BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Islam
merupakan satu-satunya agama yang bisa dikatakan sempurna dimuka bumi ini, hal ini terbukti dengan
ajaran-ajaranya yang mengatur dalam
semua lini kehidupan.
Islam mengatur bagaimana tata
cara agar manusia bisa mencapai kesuksesan tidak hanya didalam dunia tapi lebih dari itu, bagaimana agar manusia bisa
mencapai kesuksesan di akhirat.
Islam menyadari
sepenuhnya bahwa antara
kehidupan dunia dan
akhirat harus terjadi
keseimbangan, oleh karenanya
diantara keduanya tidak
ada satu yang
lebih diutamakan. Krisis
yang menghantam dunia
dan Indonesia seolah
menjadi satu bukti nyata bahwa
kembali kepada ajaran-nya
merupakan solusi nyata
dari berbagai masalah yang tiada pernah henti melanda negeri ini,
termasuk diantaranya masalah ekonomi dan keuangan.
Perkembangan lembaga-lembaga keuangan
syari’ah tergolong cepat,
salah satu alasannya
adalah karena keyakinan
yang kuat dikalangan
masyarakat muslim bahwa perbankan kovensional
itu mengandung unsur
riba yang dilarang
agama Islam.
Rekomendasi hasil
loka karya utama
bunga tentang bunga
bank dan perbankan
itu ditujukan kepada Majelis
Ulama Indonesia (MUI) kepada pemerintah dan seluruh umat Islam.
Perkembangan
perbankan syari’ah di
Indonesia juga diperkuat
dengan munculnya UU No. 10 Tahun
1998 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun
1997 Tentang Perbankan, hal itu
disebutkan bahwa sistem perbankan syari’ah dikembangkan dengan tujuan :
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta :
Ekonisia, 2003, hlm. 32 1.
Memenuhi kebutuhan dan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga.
2. Membuka
peluang pembiayaan bagi
pengembangan usaha berdasarkan
prinsip kemitraan.
Dalam
Bank Syari’ah hubungan
antara Bank dengan
nasabah bukan hubungan debitur
dengan kreditur, melainkan
hubungan kemitraan antara
penyandang dana (shohibul
maal) dengan pengelola
dana (mudhorib), oleh
karena itu tingkat
laba Bank Syari’ah tidak saja berpengaruh terhadap
tingkat hasil untuk para pemegang saham tetapi juga
berpengaruh terhadap tingkat
bagi hasil yang
dapat diberikan kepada
nasabah penyimpan dana.
Hubungan kemitraan ini
merupakan bagian yang
khas dari proses berjalannya mekanisme Bank Syari’ah.
Secara
umum lembaga keuangan
syari’ah telah menawarkan
berbagai macam produk
yang dimilikinya, salah
satunya yaitu menggunakan
akad jual beli.
Dari sekian banyak itu
ada jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran
pokok dalam pembiayaan
modal kerja dan
investasi dalam perbankan
syari’ah yaitu Bai’
al Murabahah.
Murabahah berasal dari kata
“ribh” yang berarti keuntungan.
Murabahah adalah transaksi jual
beli di mana
bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual diambil dari harga beli bank dari pemasok ditambah dengan keuntungan.
Dalam
perkembangan Bai’ al
Murabahah, cara pembayaran
murabahah dapat dilakukan
secara angsuran. Penelitian
ini dimaksudkan untuk
mengetahui pelaksanaan akad murabahah multiguna di Bank Tabungan
Negara Kantor Cabang Syariah Semarang (BTN KCS
Semarang). Dalam melengkapi
data yang diperoleh
dari penelitian Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan
Syari’ah, Edisi 2, Ekanisa, Yogyakarta Adiwarman
Karim,Bank Islam:Analisis Fiqih dan keuangan,Jakarta:IIIT,2003,hal 86 kepustakaan,
perlu didukung dengan penelitian lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di BTN KCS Semarang, yang diambil dengan cara
Wawancara ataupun dengan cara melihat langsung praktiknya
secara langsung menggunakan
pembiayaan tersebut dengan
guna untuk memenuhi
kebutuhan kita. Pelaksanaan
murabahah multiguna di
BTN KCS Semarang
juga telah sesuai
dengan prinsip syariah,
karena telah terhindar
dari Unsur Maisir,
Gharar, Riba dan
Bathil. Unsur maisir
(untung-untungan) dapat dihilangkan dengan adanya kepastian proyek dan tingkat
pengembalian yang jelas, sesuai dengan akad yang
telah disepakati pada
awal kerjasama, unsur
gharar (ketidakpastian) dalam penerapannya
dapat dihindari dengan adanya kepastian
angsuran pembayaran, unsur riba (bunga)
dapat dihilangkan dengan konsep jual
beli dan unsur bathil (ketidakadilan) dapat dihindari dengan adanya kejelasan mengenai
harga obyek yang akan dibeli oleh nasabah dan keuntungan yang diambil oleh BTN KCS
Semarang. Dari seluruh pemaparan diatas,
dapat
diambil kesimpulan bahwa
produk murabahah multiguna
BTN KCS Semarang secara
komprehensif telah sesuai
syariat Islam Kata
kunci: Murabahah Multiguna
dan Prinsip-Prinsip Syariah.
Oleh karena itu,
penulis menggunakan judul
“ANALISIS PELAKSANAAN ANGSURAN
PEMBIAYAAN MULTIGUNA BTN
SYARIAH CAB. SEMARANG” sebagai
obyek penulisan tugas akhir.
1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang masalah diatas,
ada permasalahan pokok
dalam penyusunan tugas akhir “
Prosedur pelaksanaan pembiayaan multiguna BTN Syariah cab.
Semarang” dengan penjabaran
sebagai berikut; 1. Bagaimanakah prosedur
pengajuan pembiayaan Multiguna
di BTN Syariah
cab.
Semarang? 2.
Bagaimanakah teknik perhitungan
margin dan angsuran
pada pembiayaan murabahah? 3.
Analisis akad murabahah yang diterapkan sudah sesuai dengan prinsip
syariah? 1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penyusunan tugas akhir ini, antara lain: 1.
Untuk mengetahui bagaimana
prosedur pengajuan pembiayaan
Multiguna di BTN Syariah
cab. Semarang 2. Untuk mengetahui
bagaimana teknik perhitungan
margin dan angsuran
pada pembiayaan murabahah.
4. Untuk mengetahui solusi akad yang digunakan
guna untuk kejelasan.
1.4.Manfaat Manfaat penulisan
tugas akhir ini untuk berbagai pihak, di antaranya: 1. Bagi Penulis - Dapat
menambah wawasan dan
pengetahuan tentang prosedur
pengajuan pembiayaan dan
penentuan keuntungan (marjin) pada pembiayaan Murabahah.
-
Untuk memenuhi tugas
dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar
Ahli Madya dalam ilmu perbankan
syari’ah.
2. Bagi Lembaga Keuangan Syariah - Sebagai bahan evaluasi dalam upaya
pengembangan produk yang lebih baik.
-
Dapat memperkenalkan eksistensi
lembaga dimata masyarakat luas serta dapat digunakan sebagai masukan.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi