BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Zakat adalah salah satu rukun
Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim. Menunaikan
zakat adalah urusan
individu, sebagai pemenuhan kewajiban
seorang muslim. Apabila
seorang mukmin telah
melaksanakan zakat, berarti ia
telah beribadah dan melaksanakan kewajibannya di sisi Allah dan mendapat ganjaran sebagaimana yang Allah
telah janjikan.
Zakat dalam pelaksanaannya harus ditetapkan
dan diatur oleh agama dan negara,
baik dari segi
jenis harta yang
dizakatkan, para wajib
zakat (muzaki) maupun
para penerima zakat
(mustahik), sampai pada pengelolaannya oleh
pihak ketiga, dalam
hal ini pemerintah
atau lembaga yang
ditunjuk oleh pemerintah
untuk mengolah zakat
demi kemaslahatan bersama (umat).
Dalil
yang dijadikan dasar
hukum bahwa negara/pemerintah bertanggung
jawab dan berkewajiban
dalam mengelola zakat
adalah AlQur'an surat at-taubah :
103 Asnaini, Zakat Produktif Dalam
Prespektif Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hlm. 2 Ibid,, hlm. 2 Artinya:
Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui (QS.
At-Taubah : 103).
Manajemen pengelolaan
zakat adalah untuk
meningkatkan betapa umat
Islam dengan struktur
sosial yang sekarang,
berikut kemenangan pada kuantitas,
tetap saja masih terasa tawar untuk pengelolaan dana zakat. Hanya sebagian
kecil potensi dana
zakat yang berhasil
dikumpulkan dan didistribusikan kepada
yang berhak. Bila
melihat pengelolaan dana
zakat hanya berlaku sporadisatau
kurang terorganisir.
Hasilnya
justru pada saat
optimalisasi pengelolaan dana
diluncurkan lewat UU
No. 38 tahun
1999, isu yang
muncul kemudian malah mempertanyakan akan
kemampuan sistem zakat
sebagai solusi kemiskinan dan pemerataan, dan kemudian diusunglah isu
perbedaan dan persamaannya dengan sistem
pajak.
Pengumpulan
zakat seharusnya merupakan
sesuatu yang terprogram dan
terencana, termasuk ditentukan
jadwalnya dengan jelas, dan
tetap berlandasan untuk beribadah
kepada Allah dengan ikhlas. Dalam penanganan zakat, perlu dicamkan bahwa pembayar zakat
hendaknya mengetahui kemana harta zakatnya
itu dibagikan dan
dimanfaatkan. Badan amil
zakat harus mempunyai dokumen dan data atau pembukuan yang
rinci mengenai jumlah M. Arif Mufraini,
Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006, hlm.123-124 Ibid,
hlm. 123 uang zakat yang diterima,
orang yang membayarnya, kemana digunakan, dan semacamnya.
Apabila
ketentuan-ketentuan hukum mengenai
zakat diterapkan dan dikembangkan dengan
merumuskan kembali hal-hal
yang berhubungan dengan sumber
zakat (harta yang
wajib dizakatkan) dan
pendayagunaan (pendistribusian) zakat,
yang ditopang oleh
manajemen yang baik,
maka peran dan fungsi zakat akan
dapat terwujud.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur pembagian
zakat hakikat, makna dan fungsi zakat
yang begitu banyak, akan terwujud apabila pengelolaan zakat dilakukan
secara baik dan
profesional. Misalnya menggunakan
metode pembagian
(pendistribusian) zakat yang lebih
sesuaidengan kebutuhan para mustahik,
yaitu menyentuh kepada
akar permasalahan yang
dihadapi oleh para mustahik.
Berdasarkan
UU No 38
tahun 1999, bahwa
organisasi yang berhak mengelola
zakat terbagi menjadi
dua bagian, yakni
organisasi yang tumbuh atas
prakarsa masyarakat dan
disebut Lembaga Amil
Zakat (LAZ) serta organisasi yang
dibentuk oleh pemerintah
dan disebut dengan
Badan Amil Zakat (BAZ).
Kedua bentuk
organisasi ini memiliki
kesamaan tujuan, yakni bertujuan mengelola
dana zakat dan
sumber-sumber dana sosial
yang lain A.
Qodri Azizy, Membangun
Fondasi Ekonomi Umat:
Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2004, hlm. 144-145 Op.cit, hlm. 5 Ibid, hlm. 5 secara maksimal untuk keperluan umat. Misi
mulia yang diemban ini jangan sampai
berbenturan dalam pelaksanaan programnya.
Dalam pasal 1 butir 2, zakat adalah harta yang
wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan yang
dimiliki oleh orang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada mereka
yang berhak menerimanya.
Setiap warga Indonesia yang beragama Islam
yang mampu atau orang muslim yang telah
memiliki suatu badan berkewajiban menunaikan zakat.
Zakat memiliki
peranan yang sangat
strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan
atau pembangunan ekonomi.
Berbeda dengan sumber
keuangan untuk pembangunan
yang lain, zakat
tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan
mengharap pahala dari Allah semata.
Namun demikian, bukan berarti
mekanisme zakat tidakperlu sistem kontrol.
Nilai strategis
zakat dapat dilihat
melalui: Pertama, zakat
merupakan panggilan agama.
Ia merupakan cerminan
dari keimanan seseorang.
Kedua, sumber keuangan
zakat tidak akan
pernah berhenti. Artinya
orang yang membayar
zakat, tidak akan
pernah habis dan
yang telah membayar
setiap tahun atau periode waktu
yang lain akan terus membayar. Ketiga, zakat secara empirik
dapat menghapus kesenjangan
sosial dan sebaliknya
dapat menciptakan redistribusi
aset dan pemerataan pembangunan.
Pengelolaan
zakat adalah suatu
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan terhadap pengumpulan,
dan Muhammad Ridwan, Manajemen
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogykarta: UII Press, 2004, hlm. 206 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009,
hlm. 7 Ridwan, Op.cit, hlm.189-190 pendistribusian, serta pendayagunaan zakat.
Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan
amil yang dibentuk oleh pemerintah yang diorganisasikan dalam suatu badan
atau lembaga. Pengumpulan
zakat dilakukan oleh
badan amil zakat dengan
cara menerima atau mengambil dari muzaki atas dasar pemberitahuan muzaki.
BAZ sebagai lembaga pengelola zakat yang
didirikan oleh pemerintah ternyata
sistem manajemen pengelolaannya masih belum optimal dan kurang dipercaya
masyarakat atau muzaki.
Artinya kinerjanya masih
perlu ditingkatkan untuk
menjaga kesinambungan manfaat
penggunaan zakat dan infak
tersebut.
Target penghimpunan
dana zakatnya di BAZ Kota
Semarang yaitu para
Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di Kota
Semarang. Selain itu
BAZ Kota Semarang
sendiri membuka pintu
lebar-lebar untuk para
muzaki yang ingin menyalurkan
zakatnya walaupun itu orang di luar Kota Semarang.
Setiap bulan BAZ selalu memberikan laporan
terhadapmuzaki, untuk setiap tahunnya
juga melaporkan terhadap
pemerintah. Sistem pemberian laporan pencatatan inilah yang membedakan
dengan lembaga-lembaga zakat lain yang
ada di Kota Semarang. Selama tahun 2010 strategi yang digunakan BAZ
Kota Semarang yaitu
memanfaatkan media internet dengan menggunakan
website, karena internet
ini mendunia dan
bisa dibaca oleh siapapun, ini
menunjukkan transparasi BAZ. Selain
itu juga memberikan Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, Jakarta: Grasindo, 2006, hlm.
44 Wawancara dengan salah satu pegawai BAZ Kota
Semarang laporan pengelolaan zakat.
Untuk pengumpulan zakat sendiri
yang sekarang dijalankan yaitu
menggunakan optimalisasi pengumpulzakat.
Prinsip zakat dalam tatanan sosial ekonomi
mempunyai tujuan untuk memberikan pihak
tertentu yang membutuhkan
untuk menghimpun dirinya selama
satu tahun ke
depan dan bahkan
diharapkan sepanjang hidupnya.
Dalam konteks
ini, zakat didistribusikan untuk
dapat mengembangkan ekonomi
baik melalui keterampilan
yang menghasilkan, maupun
dalam bidang perdagangan.
Dengan berkembangnya usaha kecil menengah
dengan modal berasal dari zakat
akan menyerap tenaga
kerja. Hal ini
berarti angka pengangguran bisa
dikurangi, berkurangnya angka
pengangguran akan berdampak
pada meningkatnya daya
beli masyarakat terhadap
suatu produk barang
ataupun jasa, meningkatnya
daya beli masyarakat
akan diikuti oleh
pertumbuhan produksi, pertumbuhan
sektor produksi inilah
yang akan menjadi
salah satu indikator adanya pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan
industri kecil di
daerah yang potensial
menyerap banyak tenaga
kerja meliputi pengelolaan
barang produksi, pengelolaan
limbah, pemanfaatan sumber daya
alam, dan pendistribusinya.Hal ini dapat dijadikan kebijakan
yang ditujukan untuk
mencapai sasaran pembangunan,
yakni meningkatnya produktivitas
masyarakat kecil, meningkatnya lapangan kerja, dan
terciptanya semangat pembentukan
iklim SDM yang kreatif.
Dengan Ibid.
Musrsyidi,
Akuntansi Zakat Kontemporer,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, hlm.
171 Wawancara dengan pihak BAZ Kota Semarang menyediakan
usaha produktif bagi
masyarakat sehingga mereka
dapat mengembangkan ekonomi
keluarga mereka sendiri.
Karena
itu, strategi pengelolaan
dana yang baik
akan menciptakan kepercayaan
masyarakat sehingga masyarakat
akan terdorong menyalurkan dananya
pada BAZ dari
pada menyalurkannya langsung
pada mustahik.
Penyaluran secara langsung
tersebut lebih dekat pada pemanfaatan konsumtif sehingga agak mengaburkan tujuan produktif.
Amil berperan menghubungkan antara pihak
muzaki dengan mustahik.
Sebagai perantara
keuangan, amil dituntut
menerapkan azas trust (kepercayaan). Sebagaimana
layaknya lembaga keuangan
yang lain, azas kepercayaan menjadi
syarat mutlak yang
harus dibangun. Sekali
unsur kepercayaan sudah
runtuh, sangat sulit
untuk membangun kembali.
Itulah sebabnya pengurus amil
harus orang yang dapat dipercaya.
Dengan
berkembangnya zaman dan
teknologi, BAZ menggunakan strategi
yang sangat mendunia
yaitu menggunakan media
website atau internet. Dengan
media ini menunjukkan terbukanya pengelolaan BAZ Kota Semarang karena dalam websiteini juga dicantumkan segala hal yang
terkait dengan BAZ
salah satunya laporan
keuangan. Strategi ini dikatakan
sangat mudah dan bisa dilihat
siapa saja yang mengaksesnya. Masalah yang dihadapi apakah para muzaki itu tahu dan paham dengan
internet selain itu juga media website
sering kali terjadi
kesalahan mulai dari
lamanya loading ataupun websiteyang tidak bisa diakses. Untuk itu
peneliti tertarik untuk melakukan Muhammad
Muflih, Op.cit, hlm. 146 Ibid, hlm. 141
Op.cit, hlm. 207-208 penelitian mengenai kepercayaan muzaki
terhadap strategi pengelolaan ZIS di BAZ Kota
Semarang. Penelitian ini
berjudul “STRATEGI PENGELOLAAN
ZAKAT INFAK DAN
SEDEKAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KEPERCAYAAN MUZAKI PADA BADAN AMIL ZAKAT
(BAZ) KOTA SEMARANG” .
B. Perumusan Masalah .
Melihat dari
latar belakang masalah
yang dipaparkan peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : a.
Bagaimana apresiasi muzaki terhadap BAZ ? b. Bagaimana
sistem BAZ dalam
pengelolaan dana zakat,
infak dan sedekah? c.
Bagaimana strategi pengelolaan
dana zakat, infak
dan sedekah untuk peningkatan
kepercayaan muzaki ? C. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian .
Penelitian ini bertujuan untuk : .
a. Mengetahui apresiasi muzaki terhadap BAZ Kota
Semarang.
b. Mengetahui sistem pengelolaan dana ZIS di BAZ
Kota Semarang.
c. Mengetahui strategi pengelolaan dana ZIS di
BAZ Kota Semarang dan kepercayaan muzaki
di Kota Semarang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat: 1. Bagi akademisi Sebagai
bahan referensi untuk
penelitian dibidang kualitas kepercayaan dan kepuasan jasa dimasa yang akan
datang dan sebagai bahan untuk
menambah khasanah pustaka
dibidang manajemen berdasarkan penerapan yang ada dalam kenyataan.
2. Bagi Badan Amil Zakat Dapat dijadikan
sebagai sumber informasi
bagi pihak BAZ dalam meningkatkan kualitas manajemen supaya
lebih dipercaya oleh muzaki serta untuk mempertahankan tingkat
kepercayaan dimasa kini dan dimasa
mendatang. Hasil penelitian ini juga membantu pihak BAZ apabila ingin meningkatkan kepercayaan
muzaki dengan menekankan pada manajemen-manajemen yang berpengaruh
terhadap kepercayaan muzaki.
Download lengkap Versi PDF
maaf sebelumnya, ko' pdf skripsinya tidak bisa di download ya???
BalasHapus