusi atas  pengujian Undang-undang nomor 10 tahun 2008 mengenai pemilihan umum  anggota DPR,DPD, dan DPRD terhadap peluang keterwakilan perempuan di  lembaga legislatif merupakan wacana yang baru muncul seiring dengan akan  dilangsungkanya pemilu legislatif 2009. Oleh karena itu secara spesifik  belum ada yang mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah judul  skripsi.
 Secara umum memang cukup banyak tulisan yang mengangkat topik  perempuan, baik berupa buku literatur, maupun skripsi. Namun hal tersebut  tidak akan mengurangi daya tarik dan kekayaan bahasan di dalamnya. Karena  betatapapun banyaknya ulasan-ulasan tentang perempuan, probematika yang  dihadapi oleh kaum perempuan juga terus berkembang seiring dengan  kompleksitas permasalahan bangsa.
Eksistensi perempuan di dunia politik merupakan salah satu hal  menarik tentang perempuan yang selalu diperbincangkan dari waktu ke  waktu. Hingga saat ini terhitung ada tiga orang yang mengagkat hal tersebut  dalam skripsi mereka, diantaranya adalahskripsi yang ditulis oleh Nur Laily  Rohmah dengan judul “Peranan Perempuan Dalam Politik Menurut  Pandangan Islam”, skripsi yang ditulis oleh Hilyatin dengan judul ”Peran  Politik Perempuan dalam Al-Qur’an, Perbandingan Penafsiran Hamka dan  Quraysh Syihab” dan skripsi yang ditulis oleh Fuaidah dengan judul  “Dinamika Perempuan Dalam Politik di Indonesia Era Reformasi Perspektif  Fiqh Siyasah”.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi