BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
prinsip-prinsip persamaan hak dan
kewajiban telah diatur secara tegas dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1), pasal 28 D ayat (1) dan
(2), dan pasal 28 I ayat (2) yang berbunyi
: 27 ayat (1) :“Segala warga Negara
bersama kedudukanya di dalam hukum dan
pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
28 d ayat (1) :“setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta pengakuan
yang sama dihadapan hukum.” 28 d ayat (2) :”setiap warga Negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.” 28 i ayat (2) : “ Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan trhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Salah satu bentuk persamaan hak dan kewajiban itu adalah adanya porsi dan partisipasi yang berimbang antara
laki-laki dan perempuan sebagai sesama
warga negara di dalam struktur kekuasaan dan proses pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan publik.
Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut,
pemerintah Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional menjadi Undang-Undang,
diantaranya: UU No. 68 Th.1958 ( UUD
1945 ratifikasi konvensi PBB tentang
hak politik perempuan), UU No.7 Th.1984 ( ratifikasi konvensi PBB tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap
wanita) , UU No.29 Th.1999 ( ratifikasi
konvensi penghapusan diskriminasi
rasial), UU No.12 Th.2005 ( ratifikasi kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik), dan UU
No.11 Th.2005 (ratifikasi konvensi
internasional hak ekonomi sosial dan budaya).
Kebijakan Affirmative
Actionadalah implementasi dari ketentuan yang diamanatkan oleh konvensi internasional
tersebut. Kebijakan ini dimaksudkan
untuk membuka peluang dan kesempatan kepada perempuan agar dapat berpartisipasi aktif dalam
kehidupan publik secara adil dan seimbang.
Selama beberapa waktu sejak ditetapakan, kebijakan affirmative actiondianggap cukup mampu untuk membantu
memperjuangkan hak politik perempuan.
Kebijakan ini lantas diterapkan pada beberapa regulasi perundang-undangan, termasuk juga
Undang-Undang No. 10 Th. 2008 tentang
pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Namun belakangan muncul bermacam spekulasi
berkaitan dengan masa depan penerapan
kebijakan ini. Sebab utamanya adalah adanya hasil putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan
judicial reviewatas pasal 214 UU No. 10
Th.2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD 1945. Putusan Mahkamah
Konstitusi ini mengubah Tapi Omas
Ihromi, et.al , Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, h.292 sistem pemilu legislatif dari sistem
proposional terbuka menjadi sistem distrik
dengan membatalkan penetapan anggota DPR dan DPRD melalui nomor urut menjadi suara terbanyak.
Sehingga sedikit banyak hal ini akan berpengaruh bahkan mematahkan kebijakan
Affirmative Action yang berimbas pada
keterwakilan perempuan dilembaga legislatif.
Tentang sejauh mana implikasi
putusan Mahkamah Konstitusi ini dan bagaimana
masa depan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif nampaknya akan sangat menarik untuk di bahas.
Karena hal ini merupakan salah satu
penentu terciptanya kesetaraan hak dan kewajiban di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam Islam prinsip-prinsip kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan juga sangat
jelas tergambar dalam beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya dalam surat Al-Hujurat ayat 13 : “ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang Hermanto,
Masa Depan Caleg Perempuan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, http//:www.suarapembaruan.com paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat
ini menjelaskan bahwa ukuran kemuliaan seorang manusia disisi Tuhan adalah kualitas takwanya. Tidak ada
pembedaan ras, etnik, dan jenis kelamin
untuk memperoleh derajat tertinggi tersebut.
Ayat ini ditafsirkan sebagai ayat yang merepresentasikan prinsip
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan,
dan dari ayat inilah tercermin bahwa pada dasarnya Islam menjamin persamaan hak dan kewajiban antara
laki-laki dan perempuan sebagai sesama
makhluk hidup.
Namun hingga saat ini pandangan
mengenai eksistensi perempuan di dunia
politik masih menjadi sesuatu yang sering diperdebatkan, terlebih lagi pada masalah-masalah khusus seperti
kepemimpinan perempuan menjadi kepala
negara, hingga keikutsertaan perempuan di dalam merumuskan kebijakan publik. Oleh karena hal tersebut
penulis berpandangan bahwa implikasi
putusan Mahkamah Konstitusi terhadap keterwakilan perempuan di lembaga legislatif ini perlu untuk dianalisis
dengan menggunakan Hukum Tata Negara
Islam. Agar diperoleh pemahaman tentang bagaiman sebenarnya HukumTata Negara Islam mengatur hal tersebut.
Sehingga peristiwa faktual ini tidak
berkembang menjadi polemik yang berkepanjangan, dan kaum perempuan dapat berperan aktif turut serta
membangun bangsa tanpa harus Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an
dan Terjemahnya, h.847 Siti Musdah
Mulia & Anik Farida, Perempuan dan Politik, h.45 menghawatirkan segala stereotypedan kesalahan
persepsi tentang diri mereka.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas,
permasalahan yang akan dikaji melalui
penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah
konstitusi No.22-24/PUUVI/2008 tentang pengujian Undang-Undang nomor 10 tahun
2008 tentang pemilihan umum anggota
DPR,DPD, dan DPRD terhadap peluang
keterwakilan perempuan dilembaga legislatif ? 2.
Bagaimana Hukum Tata Negara Islam memandang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif ? C.
Kajian Pustaka Wacana tentang
implikasi putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian Undang-undang nomor 10 tahun 2008
mengenai pemilihan umum anggota DPR,DPD,
dan DPRD terhadap peluang keterwakilan perempuan di lembaga legislatif merupakan wacana yang baru
muncul seiring dengan akan dilangsungkanya
pemilu legislatif 2009. Oleh karena itu secara spesifik belum ada yang mengangkat permasalahan
tersebut menjadi sebuah judul skripsi.
Secara umum memang cukup banyak tulisan yang
mengangkat topik perempuan, baik berupa
buku literatur, maupun skripsi. Namun hal tersebut tidak akan mengurangi daya tarik dan kekayaan
bahasan di dalamnya. Karena betatapapun
banyaknya ulasan-ulasan tentang perempuan, probematika yang dihadapi oleh kaum perempuan juga terus
berkembang seiring dengan kompleksitas
permasalahan bangsa.
Eksistensi perempuan di dunia
politik merupakan salah satu hal menarik
tentang perempuan yang selalu diperbincangkan dari waktu ke waktu. Hingga saat ini terhitung ada tiga
orang yang mengagkat hal tersebut dalam
skripsi mereka, diantaranya adalahskripsi yang ditulis oleh Nur Laily Rohmah dengan judul “Peranan Perempuan Dalam
Politik Menurut Pandangan Islam”,
skripsi yang ditulis oleh Hilyatin dengan judul ”Peran Politik Perempuan dalam Al-Qur’an,
Perbandingan Penafsiran Hamka dan Quraysh
Syihab” dan skripsi yang ditulis oleh Fuaidah dengan judul “Dinamika Perempuan Dalam Politik di Indonesia
Era Reformasi Perspektif Fiqh Siyasah”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi