Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah: PENGARUH SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) TERHADAP PRODUKTIFITAS KERJA KARYAWAN DI PT. MEDIA PROMOSI CITRATAMA

BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1  Latar Belakang Masalah.
Peningkatan  bidang  ekonomi  dan  industri  yang  semakin  pesat  di  Indonesia,  telah  membawa  dampak  terhadap  berbagai  sektor  kehidupan,  diantaranya  adalah  banyaknya  perusahaan  yang  tumbuh  dan  berkembang.

Perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak di bidang  industri.  Organisasi  adalah  unit  yang  memproses  masukan  (input)  tertentu  dari lingkungan menjadi keluaran (output)  yang diinginkan masyarakat.
Keberhasilan suatu organisasi tak akan lepas dari sumbangan sumber  daya  manusia  yang  juga  merupakan  potensi  yang  besar,  karena  manusia  memiliki  kemampuan  untuk  melakukan  sesuatu  yang  bermanfaat  melalui  sumbangan-sumbangan  yang  berupa  tenaga  maupun  pikiran-pikirannya.
Karyawan  sebagai  anggota  organisasi  memegang  peranan  penting  dalam  produktifitas usaha untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini dilihat seberapa  jauh  dukungan  yang  diberikan  karyawan  tersebut  pada  perusahaan.
Dukungan tersebut dapat berupa motivasi  yang tinggi dalam menyelesaikan  semua persoalan maupun yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan.
Agama  Islam  merupakan  agama  yang  membawa  kesejahteraan,  kedamaian, menciptakan suasana sejuk dan harmonis bukan hanya di antara  sesama umat manusia tetapi juga bagi seluruh makhluk Allah yang hidup di  muka  bumi.  Karena  agama  Islam  bersifat  universal.  Implementasi  dari  1   kedatangan agama Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam ditunjukkan oleh  ajaran-ajaran  Islam  yang  bersumber  dari  Al-Qur’an  dan  Al-Hadits.
Rasulullah SAW, yang mengajarkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat  secara  seimbang.  Sebagai  seorang  muslim,  kita  dituntut  agar  tidak  hanya  mementingkan  akhirat  saja  atau  duniawi  saja,  tetapi  ditengah-tengah  keduanya.
 Hal ini seperti firman Allah dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Qashash:  77) .
Artinya:  Dan  carilah  pada  apa  yang  Telah  dianugerahkan  Allah  kepadamu  (kebahagiaan)  negeri  akhirat,  dan  janganlah  kamu  melupakan  bahagianmu  dari  (kenikmatan)  duniawi  dan  berbuat  baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik,  kepadamu, dan  janganlah  kamu berbuat  kerusakan di  (muka) bumi.
Sesungguhnya  Allah  tidak  menyukai  orang-orang  yang  berbuat  kerusakan.
Demi  memperoleh  kebahagiaan  dunia  dan  akhirat  secara  seimbang  agama Islam mengajarkan agar umatnya melakukan  kerja  keras baik dalam  bentuk  ibadah  ataupun  amal  shaleh.  Ibadah  adalah  merupakan  perintahperintah  yang  harus  dilakukan  oleh  umat  Islam  yang  berkaitan  langsung  dengan  Allah  SWT  dan  telah  ditentukan  secara  terperinci  tentang  tata  cara  pelaksanaannya.  Sedangkan  amal  sholeh  adalah  perbuatan-perbuatan  baik  yang  dilakukan  oleh  umat  Islam,  dimana  perbuatan-perbuatan  tersebut  berdampak  positif   bagi  diri  yang  bersangkutan,  bagi  masyarakat,  bagi   Prof. Dr. H. Buchari Alma, dan Donni Juni  Priansa, S.Pd, manajemen bisnis syari’ah,  Bamdung: Alfabeta, 2009, h. 158    bangsa  dan  negara  serta  bagi  agama  Islam  itu  sendiri.
 Untuk  dapat melaksanakan pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang dimiliki  yaitu  potensi  spiritual,  kecerdasan,  perasaan  dan  kepekaan.  Potensi-potensi  itu  sesungguhnya  merupakan  kekayaan  dalam  diri  manusia  yang  amat  berharga.
Kemampuan  intelektual  dan  emosional  (IQ  dan  EQ)  belum  sepenuhnya  menjamin  sukses  dalam  berorganisasi  daan  profesi  manakala  hati nuraninya tidak memperoleh cahaya hidayah Allah. Seorang yang pandai  dan luas pergaulanya,  namun tidak memeiliki integritas moral, akan mudah  terjerumus  kepada  perilaku  yang  menyimpang  yang  melanggar  etika,  moralitas, yang bias kasat mata tidak mampu terjejaki.
Bagi  seseorang  yang  menggunakan  spiritual  quotient  (SQ)  sebagai  pedoman hidup, akan bersikap bahwa harta, profesi, jabatan, dan kedudukan  hanyalah titipan Allah yang kelak harus dipertanggungjawabkan. Dengan SQ  akan meningkatkan ketahanan ruhaniah seseorang, lebih amanah dan  melihat  sesuatu lebih jernih dan subtantif.
 Kekuatan IQ, EQ, dan SQ akan menjadi  kendaraan,  tak  mudah  tergoyahkan  dari  godaan  duniawi  dengan  mengorbankan kehidupan ukhrowi.
Spiritual  quotient  (SQ)  adalah  kemampuan  untuk  memberi  makna  ibadah  terhadap  setiap  perilaku  dan  kegiatan,  melalui  langkah-langkah  dan  pemikiran  yang bersifat  fitrah  menuju  manusia  yang  seutuhnya  (hanif)  dan   Opcit  Muhammad Abdul Ghani, The Spirituallity in Business, Jakarta: Pena, 2005, h.
 memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik),  serta berprinsip hanya karena  Allah”.
 Adapun  ketiadaan  kecerdasan  ruh  akan  mengakibatkan  hilangnya  ketenangan  bathin  dan  pada  akhirnya  akan  mengakibatkan  hilangnya  pada  diri orang tersebut. Besarnya kecerdasan ruh lebih besar dari pada kecerdasan  hati dan kecerdasan otak atau kecerdasan ruh cenderung meliputi kecerdasan  hati dan kecerdasan otak.
 Spiritual  quotient  adalah  kecerdasan  jiwa.  Ia  dapat  membantu  manusia  menyembuhkan  dan  membangun  dirinya  secara  utuh.  Spiritual  quotient  ini  berada  di  bagian  diri  yang  paling  dalam  yang  berhubungan  langsung  dengan  kearifan  dan  kesadaran  yang  dengannya  manusia  tidak  hanya  mengakui  nilai-nilai  yang  ada  tetapi  manusia  secara  kreatif  menemukan nilai-nilai yang baru.
Setiap manusia pada prinsipnya membutuhkan kekuatan spiritual ini, karena  kebutuhan  spiritual  merupakan  kebutuhan  untuk  mempertahankan/ mengembangkan  keyakinan  dan  memenuhi  kewajiban  agama  serta  kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan mencintai, menjalin hubungan  dan penuh rasa percaya dengan sang penciptanya.
Spiritual  quotient  ini  sangat  penting  dalam  kehidupan  manusia,  karena ia akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan  yang  baik  dengan  yang  buruk,  memberi  manusia  rasa  moral  dan  memberi   Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Jakarta:Penerbit Arga 2001) cet ke-1, h. 57.
 Dedhi Suharto, Ak, Qur’anis Quotient, (Jakarta : Yayasan Ukhuwah, 2003) cet ke-1 h. 53   manusia kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan aturan-aturan yang  baru.
Mengacu  pada  teori  motivasi  yang  dikemukakan  Maslow,  spiritual  quotient  terkait  dengan  aktualisasi  diri  atau  pemenuhan  tujuan  hidup,  yang  merupakan tingkatan motivasi  yang tertinggi. Spiritual quotient  yang  tinggi  ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri  seseorang,  tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/ pekerjaan dan pribadi/  keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam  bentuk menghasilkan kontribusi yang positif bagi lingkungan.
SQ  walaupun  mengandung  kata  spiritual  tidak  selalu  terkait  dengan  kepercayaan  atau  agama.  SQ  lebih  kepada  kebutuhan  dan  kemampuan  manusia untuk menemukan arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman  yang  mereka  hadapi.  Akan  tetapi,  beberapa penelitian  menunjukkan bahwa  seseorang  yang  memiliki  kepercayaan  atau  menjalankan  agama,  umumnya  memiliki  tingkat  spiritual  quotient  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  mereka yang tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan agama.
Seperti  misalnya  penelitian  yang  dilakukan  Harold  G  Koenig  dan  kawan-kawan  yang  telah  dipublikasikan  Oxford  University  Press  dalam  bentuk buku berjudul “Handbook of Religion and Health” . Penelitian yang  mereka lakukan menemukan bahwa di setiap tingkatan pendidikan dan usia,  orang  yang  pergi  ke rumah  ibadah,  berdoa  dan  membaca  kitab  suci  secara  rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar tujuh hingga 14 tahun dan memiliki   kesehatan  fisik  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan  orang  yang  tidak  menjalankan ritual keagamaan.
 Globalisai yang ditandai maju pesatnya teknologi informasi dan akses  destinasi  telah  menjadikan  dampak  terjadinya  benturan  budaya  yang  brimplikasi  tercabutnya  manusia  dari  akar  peradaban.  Penyimpanagan  perilaku seperti pribadi  yang terbelah, terpisahnya kesalihan individual dari  kesalihan  social  ,  merupakan  fenomena  paradox  yang  sering  kita  jumpai  dalam  kehisupan.  Semuanya  itu  terjadi,  anatara  lain  karena  manusia  mengalami  disorientasi  moralitas,  tidak  mampu  menggunakan  spiritual  quotientnya sebagai sumber nilai  yang membentuk  sistem  kekebalan dalam  diri manusia, menyikapi perubahan yang berlangsung amat cepat.
Adalah  menjadi  kewajiban  manusia  untuk  mencari  nafkah,  terlebih  bagi  mereka  yang  berkeluarga.  Mencari  mata  pencaharian  sebagai  pengusaha,  manajer  dan  pekerja,  memiliki  dimensi  ketuhanan  disamping  sebagai  ikhtiar  untuk  mencukupi  kebutuhan  ragawi.  Seperti  diterangkan  dalam Al Qur’an (Surat Al-Jumu’ah: 10): Artinya: apabila  telah ditunaikan  shalat,  maka bertebaranlah  kamu  di muka bumi, dadn carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung.
 Ahlami, Kinerja Karyawan secara Spiritual diambil dari:  http://haslizaali.blogspot.com/2009/12/kineja-karyawan-secara-spiritual.htmal   Menjalani  profesi,  harus  didasarkan  atas  komitmen,  sebagai  pengharapan  atas  ridha  Allah,  dan  sekaligus  sebagai  musyahadah  ‘persaksian’  atas  kebesaran  ciptaan-Nya  berupa  alam  semesta.  Kedudukan  manusia  adalah  sebagai  khalifatullahi  fil  ardhi  yang  memperoleh  otoritas  untuk mengeksploitasi alam dalam batas-batas yang telah ditentukan-Nya.
Dalam  Islam,  kemuliaan  suatu  profesi,  tidak  ditentukan  tinggirendahnya  jabatan  atau  kedudukan,  melainkan  seberapa  ikhlas  dan  ridha  menjalani  profesi  itu  dan  seberapa  besar  komitmen  keberpihakan  kepada  kebenaran  yang  disemangati  oleh  nilai-nilai  penghambaan  kepada  Allah.
Karyawan  yang  meletakkan  profesi  dengan  amanah,  serta  selalu  setia  dan  teguh dengan komitmen melayani sesama, dan memaknai pekerjaan sebagai  ibadah,  amalanya   memperoleh  pembalasan  bukan  hanya  upah  di  dunia,  melainkan juga pahala di akhirat.
 Di  Indonesia  bekerja  masih  dianggap  sebagai  sesuatu  yang  rutin.
Bahkan pada  sebagian  karyawan, bisa  jadi  bekerja  dianggap  sebagai  beban  dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang  budaya  kerja  produktif  masih  lemah.  Budaya  kerja  produktif  sama  halnya  dengan budaya  kerja  yang  Islami, karena  sesungguhnya budaya  kerja Islam  adalah  budaya  kerja  yang  mengutamakan  produktifitas  dengan  memakai  nilai-nilai  syari’at  Islam.  Hal  ini  pulalah   juga  agaknya  yang  kurang  mendukung terciptanya budaya kerja produktif.
  Muhammad Abdul Ghani, The Spirituallity in Business, Jakarta: Pena, 2005, h.
 M. Darwan Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: LSAF, 1999,  h. 251   Karyawan  dengan  SQ  yang  tinggi  biasanya  akan  lebih  cepat  mengalami pemulihan dari suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental.
Ia  lebih  mudah  bangkit  dari  suatu  kejatuhan  atau  penderitaan,  lebih  tahan  menghadapi  stres,  lebih  mudah  melihat  peluang  karena  memiliki  sikap  mental positif dalam kehidupan.
Berbeda  dengan  karyawan  yang  memiliki  SQ  rendah.  Pada  orang  dengan  SQ  rendah,  keberhasilan  dalam  hal  karier,  pekerjaan,  penghasilan,  status dan masih banyak lagi hal-hal yang bersifat materi ternyata tidak selalu  mampu membuatnya bahagia.
Kesibukan  kerja  dan  keberhasilan  yang  dicapai  tidak  diamalkannya  untuk  penciptaan  arti  dan  nilai  bagi  lingkungan  sekitarnya.
Bagaimana  membentuk  spiritual  quotient  yang  tinggi  di  tempat  kerja?
 Manusia  memiliki  pikiran  dan  roh,  ingin  mencari  arti  dan  tujuan,  berhubungan  dengan  orang  lain  dan  menjadi  bagian  dari  komunitas.  Oleh  karenanya,  organisasi  perlu  membentuk  budaya  spiritualitas  di  lingkungan  kerja.  Organisasi  yang  bersifat  spiritual  membantu  karyawannya  untuk  mengembangkan  dan  mencapai  potensi  penuh  dari  dirinya (aktualisasi  diri)  sehingga produktifitas kerja karyawan akan meningkat.
Dari pemikiran ini didapatkan bagaimana meningkatkan produktifitas  kerja  dengan  menerapkan  spiritual  quotient.  Produktifitas  kerja  karyawan  yang  tinggi  adalah  idaman  setiap  manager,  tetapi  bukan  hal  yang  mudah  untuk  meningkatkan  produktifitas  kerja  karyawan. Menuntut  terus  menerus   karyawan tanpa melihat kondisi mereka bukanlah hal bijaksana, malah dapat  membuat karyawan patah semangat atau kondisi fisiknya menurun.
Pada  penelitian  ini  saya  menerapkan  pada  PT.  Media  Promosi  Citratama, yang bergerak di bidang Event Management, Talent Management,  Brand  Activation,  Booth  Contractor  dan  Publishing.  Dalam  kegiatan  produksinya  menanamkan  aspek  religuitas.  Beberapa  kegiatan  seperti  berdo’a  dan  menyelenggarakan  kegiatan  yang  bersifat  spiritual  dalam  mengelola  tanggung  jawab  sosialnya.  Dan  kegiatan  tesebut  menunjukkan  produktifitas dan budaya kerja yang harmonis, sehingga dapat meningkatkan  keuntungan perusahaan.
Dari  uraian  permasalahan  diatas,  penulis  mencoba  suatu  penelitian  tentang pengaruh spiritual quotient dalam peningkatan produtivitas karyawan  yang  berjudul  “PENGARUH  SPIRITUAL  QUOTIENT  (SQ)  TERHADAP  PRODUKTIFITAS  KERJA  KARYAWAN”  Studi  penelitian ini di PT. Media Promosi Citratama Semarang.
1.2  Rumusan Masalah.
Spiritual  quotient  memegang  peranan  yang  sangat  penting  dalam  usaha  pencapaian  produktifitas  kerja  pada  perusahaan,  bahkan  sangat  dianjurkan oleh agama Islam dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berdasarkan  uraian  yang  dikemukakan  diatas  maka  masalah  yang  dapat  diidentifikasi adalah;  Seberapa  besar  pengaruh  Spiritual  Quotient  (SQ)  secara  parsial  terhadap peningkatan produktifitas kerja.
1.3  Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.3.1  Tujuan Penelitian.
Dalam  penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  seberapa  besar  pengaryh  Spiritual  Quotient  terhadap  produktifitas  kerja  karyawan,  sehingga bisa menegetahui  kelemahan  dan  kelebihan dalam menajemen.
1.3.2  Manfaat Penelitian.
1.3.2.1  Pembaca.
Bagi  penelitian  lebih  lanjut,  penelitian  ini  diharapkan  bisa  menjadi  bahan  referensi  bagi  peneliti  lain  yang  akan  meneliti  tentang  Spiritul  Quotient dalam pengaruhnya terhadap produktifitas  kerja karyawan serta variable yang berkaitan dengan  penelitian ini.
1.3.2.2  Perusahaan.
Bagi  para  karyawan  PT. Media  Promosi Citratama penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan  dalam mengem-bangkan kinerja guna melaksanakan  tugas serta menghadapi persaingan dan usaha.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi