BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah.
Peningkatan bidang
ekonomi dan industri
yang semakin pesat
di Indonesia, telah
membawa dampak terhadap
berbagai sektor kehidupan, diantaranya
adalah banyaknya perusahaan
yang tumbuh dan
berkembang.
Perusahaan merupakan salah satu
bentuk organisasi yang bergerak di bidang industri.
Organisasi adalah unit
yang memproses masukan
(input) tertentu dari lingkungan menjadi keluaran (output) yang diinginkan masyarakat.
Keberhasilan suatu organisasi tak
akan lepas dari sumbangan sumber daya manusia
yang juga merupakan
potensi yang besar,
karena manusia memiliki
kemampuan untuk melakukan
sesuatu yang bermanfaat
melalui sumbangan-sumbangan yang
berupa tenaga maupun
pikiran-pikirannya.
Karyawan sebagai
anggota organisasi memegang
peranan penting dalam produktifitas
usaha untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini dilihat seberapa jauh
dukungan yang diberikan
karyawan tersebut pada
perusahaan.
Dukungan tersebut dapat berupa
motivasi yang tinggi dalam menyelesaikan
semua persoalan maupun yang ada dalam
perusahaan yang bersangkutan.
Agama Islam
merupakan agama yang
membawa kesejahteraan, kedamaian, menciptakan suasana sejuk dan
harmonis bukan hanya di antara sesama
umat manusia tetapi juga bagi seluruh makhluk Allah yang hidup di muka
bumi. Karena agama
Islam bersifat universal.
Implementasi dari 1 kedatangan
agama Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam ditunjukkan oleh ajaran-ajaran
Islam yang bersumber
dari Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Rasulullah SAW, yang mengajarkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat secara seimbang.
Sebagai seorang muslim,
kita dituntut agar
tidak hanya mementingkan
akhirat saja atau
duniawi saja, tetapi
ditengah-tengah keduanya.
Hal ini seperti firman Allah dalam Al-Qur’an
(Q.S. Al-Qashash: 77) .
Artinya: Dan
carilah pada apa
yang Telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
Demi memperoleh
kebahagiaan dunia dan
akhirat secara seimbang agama Islam mengajarkan agar umatnya
melakukan kerja keras baik dalam bentuk
ibadah ataupun amal
shaleh. Ibadah adalah
merupakan perintahperintah yang
harus dilakukan oleh
umat Islam yang
berkaitan langsung dengan
Allah SWT dan
telah ditentukan secara
terperinci tentang tata
cara pelaksanaannya. Sedangkan
amal sholeh adalah
perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan oleh umat
Islam, dimana perbuatan-perbuatan tersebut berdampak
positif bagi diri
yang bersangkutan, bagi
masyarakat, bagi Prof. Dr. H. Buchari Alma, dan Donni Juni Priansa, S.Pd, manajemen bisnis syari’ah, Bamdung: Alfabeta, 2009, h. 158 bangsa dan
negara serta bagi
agama Islam itu
sendiri.
Untuk
dapat melaksanakan pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang
dimiliki yaitu potensi
spiritual, kecerdasan, perasaan
dan kepekaan. Potensi-potensi itu
sesungguhnya merupakan kekayaan
dalam diri manusia
yang amat berharga.
Kemampuan intelektual
dan emosional (IQ
dan EQ) belum sepenuhnya menjamin
sukses dalam berorganisasi
daan profesi manakala hati nuraninya tidak memperoleh cahaya hidayah
Allah. Seorang yang pandai dan luas
pergaulanya, namun tidak memeiliki
integritas moral, akan mudah terjerumus kepada
perilaku yang menyimpang
yang melanggar etika, moralitas, yang bias kasat mata tidak mampu
terjejaki.
Bagi seseorang
yang menggunakan spiritual
quotient (SQ) sebagai pedoman hidup, akan bersikap bahwa harta,
profesi, jabatan, dan kedudukan hanyalah
titipan Allah yang kelak harus dipertanggungjawabkan. Dengan SQ akan meningkatkan ketahanan ruhaniah
seseorang, lebih amanah dan melihat sesuatu lebih jernih dan subtantif.
Kekuatan IQ, EQ, dan SQ akan menjadi kendaraan,
tak mudah tergoyahkan
dari godaan duniawi
dengan mengorbankan kehidupan
ukhrowi.
Spiritual quotient
(SQ) adalah kemampuan
untuk memberi makna ibadah terhadap
setiap perilaku dan
kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat
fitrah menuju manusia
yang seutuhnya (hanif)
dan Opcit Muhammad Abdul Ghani, The Spirituallity in
Business, Jakarta: Pena, 2005, h.
memiliki pola pemikiran tauhid
(integralistik), serta berprinsip hanya
karena Allah”.
Adapun
ketiadaan kecerdasan ruh
akan mengakibatkan hilangnya ketenangan
bathin dan pada
akhirnya akan mengakibatkan
hilangnya pada diri orang tersebut. Besarnya kecerdasan ruh
lebih besar dari pada kecerdasan hati
dan kecerdasan otak atau kecerdasan ruh cenderung meliputi kecerdasan hati dan kecerdasan otak.
Spiritual
quotient adalah kecerdasan
jiwa. Ia dapat
membantu manusia menyembuhkan
dan membangun dirinya
secara utuh. Spiritual quotient
ini berada di
bagian diri yang
paling dalam yang
berhubungan langsung dengan
kearifan dan kesadaran
yang dengannya manusia
tidak hanya mengakui
nilai-nilai yang ada
tetapi manusia secara
kreatif menemukan nilai-nilai
yang baru.
Setiap manusia pada prinsipnya
membutuhkan kekuatan spiritual ini, karena
kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan untuk mempertahankan/ mengembangkan keyakinan
dan memenuhi kewajiban
agama serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan
mencintai, menjalin hubungan dan penuh
rasa percaya dengan sang penciptanya.
Spiritual quotient
ini sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena ia akan memberikan kemampuan kepada
manusia untuk membedakan yang baik
dengan yang buruk,
memberi manusia rasa
moral dan memberi Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Jakarta:Penerbit Arga 2001) cet
ke-1, h. 57.
Dedhi Suharto, Ak, Qur’anis Quotient, (Jakarta
: Yayasan Ukhuwah, 2003) cet ke-1 h. 53 manusia kemampuan untuk menyesuaikan dirinya
dengan aturan-aturan yang baru.
Mengacu pada
teori motivasi yang
dikemukakan Maslow, spiritual quotient
terkait dengan aktualisasi
diri atau pemenuhan
tujuan hidup, yang merupakan
tingkatan motivasi yang tertinggi.
Spiritual quotient yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan
transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara
karier/ pekerjaan dan pribadi/ keluarga,
serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif
bagi lingkungan.
SQ walaupun
mengandung kata spiritual
tidak selalu terkait
dengan kepercayaan atau
agama. SQ lebih
kepada kebutuhan dan
kemampuan manusia untuk menemukan
arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman yang
mereka hadapi. Akan
tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang
yang memiliki kepercayaan
atau menjalankan agama,
umumnya memiliki tingkat
spiritual quotient yang
lebih tinggi dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki
kepercayaan atau tidak menjalankan agama.
Seperti misalnya
penelitian yang dilakukan
Harold G Koenig
dan kawan-kawan yang
telah dipublikasikan Oxford
University Press dalam bentuk
buku berjudul “Handbook of Religion and Health” . Penelitian yang mereka lakukan menemukan bahwa di setiap
tingkatan pendidikan dan usia, orang yang
pergi ke rumah ibadah,
berdoa dan membaca
kitab suci secara rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar tujuh
hingga 14 tahun dan memiliki kesehatan
fisik yang lebih
baik dibandingkan dengan
orang yang tidak menjalankan
ritual keagamaan.
Globalisai yang ditandai maju pesatnya
teknologi informasi dan akses destinasi telah
menjadikan dampak terjadinya
benturan budaya yang brimplikasi tercabutnya
manusia dari akar
peradaban. Penyimpanagan perilaku seperti pribadi yang terbelah, terpisahnya kesalihan
individual dari kesalihan social
, merupakan fenomena
paradox yang sering
kita jumpai dalam
kehisupan. Semuanya itu
terjadi, anatara lain
karena manusia mengalami
disorientasi moralitas, tidak
mampu menggunakan spiritual quotientnya sebagai sumber nilai yang membentuk sistem
kekebalan dalam diri manusia,
menyikapi perubahan yang berlangsung amat cepat.
Adalah menjadi
kewajiban manusia untuk
mencari nafkah, terlebih bagi
mereka yang berkeluarga.
Mencari mata pencaharian
sebagai pengusaha, manajer
dan pekerja, memiliki
dimensi ketuhanan disamping sebagai
ikhtiar untuk mencukupi
kebutuhan ragawi. Seperti
diterangkan dalam Al Qur’an
(Surat Al-Jumu’ah: 10): Artinya: apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi, dadn carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya
kamu beruntung.
Ahlami, Kinerja Karyawan secara Spiritual
diambil dari: http://haslizaali.blogspot.com/2009/12/kineja-karyawan-secara-spiritual.htmal
Menjalani profesi,
harus didasarkan atas
komitmen, sebagai pengharapan
atas ridha Allah,
dan sekaligus sebagai
musyahadah ‘persaksian’ atas
kebesaran ciptaan-Nya berupa
alam semesta. Kedudukan manusia
adalah sebagai khalifatullahi fil
ardhi yang memperoleh
otoritas untuk mengeksploitasi
alam dalam batas-batas yang telah ditentukan-Nya.
Dalam Islam,
kemuliaan suatu profesi,
tidak ditentukan tinggirendahnya jabatan
atau kedudukan, melainkan
seberapa ikhlas dan
ridha menjalani profesi
itu dan seberapa
besar komitmen keberpihakan
kepada kebenaran yang
disemangati oleh nilai-nilai
penghambaan kepada Allah.
Karyawan yang
meletakkan profesi dengan
amanah, serta selalu
setia dan teguh dengan komitmen melayani sesama, dan
memaknai pekerjaan sebagai ibadah, amalanya
memperoleh pembalasan bukan
hanya upah di
dunia, melainkan juga pahala di
akhirat.
Di
Indonesia bekerja masih
dianggap sebagai sesuatu
yang rutin.
Bahkan pada sebagian
karyawan, bisa jadi bekerja
dianggap sebagai beban dan
paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya
kerja produktif masih
lemah. Budaya kerja
produktif sama halnya dengan budaya
kerja yang Islami, karena sesungguhnya budaya kerja Islam adalah
budaya kerja yang
mengutamakan produktifitas dengan
memakai nilai-nilai syari’at
Islam. Hal ini
pulalah juga agaknya
yang kurang mendukung terciptanya budaya kerja produktif.
Muhammad Abdul Ghani, The Spirituallity in Business, Jakarta: Pena,
2005, h.
M. Darwan Rahardjo, Islam dan Transformasi
Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: LSAF, 1999, h.
251 Karyawan dengan
SQ yang tinggi
biasanya akan lebih
cepat mengalami pemulihan dari
suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental.
Ia lebih
mudah bangkit dari
suatu kejatuhan atau
penderitaan, lebih tahan menghadapi stres,
lebih mudah melihat
peluang karena memiliki
sikap mental positif dalam
kehidupan.
Berbeda dengan
karyawan yang memiliki
SQ rendah. Pada
orang dengan SQ
rendah, keberhasilan dalam
hal karier, pekerjaan,
penghasilan, status dan masih
banyak lagi hal-hal yang bersifat materi ternyata tidak selalu mampu membuatnya bahagia.
Kesibukan kerja
dan keberhasilan yang
dicapai tidak diamalkannya untuk
penciptaan arti dan
nilai bagi lingkungan
sekitarnya.
Bagaimana membentuk
spiritual quotient yang
tinggi di tempat
kerja?
Manusia
memiliki pikiran dan
roh, ingin mencari
arti dan tujuan, berhubungan
dengan orang lain
dan menjadi bagian
dari komunitas. Oleh karenanya, organisasi
perlu membentuk budaya
spiritualitas di lingkungan kerja.
Organisasi yang bersifat
spiritual membantu karyawannya
untuk mengembangkan dan
mencapai potensi penuh
dari dirinya (aktualisasi diri) sehingga
produktifitas kerja karyawan akan meningkat.
Dari pemikiran ini didapatkan
bagaimana meningkatkan produktifitas kerja dengan
menerapkan spiritual quotient.
Produktifitas kerja karyawan yang
tinggi adalah idaman
setiap manager, tetapi
bukan hal yang
mudah untuk meningkatkan
produktifitas kerja karyawan. Menuntut terus
menerus karyawan tanpa melihat
kondisi mereka bukanlah hal bijaksana, malah dapat membuat karyawan patah semangat atau kondisi
fisiknya menurun.
Pada penelitian
ini saya menerapkan
pada PT. Media
Promosi Citratama, yang bergerak
di bidang Event Management, Talent Management, Brand
Activation, Booth Contractor
dan Publishing. Dalam
kegiatan produksinya menanamkan
aspek religuitas. Beberapa
kegiatan seperti berdo’a
dan menyelenggarakan kegiatan
yang bersifat spiritual
dalam mengelola tanggung
jawab sosialnya. Dan
kegiatan tesebut menunjukkan produktifitas dan budaya kerja yang harmonis,
sehingga dapat meningkatkan keuntungan
perusahaan.
Dari uraian
permasalahan diatas, penulis
mencoba suatu penelitian tentang pengaruh spiritual quotient dalam
peningkatan produtivitas karyawan yang berjudul
“PENGARUH SPIRITUAL QUOTIENT
(SQ) TERHADAP PRODUKTIFITAS
KERJA KARYAWAN” Studi penelitian
ini di PT. Media Promosi Citratama Semarang.
1.2 Rumusan Masalah.
Spiritual quotient
memegang peranan yang
sangat penting dalam usaha pencapaian
produktifitas kerja pada
perusahaan, bahkan sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berdasarkan uraian
yang dikemukakan diatas
maka masalah yang
dapat diidentifikasi adalah; Seberapa
besar pengaruh Spiritual
Quotient (SQ) secara
parsial terhadap peningkatan
produktifitas kerja.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.3.1 Tujuan Penelitian.
Dalam penelitian
ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar
pengaryh Spiritual Quotient
terhadap produktifitas kerja
karyawan, sehingga bisa
menegetahui kelemahan dan kelebihan
dalam menajemen.
1.3.2 Manfaat Penelitian.
1.3.2.1 Pembaca.
Bagi penelitian
lebih lanjut, penelitian
ini diharapkan bisa
menjadi bahan referensi
bagi peneliti lain
yang akan meneliti
tentang Spiritul Quotient dalam pengaruhnya terhadap
produktifitas kerja karyawan serta
variable yang berkaitan dengan penelitian
ini.
1.3.2.2 Perusahaan.
Bagi para
karyawan PT. Media Promosi Citratama penelitian ini diharapkan
bisa memberikan masukan dalam
mengem-bangkan kinerja guna melaksanakan tugas serta menghadapi persaingan dan usaha.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi