BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Seks dalam pandangan Islam adalah
sesuatu yang suci. Penyaluran kebutuhan seksual merupakan salah satu bentuk
saling membutuhkan antara makhluk yang
berpasangan. Penyaluran kebutuhan
seksual bagi manusia berguna
untuk menyehatkan tubuh,
meningkatkan kualitas jantung, merangsang
paru-paru, membersihkan pikiran
dari problema yang mengganggu,
serta menimbulkan ketenangan dan kepuasan batin.
Di sisi lain adanya
perzinaan maka seks
menjadi sesuatu yang
kotor, menjijikkan dan menimbulkan berbagai
penyakit yang membahayakan
kehidupan manusia. Berdasarkan
keterangan itu, pantaslah semua agama samawi mengharamkan dan memerangi perzinaan. Terakhir adalah agama
Islam, yang dengan sangat keras melarang
dan mengancam pelakunya.
Yang demikian itu
karena zina menyebabkan
simpang siurnya keturunan,
terjadinya kejahatan terhadap keturunan,
dan berantakannya keluarga.
Bahkan hingga menyebabkan tercerabutnya
akar kekeluargaan, menyebarnya
penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan maraknya kebobrokan
moral.
Islam
memang telah menetapkan
cara terbaik untuk
menyalurkan kebutuhan biologis,
tetapi pada saat
yang sama ia
melarang umatnya untuk Quraish Shihab, Mistik, Seks, dan Ibadah,
Jakarta: Republika, 2004, hlm. 2.
Ruqyah Waris Maqsood, Mengantar Remaja ke
Syurga, Bandung: al-Bayan, 1997, hlm.
342.
Yusuf Qardawi, al-Halal wa al-Haram fi
al-Islam, Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1986, hlm. 134.
menyalurkan
kebutuhan itu dengan
cara yang tidak
benar. Islam juga melarang
umatnya untuk merangsang hasrat seks dengan segala cara. Hal itu agar hasrat itu tidak keluar dari jalan yang
telah ditetapkan. Karena itu pula, Islam
melarang umatnya untuk melakukan pergaulan bebas antar lawan jenis yang
dapat merangsang syahwat,
melihat segala sesuatu
yang dapat menimbulkan
gairah seks, serta
semua hal yang
dapat mep engaruhi hasrat seks seseorang, atau memancingnya
untuk melakukan zina. Hal itu dilakukan
agar
dapat mencegah faktor-
faktor yang dapat
melemahkan pundi-pundi kehidupan rumah tangga, yang sekaligus menjadi faktor
penyebab kerusakan moral.
Sejalan
dengan tuntutan perkembangan
jaman, manusia semakin banyak
kehilangan nilai- nilai
yang diyakini sebelumnya.
Manusia semakin dihadapkan
pada perbenturan dan
erosi nilai-nilai moral
dan keluhuran.
Budaya yang
serba terbuka menjebak
manusia hingga berkubang
di dunia kemaksiatan.
Pergaulan bebas hingga
kebebasan seks melanda
kalangan muda-mudi hingga resiko
kehamilan di luar nikah. Berdasarkan
survei yang dilakukan oleh
Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) pada
tahun 2010 menunjukkan
bahwa 51 persen
remaja dikota-kota besar telah melakukan
hubungan seks pranikah
yang berujung pada
kehamilan.
Sementara pihak yang mengalami selalu berusaha
untuk menutupi kehamilan Sayyid Sabiq,
Fiqih Sunnah, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 1983, hlm. 231.
http://berita.liputan6.com/read/310436/survei_seks_pranikah_jangan_pojokkan_per
empuan. di
luar nikah tersebut
dengan terpaksa mengawinkan
anak perempuannya dengan laki- laki yang menghamili maupun yang
bukan menghamili.
Salah
satu hal yang
sangat penting dalam
tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual, namun sisi
yang lain seperti pembinaan hubungan
psikis secara baik dan timbal balik
antara suami istri dan orang tua dengan anak
merupakan hal yang
tidak kalah penting
dalam pernikahan.
Bahkan hubungan
yang lebih luas
lagi dari itu,
yakni hubungan antara keluarga
pihak suami dan
pihak istri, maksudnya,
melalui pernikahan, hubungan keluarga antara pihak suami dan istri
dapat diwujudkan dalam satu konteks
hubungan kekeluargaan, hubungan
kekeluargaan karena pernikahan dalam
fiqih disebut mushaharah.
Larangan-larangan pada diri
wanita tersebut ada
dua bagian, yang
pertama menyebabkan keharaman
selama lamanya, sedangkan yang kedua hanya bersifat sementara.
Sementara itu, dalam konsep hukum Islam
mengenai larangan wanita yang akan
dinikahi ini terdapat
perbedaan pendapat tentang
status mahram anak hasil zina.
Ulama’ Syafi’iyyah
dan Malikiyyah dalam
riwayat yang masyhur membolehkan
menikah dengan anak
perempuan dari hasil
zinanya, dengan alasan
bahwa anak tersebut
secara syar’i tidak mempunyai hubungan
nasab dengannya.
Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 232.
Al-Azim
Ma’ani dan Ahmad
al-Jumbur, Hukum-Hukum Dari
Al-Qur‟an Dan Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, hlm. 240.
Muhasmmad
Jawad Mughniyah, Fiqh
Lima Mazhab, diterjemahkan
oleh Afif Muhammad dari al Fiqh „Ala Madzahib al
khamsah, Jakarta: Kencana, 1994, cet. I,
hlm. 30-31.
Imam Qalyubi dalam kitab Hasyiyatani Syarh
Minhaj al Thalibin juga menyatakan bahwa
anak perempuan yang diciptakan dari air maninya karena zina maka halal untuk dia nikahi, karena tidak
ada kemuliaan bagi air mani sebab zina.
Sedangkan Ulama’
Hanafiyyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa anak
perempuan hasil zina
adalah menjadi mahram
bagi laki-laki yang menjadi bapak
biologisnya, namun berbeda
pendapat mengenai pengertian zina.
Ulama’ Hanafiyyah mengemukakan defenisi zina dengan
persetubuhan yang dilakukan
pada faraj (qubul)
perempuan yang bukan
miliknya dan bukan
pula menyerupai milik
(syubhat) , sementara
Ulama’ Hanabilah mengungkapkan
bahwa yang dimaksud
dengan zina adalah
orang yang melakukan
perbuatan jahat (fahisyah)
dengan cara menyetubuhi
pada qubul ataupun anus (dubur).
Dari
uraian di atas
sangat jelas perbedaan
pendapat antara Ulama’ Hanafiyyah
dengan yang lainnya
mengenai status mahram
anak perempuan hasil
zina, yang dalam
hal ini penulis
batasi pada tiga
kitab yang menjadi referensi
primer dalam penulisan
ini, yakni Badai‟
al-Shanai‟ karangan Ala‟uddin
Ibnu Mas‟ud al
Kasani, al-Mabsuth karangan
Syams al Din al
Syarkhasi dan Syarh Fath al Qadir karangan Ibnu al Himam al Hanafiy. Dari sini
penulis tergerak untuk
meneliti dan menelusuri
lebih detail berkaitan dengan hal tersebut.
Abd
Qadir Audah, al-
Tasyri‟ wa al-Jana‟I
al-Islamiy, Kairo: Dar
al-Qurubah, 1963, Juz II, hlm.
349.
Ibn Qudamah,
al-Mughniy, Riyadh: Maktabah al-Riyadah al-Hadisah, tt.., Jilid X, hlm. 181.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian
di atas, maka
dapat penulis rumuskan
beberapa pokok permasalahan
yang dikaji dalam
skripsi ini. Pokok
permasalahan tersebut dapat
dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan -pertanyaan sebagai berikut : 1.
Bagaimana pendapat para Ulama’ Hanafiyyah tentang status mahram anak perempuan dari hasil zina ? 2. Apa
landasan hukum yang
digunakan Ulama’ Hanafiyyah
tentang status mahram anak perempuan dari hasil zina ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi
ini adalah: 1. Untuk memahami
pendapat Ulama’ Hanafiyah
tentang status mahram anak perempuan dari hasil zina.
2. Untuk menganalisis landasan
hukum yang digunakan Ulama’ Hanafiyyah tentang status mahram anak perempuan dari
hasil zina.
D. Telaah Pustaka Sebelum membahas
lebih lanjut mengenai
pendapat Ulama’ Hanafiyyah
tentang status mahram
anak perempuan dari
hasil zina, penulis juga menelaah beberapa hasil penelitian maupun
karya ilmiah yang berkaitan dengan apa
yang sedang penulis
kaji untuk dijadikan
sebagai referensi, sumber, acuan, dan perbandingan dalam
penulisan skripsi ini. Sehingga akan Didi Al-Madilaga,
Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi,
Bandung: CV. Pionerjaya, 1997,
hlm. 87.
terlihat letak perbedaan antara skripsi ini
dengan penelitian atau karya ilmiah yang
sudah ada.
Beberapa hasil
penelitian maupun karya
ilmiah tersebut, diantaranya adalah: 1.
Ruslan (2103047) dengan
judul “Analisis Hukum
Terhadap Pemikiran Imam
Ahmad Ibn Hanbal
Tentang Muhrim Mushaharah
Sebab Liwath (sodomi)”
Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang tahun
2008.
dalam skripsi
ini dibahas mengenai
perbedaan pendapat Ulama’
tentang liwath (sodomi) apakah
menyebabkan mahram nikah karena
mushaharah atau tidak. Kemudian
dijelaskan bahwa Imam
Ahmad ibn Hanbal berpendapat
tentang liwath (sodomi)
termasuk yang menyebabkan mahrom mushoharoh.
2. Faiz
Rokhman (042111084) dengan
judul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Hak Waris Anak
Zina (studi analisis pasal 869 kuh perdata)”, Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang tahun 2009.
Dalam skripsi ini
membahas tentang Kedudukan
waris anak zina
dalam Hukum Islam dan Pasal
869 KUH perdata
terdapat adanya persamaan
dan.perbedaan.
Persamaanya adalah sama-sama
dilahirkan di luar perkawinan, yang tidak mempunyai
nasab ke bapaknya
dan imbasnya tidak
ada waris bagi
anak yang mempunyai
setatus anak zina.
Dan perbedaan dalam
Hukum Islam dan
Pasal 869 KUH
Perdata yaitu dalam
Hukum Islam anak
zina dinasabkan kepada ibunya, dan
juga akan mendapatkan
waris dari pihak ibunya. Dalam
Pasal 869 KUH
Perdata "Apabil a bapak
atau ibunya sewaktu
hidupnya telah mengadakan
jaminan nafkah seperlunya
guna anak yang di benihkan dalam
zinah atau dalam sumbang tadi, maka anak itu
tidak mempunyai tuntutan
lagi terhadap warisan
bapak dan ibunya".
Jadi dalam
pengertian anak zina,
antara hukum Islam
dan KUH Perdata dalam hal pewarisan mempunyai pengertian dan
akibat sendiri-sendiri.
3. Syarif
Hidayatullah (2104063) dengan
judul “Nikah Paksa
Akibat Zina (Studi Kasus Di Desa Kebongembong Kecamatan
Pageruyung Kabupaten Kendal)” Fakultas
Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang tahun 2006.
Dalam skripsi ini membahas
tentang Praktek nikah paksa akibat zina yang terjadi
Desa Kebongembong Kecamatan
Pageruyung Kabupaten Kendal.
Kemudian langkah
yang dilakukan masyarakat ialah dengan menikahka n pasangan
yang melakukan zina,
biasanya dari pihak
laki-laki awalnya tidak
mau menikahi gadis
yang dihamilinya dengan
berbagai alasan, namun dengan desakan dan paksaan yang
masyarakat lakukan, akhirnya si laki-laki mau
bertanggungjawab. Paksaan yang
dilakukan keluarga dan masyarakat
adalah dalam rangka penegakan keadilan, disamping itu juga sebagai bentuk tanggungjawab atas perbuatannya.
Adapun kaitannya dengan
penelitian yang penulis bahas adalah samasama mengulas tentang persoalan mahram
dan zina, akan tetapi dari beberapa penelitian
di atas menunjukkan bahwa penelitian tersebut berbeda dengan saat ini,
karena penelitian terdahulu
belum ada yang
meneliti tentang pendapat Ulama’
Hanafiyyah tentang status
mahram anak perempuan
dari hasil zina, dan
bagaimana mereka menggunakan landasan hukum yang berkaitan dengan tentang
status mahram anak perempuan dari hasil zina. Hal ini menegaskan bahwa
belum pernah dijumpai
penelitian terdahulu yang
Sama dengan penelitian ini.
Di samping penelitian-penelitian
di atas, ada beberapa buku dan jurnal yang juga
membahas tentang larangan-larangan bagi
wanita yang akan dinikahi (mahram),
diantaranya ialah jurnal
Asy Syariah memuat
judul tulisan siapa
saja mahram itu,
yang ditulis oleh
Ustad Abu Abdillah Muhammad Sarbini.
E. Metode Penulisan Agar dalam
penulisan skripsi ini
memenuhi kriteria sebagai
karya ilmiah serta
mengarah kepada obyek
kajian dan sesuai
dengan tujuan yang dimaksud,
maka penulis menggunakan metode, antara lain : 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library
research) . Jenis
penelitian ini bertujuan
untuk mengumpulkan data
dan informasi tentang
status mahram seorang
lakilaki terhadap anaknya dari hasil zina menurut Ulama’ Hanafiyyah dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di
perpustakaan, seperti; kitab, buku-buku,
majalah, dan lain-lainnya.
Masyhuri dan M.
Zainuddin, Metodologi Penelitian,
Bandung:Refika Aditama, 2008, hlm.50.
Mardalis,
Metode Penelitian Suatu
Pendekatan Proposal, Jakarta:Bumi
Aksara, 1999, hlm. 28.
2.
Metode pendekatan Dalam
kaitannya dengan pembahasan
ini penulis mencoba menggunakan
metode pendekatan penelitian
hukum normatif yaitu penelitian hukum
yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan
pustaka belaka.
Atau
disebut juga penelitian
hukum kepustakaan yaitu
suatu penelitian kepustakaan
dengan cara mengumpulkan
data dan informasi dengan
bantuan macam-macam material
yang terdapat di
ruang kepustakaan untuk dikaji,
seperti kitab, buku,
majalah, dokumen, dan lain-lain.
Penelitian ini juga merupakan sebuah
penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menekankan kepada
pustaka-pustaka yang berkaitan.
3.
Sumber data Sumber data dalam
penelitian ini sesuai
dengan jenisnya digolongkan
ke dalam penelitian
kepustakaan (library research),
maka sudah dapat
dipastikan bahwa data-data
yang dibutuhkan adalah dokumen,
yang berupa data-data
yang diperoleh dari
perpustakaan melalui penelusuran
terhadap buku-buku literatur,
baik yang bersifat primer ataupun yang bersifat sekunder.
a. Data primer Sumber data primer adalah data otentik atau data langsung
dari tangan pertama tentang masalah yang
di ungkapkan. Secara sederhana Soerjono Soekanto,
Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: CV.
Rajawali, 1986, cet. II, hlm. 15.
Kartini
Kartono, Pengantar Metodologi
Riset Sosial, Bandung:
Mandar Maju, 1996, hlm. 33.
Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Rineka Cipta,2006, hlm.107.
data
ini disebut juga
data asli.
Sumber
primer dalam penelitian
ini adalah kitab-kitab
fiqih Madzhab Hanafi
yang memuat gagasan tentang
status mahram anak perempuan dari hasil zina, seperti
Badai‟ al-Shanai‟ karangan
Ala‟uddin Ibnu Mas‟ud
al Kasani, al-Mabsuth karangan Syams
al Din as
Syarkhasi dan Syarh
Fath al Qadir karangan Ibnu al Himam al Hanafiy.
b. Data sekunder Sumber data sekunder adalah
data yang mengutip dari sumber lain
sehingga tidak bersifat otentik karena sudah diperoleh dari sumber kedua atau ketiga.
Sumber data sekunder dari penelitian ini
diperoleh dari kitab-kitab
fiqih klasik maupun
kontemporer, dan juga
beberapa literatur dan
sumber-sumber lain yang memiliki relevansi dengan topik yang sedang penulis kaji sehingga dapat
melengkapi pembahasan yang lebih detail.
4. Teknik Pengumpulan Data Jenis penelitian
yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan (library research) maka teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah secara dokumentatif .
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber yang telah
ditentukan, baik sumber primer maupun sumber
sekunder, yaitu dengan
cara menghimpun beberapa pendapat
Ulama’ Hanafiyyah tentang
status mahram anak perempuan dari Saifuddin Azwar,
Metode Penelitian, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998,
cet II, hlm. 91.
Ibid.
Suharsimi Arikunto, op, cit, hlm 206.
hasil
zina dan penjelasan
yang ada dalam
al-Qur’an dan Hadits.
Hal ini peneliti
lakukan dengan cara
menelusuri literatur-literatur yang
ada baik yang berbahasa Arab maupun terjemahan dalam
bahasa Indonesia.
Sumber-sumber data
yang penulis gunakan
didapat melalui pencarian
di perpustakaan Fakultas
Syari’ah dan perpustakaan
institut IAIN Walisongo, ada pula
yang penulis dapatkan dengan cara membeli di toko
buku. Tetapi ada
beberapa buku, jurnal
atau kitab fiqih
yang dijadikan sumber data tidak
penulis dapatkan di perpustakaan ataupun di toko
buku dikarenakan buku
tersebut adalah buku
terbitan lama. Untuk mensiasatinya maka
penulis berusaha meminjam
kepada orang yang memilikinya, browsing
di internet, ada
beberapa buku dan
kitab yang merupakan e-book yang penulis download gratis dari
situs-situs di internet atapun
penulis beli melalui toko buku online di internet.
5. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis, yakni
penelitian yang tertuju
pada pemecahan masalah
yang dihubungkan dengan
pendapat para Imam
dan kitab yang lain.
Metode
deskriptif analisis dimaksudkan
untuk menggambarkan pendapat
Ulama’ Hanafiyyah tentang
status mahram anak perempuan dari hasil zina,
kemudian dianalisis dan
dihubungkan sebagaimana mestinya.
Dengan metode
ini dapat membantu
penulis untuk memahami
filosofi aturan hukum
dari waktu ke
waktu, selain itu
juga dapat menjadikan Winarna
Surakhmad, Pengantar Penelitian
Ilmiah Dasar Metoda
Teknik, Bandung: Taarsito, 1999,
hlm. 139.
penulis memahami perubahan dan perkembangan
filosofi yang melandasi aturan hukum
tersebut. Penelitian dengan
metode ini bertujuan
untuk membuat rekonstruksi masa
lampau secara objektif dan sistematis dengan mengumpulkan,
mengevaluasikan serta menjelaskan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan menarik kesimpulan secara
tepat.
Di sini penulis menganalisis pendapat dan teori para Ulama’ fiqh terutama pendapat
Ulama’ Hanafiyyah tentang
status mahram anak perempuan
dari hasil zina.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi