BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Manusia dapat melihat suatu
benda, karena proses penerimaan cahaya ke benda melalui selaput mata yang masuk
lewat pupil, lalu ke lensa mata dan seterusnya ke retina. Dari retina, cahaya
kemudian mengirim rangsangannya ke otak melalui serabut-serabut syaraf mata
untuk diterjemahkan sehingga manusia mengerti apa yang dilihatnya.
Dalam struktur anatomi mata,
kornea adalah selaput bening organ mata yang paling depan dan paling luar.
Selaput inilah yang melindungi lensa mata dan dapat mengeluarkan cahaya dari
luar ke dalam mata. Dari segi kegunaannya, fungsi kornea mata amat penting
dalam melancarkan gerak lensa mata.
Kornea mata dapat mengalami kerusakan,
kerusakan kornea dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal disebabkan karena kelainan bawaan sehingga terjadi gangguan
penglihatan. Sedangkan faktor eksternal yang cukup sering mengakibatkan
kerusakan kornea adalah luka trauma yang menyebabkan luka, misalnya karena
kecelakaan ataupun benturan. Luka juga dapat terjadi karena kornea terinfeksi
bakteri, jamur atau virus. Semakin parah keadaannya, semakin berat gangguan
penglihatan yang Sri Maryati, et. al.,
Biologi, Jakarta: Erlangga, Cet. II, 1997, hlm. 204.
terjadi sehingga penglihatan
tidak lagi berfungsi dan sangat mengancam integritas bola mata.
Kerusakan kornea yang parah dapat
berujung pada tidak berfungsinya indera penglihatan. Selama bagian mata selain
kornea masih berfungsi baik, penglihatan masih dapat diselamatkan dengan cara
transplantasi.
Pengertiantransplantasi menurut Dr. Robert
Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan berarti: Pencangkokan.
Sedangkan menurut terminologi kedokteran
"transplantasi"berarti: "suatu proses pemindahan atau
pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke
tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain". Dalam
dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau
transplant; pemberi transplant disebut donor; penerima transplant disebut kost
atau resipien.
Jadi transplantasi kornea adalah mengganti
kornea yang rusak dengan kornea baru yang jernih.
Ditinjau dari hubungan genetik
antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dan resipien
(orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), maka transplantasi dapat
dibedakan menjadi tiga macam: 1. Auto transplantation, yaitu transplantasi di
mana donor dan resipiennya satu individu.
Sidarta Ilyas (eds), Ilmu Penyakit
Mata,Jakarta: CV. Sagung Seto, 2002, hlm. 1
Robert Woworuntu, Kamus Kedokteran dan Kesehatan,Jakarta: Ikrar Mandiri
Abadi, 1993, hlm. 327.
Moch. Sadikin, Manual Ilmu Penyakit Ginjal,
Jakarta: Binarupa Aksara, 1991, hlm. 90.
2. Homo transplantation, yaitu
transplantasi di mana donor dan resipiennya terdiri dari individu yang sama
jenisnya. Pada transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua
individu yang masih hidup, bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal
dunia yang disebut dengan cadaver donor.
3. Hetero transplantation,yaitu
transplantasi yang donor dan resipiennya berlainan jenisnya, seperti
transplantasi yang donornya hewan dan resipiennya manusia.
Dalam ilmu kedokteran, hingga saat ini belum
ditemukan teknologi yang dapat menciptakan kornea sintetik sehingga upaya untuk
membantu pasien yang mengalami kerusakan kornea mata hanya dengan cara transplantasi
kornea. Ketika dokter spesialis mata memutuskan bahwa pasien membutuhkan
transplantasi dan pasien setuju, maka pihak rumah sakit akan mendaftarkan nama
pasien kepada Bank Mata untuk antri mendapatkan donor kornea.
Bank Mata merupakan badan yang memungkinkan
penderita yang memerlukan transplantasi kornea mendapatkan jaringan mata donor.
Kepada Bank Mata, donor mata memberikan jaringan matanya sesudah meninggal. Di dalam
hal ini Bank Mata melaksanakan pengambilan mata donor dan L. Carlos Junqueira, et. al., Basic
Histology,terj. Jan Tambayong, Histologi Dasar, Jakarta: EGC, 1997, hlm. 264.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2629340,
25 Maret 2010, 20.36 WIB.
mengirimkan kepada
lembaga-lembaga yang memerlukan mata untuk transplantasi kornea.
Untuk melakukan transplantasi
kornea diperlukan kornea donor yang baik. Sebaiknya donor tidak menderita
penyakit-penyakit tertentu sebelum meninggal seperti hepatitis, tumor mata,
septikemi, glaucoma dan leukemia.
Untuk mendapatkan hasil yang akan
dicapai maka Bank Mata menerima dan melaksanakan pendaftaran calon-calon donor.
Adapun syarat donor mata adalah berumur
sekurang-kurangnya 21 tahun, atas kemauan sendiri, disetujui keluarga atau ahli
waris, mendaftarkan diri ke sekertariat Bank Mata, dan mengisi surat pernyataan
lengkap.
Setelah pendonor terdaftar pada
Bank Mata, calon pendonor menjalani pemeriksaan klinis dan mengisi surat
pernyataan apabila meninggal dunia merelakan matanya diambil untuk dicangkokkan
kepada yang berhak. Surat pernyataan tersebut harus diketahui dan
ditandatangani oleh suami / istri / anak / ahli waris dan seorang saksi lain,
juga ditandatangani oleh pengurus Bank Mata. Kemudian memberi kuasa kepada
pengurus Bank Mata untuk melaksanakan pengambilan dan pencangkokan tersebut
setelah pedonor dinyatakan meninggal.
Sidarta Ilyas (eds), op. cit.,hlm. 283-2
http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id,25 Maret
2010, 20.
WIB.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran
modern. Dalam beberapa dekade terakhir tampaknya transplantasi semakin marak
dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan aplikasi
terapan dan teknologi prakteknya, maupun ramainya polemik yang menyangkut kode
etik dan hukumnya khususnya hukum syari’ah Islam.
Mengingat permasalahan Bank Mata
dan transplantasi kornea mata merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan
alternatif medis modern, maka MUI sebagai lembaga swadaya masyarakat yang
berperan memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan
kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat, memasukkan permasalahan tersebut untuk
dibahas dalam Ijtima’ ulama.
Ijtima’ ulama merupakan agenda
rutin komisi fatwa MUI pusat yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Mulai
tahun 2003 di Jakarta, 2006 di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo dan 2009 di
Padangpanjang Sumatra Barat. Pelaksanaan ijtima' ulama dimaksudkan untuk
membahas dan menjawab permasalahan yang pada umumnya bersifat sensitif dan
berpotensi menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa
se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang diputuskan bahwa: (1). Hukum
melakukan transplantasi Tim Penyusun,
Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Majelis
Ulama Indonesia Pusat, 2001, hlm. 10.
kornea mata kepada orang yang
membutuhkan adalah boleh apabila sangat dibutuhkan, dan tidak diperoleh upaya
medis lain untuk menyembuhkan, (2).
Pada dasarnya, seseorang tidak
mempunyai hak untuk mendonorkan anggota tubuhnya. Akan tetapi, karena untuk
kepentingan menolong orang lain, diperbolehkan dan dilaksanakan sesuai wasiat,
(3). Orang yang hidup haram mendonorkan kornea mata atau organ tubuh lainnya
kepada orang lain, (4).
Orang boleh mewasiatkan untuk
mendonorkan kornea matanya kepada orang lain, dan diperuntukkan bagi orang yang
membutuhkan dengan niat tabarru¶ (prinsip sukarela dan tidak tujuan komersial),
(5). Bank Mata diperbolehkan apabila proses pengambilan dari donor dan pemanfaatannya
kembali sesuai dengan aturan syari’ah.
Dari lima item keputusan Ijtima’ Ulama Komisi
Fatwa se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang di atas yang menjadi
permasalahan dan perlu kajian yang mendalam adalah hukum diperbolehkannya
wasiat donor kornea mata kepada orang lain.
Secara eksplisit, al-Qur’an dan
as-Sunnah tidak memberikan keterangan hukum secara tegas mengenai wasiat donor
kornea mata kepada orang lain. Oleh karena itu, secara ijtihadiyah, sudah pasti
akan menimbulkan banyak perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Ichwan Sam, et. al., Ijma¶Ulama (Keputusan
Ijtima¶Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009), Jakarta: Majlis Ulama
Indonesia, 2009, hlm. 72-73.
Pendapat ulama yang tidak
membolehkan wasiat donor kornea mata kepada orang lain beralasan bahwa wasiat
mengenai organ tubuh mayit untuk diberikan dan dicangkokkan kepada orang yang
memerlukan tidak sah (batal), karena tidak memenuhi syarat-syarat wasiat yang
antara mutlaqi milki.
Menurut syara’ organ mayit itu
hak Allah bukan milik seseorang.
Dalam Tafsir Baidhawi dinyatakan Allah SWT
berfirman ³dan Aku (Syaitan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah SWT) lalu
benar-benar mereka mengubahnya´ (An-Nisa’:119) mulai dari bentuk wajahnya,
potongan tubuhnya atau sifatnya. Termasuk dalam hal ini adalah pencungkilan
mata pada binatang, pengebiran hamba sahaya, pembuatan tato dan pergantian kelamin
dan lain sebagainya.
Manusia merupakan makhluk yang dihormati dan
dimuliakan oleh Allah SWT.
Sebagaimana firmannya dalam surat al-Isra’
ayat 70: Artinya: ³Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam´.(QS.
al-Isra’: 70) Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqaha; Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul
Ulama (1926-2004 M), Surabaya: Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur,
2007, Cet. III, hlm. 430.
Nasiruddin Abi Sa’id Al-Badhawi, Tafsir
Baidhawi, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, 1988, hlm. 117-118.
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 143.
Departemen Agama RI, Al-Qur¶an dan
Terjemahannya, Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1984, hlm. 435.
Pemuliaan ini tidak berakhir
dengan pisahnya nyawa dari badan. Karena itu jenazah juga tetap harus
dihormati, bahkan tulang-tulang yang ditemukan ketika ditemukan dalam
penguburan jenazah pun tetap harus diperlakukan dengan baik.
Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda: Artinya:
³Dosa merusak tulang mayat sama dengan merusak tulang orang yang masih hidup.´
(HR. Abu Dawud) Adanya perbedaan pendapat antara ulama tentang hukum wasiat
donor kornea mata di Bank Mata, maka fatwa MUI ini tentunya diharapkan dapat menjawab
persoalan yang ada di masyarakat agar tidak terjadi kontroversi yang
menimbulkan perpecahan.
Berdasar latar belakang di atas,
penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai hukum wasiat donor kornea mata.
Supaya masyarakat yang ingin mengetahui suatu hukum yang belum pasti hendaknya
tidak menelan secara mentah-mentah fatwa atau informasi yang diperoleh tanpa mengetahui
pertimbangan dan dasar istinbathyang digunakan dalam pengambilan putusan. Oleh
karena itu, penulis mengambil skripsi yang berjudul ”Studi Analisis Keputusan
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ahmad
Rofiq, loc. cit.
Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ad , Sunan Ibn
Dawud, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, tt., hlm. 421.
Ulama Indonesia Se Indonesia III
Tahun 2009 Di Padangpanjang tentang Diperbolehkannya Wasiat Donor Kornea Mata
Di Bank Mata”.
B. Rumusan Masalah.
Bertitik tolak dari uraian di
atas, maka timbul rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Apa
yang menjadi latar belakang keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang tentang diperbolehkannya
wasiat donor kornea mata di Bank Mata? 2. Bagaimana metode istinbathhukum yang
digunakan dalam pengambilan keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang tentang diperbolehkannya
wasiat donor kornea mata di Bank Mata? C. Tujuan Penelitian Dalam penulisan
skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis, diantaranya: 1.
Untuk mengetahui latar belakang keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang tentang
diperbolehkannya wasiat donor kornea mata di Bank Mata.
2. Untuk mengetahui metode
istinbathhukum yang digunakan dalam pengambilan keputusan Ijtima’ Ulama Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia se Indonesia III tahun 2009 di Padangpanjang
tentang diperbolehkannya wasiat donor kornea mata di Bank Mata.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi