Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN NISHAB ZAKAT TANAMAN PADI DI DESA KEDUNGWUNGU

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Semua  orang,  mengharapkan  kehidupan  dunia  dan  akhirat  yang  bahagia. Di dunia, mereka mendambakan hidup yang layak dan berkecukupan. Kebutuhan primer seperti pangan, pakaian dan tempat tinggal dapat terpenuhi. Namun,  dalam  kenyataannya,  karena  berbagai  hal,  banyak  dari  kita  belum  mampu  merealisasikan  hal  di  atas.  Hal  ini  bisa  terjadi  karena  lapangan  pekerjaan  yang  tersedia,  lebih  sedikit  dari  pada  stok  tenaga  kerja  aktif,  kurangnya  skill  (ketrampilan) dan bisa juga system yang kurang mendukung  masyarakat  kebanyakan.  Kebahagiaan  akhirat  jauh  lebih  mahal  dan  sulit.

Kegagalan  mendapatkannya  membuat  kita  sengsara  selamanya.  Ia  tidak  bisa  diraih  dengan  harta  dan  tahta.  Ia  hanya  bisa  diraih  dengan  menggapai  ridha  Allah SWT;  dengan bertakwa kepada-Nya.
Dalam Islam, ada solusi untuk mendapatkan kemenangan di dunia dan  kebahagiaan  di  akhirat.  Salah  satu  solusi  tersebut  adalah  zakat.  Karenanya,  kesadaran  berzakat  hendaklah  ditanamkan  kepada  setiap  pribadi  muslim,  sehingga  pada  suatu  saat,  ketika  seorang  muslim  hidup  berkecukupan  dan  telah  mencapai  nishab,  jiwanya  tergerak  dan  terpanggil  untuk  menunaikan  ibadah  zakat.
 Zakat  dipercaya  mampu  menjadi  instumen  untuk  meraih   . Abdul Rosyad Shiddiq, Syaikh Hasan Ayyub ; Fiqh Ibadah, terj, Fiqh  Ibadah, Sebuah  Pengantar, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2004, hal. Vii.
 .   M.  Ali  Hasan,  Zakat  dan  Infak;  Salah  Satu  Solusi  Mengatasi  Problem  Sosial  di  Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-2, 2006, hal. 3 – 4.
 keberhasilan  dunia  dan  kebahagiaan  di  akhirat.
 Karena  zakat  memiliki  hikmah  yang  dapat  dikategorikan  dalam  dua  dimensi;  dimensi  vertikal  dan  dimensi  horizontal.
 Satu  sisi,  zakat  menjadi  perwujudan  ibadah  seseorang  kepada  Allah  SWT,  sisi  lain,  juga  sebagai  bentuk  perwujudan  dari  rasa  kepedulian  sosial.  Bisa  dikata,  seseorang  yang  menunaikan  ibadah  zakat,  dapat  mempererat  hubungannya  kepada  Allah  (hablun  min  Allah)  dan  hubungan  dengan  sesama  manusia  (hamblun  min  annas).  Dengan  demikian,  inti zakat adalah pengabdian kepada Allah SWT dan juga pengabdian sosial.
 Sebenarnya,  zakat,  dengan  berbagai  nama  dan  variannya,  telah  berkembang  jauh  sebelum  Islam  ada.  Terutama,  di  kalangan  suku  yang  beragama.
 Dalam Syari‟atnya Nabi Musa misalnya, meski belum lengkap dan  hanya  dikenakan  pada  kekayaan  yang  berupa  hewan  ternak,  zakat  sudah  dikenal  dan  diwajibkan.  Hewan  peliharaan  seperti  unta,  kambing  dan  sapi  wajib dizakati sebesar 10 % dari nishab yang telah ditentukan,  Bangsa  Arab  Pra  Islam  (Jahiliyah)  menamakan  zakat  dengan  system  shadaqah  khusus.
 Sebagaimana  yang  termaktub  dalam  al-Quran,  Surat  AlAn‟am ayat 136:  . Abdul Rosyad Shiddiq, Opcit.,  . Asnaini, Zakat Produktif; dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,  2008, hal. 1.
 . Ibid.
 .  Ahmad Azhar Basyir,  Hukum Zakat, Yogyakarta, Majlis Pustaka PP Muhammadiyah,  Cet. Ke-1, 1997, hal.
 . Ibid.
 . Ibid, hal. 3    “Dan  mereka  memperuntukkan  bagi  Allah  satu  bagian  dari  tanaman  dan  ternak  yang  telah  diciptakan  Allah,  lalu  mereka  berkata  sesuai  dengan  persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami."  Maka  saji-sajian  yang  diperuntukkan  bagi  berhala-berhala  mereka  tidak  sampai  kepada  Allah;  dan  saji-sajian  yang  diperuntukkan  bagi  Allah,  maka  sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka  . Amat buruklah ketetapan  mereka itu.”  Shadaqah  yang  melatarbelakangi  kemusyrikan  di  kalangan  Bangsa  Arab Jahiliyah tersebut, setelah Islam datang, diubah menjadi shadaqah yang  kemudian  berubah  lagi  menjadi  zakat.  Seperti  yang  kita  ketahui,  zakat  kemudian diangkat derajatnya oleh Allah SWT menjadi salah satu dari Rukun  Islam.
Zakat adalah Rukun Islam yang bercorak kemasyarakatan. Yang tujuan  akhirnya  adalah  keadilan  dan  atau  kesejahteraan  Sosial.  Dalam  al-Qur‟an,  banyak  ayat  yang  menyebutkan  perihal  zakat  dengan  ungkapan  yang  beranekaragam, yang tak jarang, disertai juga dengan ancaman bagi kita yang  mengabaikan  kewajiban  membayar  zakat.  Penggalan  Surat  al-Baqarah  Ayat   .  Menurut  yang  diriwayatkan  bahwa  hasil  tanaman  dan  binatang  ternak  yang  mereka  peruntukkan  bagi  Allah,  mereka  pergunakan  untuk  memberi  makanan  orang-orang  fakir,  orangorang  miskin,  dan  berbagai  amal  sosial,  dan  yang  diperuntukkan  bagi  berhala-berhala  diberikan  kepada  penjaga  berhala  itu.  Apa  yang  disediakan  untuk  berhala-berhala  tidak  dapat  diberikan  kepada fakir miskin, dan amal sosial sedang sebagian yang disediakan untuk Allah (fakir miskin  dan  amal  sosial)  dapat  diberikan  kepada  berhala-berhala  itu.  Kebiasaan  yang  seperti  ini  amat  dikutuk Allah.
 .  Departemen  Agama  Republik  Indonesia,  Al-Qur’an  dan  Terjemahannya,  Jakarta,  Departemen Agama RI, 2002. hal.147   110  misalnya,  menyertakan  kewajiban  zakat  sesudah  kewajiban  mendirikan  Shalat:  “Dan dirikanlah Shalat serta tunaikanlah Zakat…  Surat al-Mu‟minun Ayat 1 – 4 mengajarkan:  “Sesungguhnya  beruntunglah  orang-orang  yang  beriman,  (yaitu)  orangorang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri  dari  (perbuatan  dan  perkataan)  yang  tiada  berguna,  dan  orang-orang  yang  menunaikan zakat,”  Surat Maryam Ayat 31 menceritakan tentang jawaban Nabi Isa kepada  orang – orang Yahudi:  “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada,  dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat  selama aku hidup”  Demikian  juga,  Surat  Maryam  Ayat  55  yang  memuji  Nabi  Ismail,  Surat al-Anbiya‟ Ayat 73 menceritakan perihal anak keturunan Nabi Ishaq dan  Nabi  Ya‟qub  AS,  Surat  al-Hajj  Ayat  41  yang  memperingatkan  pengusiran  orang  kafir  terhadap  mukmin  dari  kampung  halaman  mereka,  padahal  jika   . Ibid., hal.
 . Ibid., hal. 3  . Ibid., hal. 308   mereka diberi kekuasaan, akan menegakkan shalat, menunaikan zakat dan lain  sebagainya. Surat al-Maidah Ayat 12 dan masih banyak ayat –  ayat lain yang  menerangkan  tentang  segala  sesuatu  yang  berkenaan  dengan  zakat.  Dengan  demikian, bisa  diambil kesimpulan, bahwa dalam Islam, zakat sangat penting  dan mempunyai strata kelas yang cukup tinggi. Ia masuk dalam Rukun Islam  yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Bahkan, dalam beberapa riwayat  disebutkan bahwa mukmin yang mengingkari menunaikan zakat, “dicap” kafir  dan  yang  menentangnya  halal  darahnya  (dibunuh)  hingga  dia  menunaikan  kewajiban zakat.
 Salah  satu  dari  lima  pondasi  yang  sangat  menentukan  kokoh  dan  tegaknya  Agama  Islam,  zakat  belum  dilaksanakan  dengan  baik  dan  benar,  sebagaimana  Rukun  Islam  yang  lain,  terutama  di  Negara  kita  tercinta  ini.
Padahal,  dalam  zakat  terkandung  banyak  nilai  sosial  yang  luar  biasa,  selain  juga mampu mensucikan harta kita, zakat mampu membawa  kita untuk saling  menolong,  gotong  royong  dan  menjalin  persaudaraan  dengan  sesama.  Zakat  mampu  menjadi  instrumen  paling  efektif  untuk  menyatukan  umat  manusia  dalam naungan kecintaan dan kedamaian hidupnya di dunia untuk menggapai  kabaikan di akhirat.
 Setiap  muslim  mempunyai  kaitan,  ikatan  dan  hubungan  serta  kekerabatan  dengan  saudara–saudaranya.  Semua  itu  menuntut  adanya  kejujuran, keikhlasan dan pengorbanan. Dengan menunaikan zakat, kita baik  langsung  maupun  tidak,  telah  membangun  tatanan  sosial  yang  baik,   . Fiqh al-Sunnah Li al-Syaikh Sayyid Sabiq, Jilid I, hal. 2  .  Hikmat  Kurnia,  Panduan  Pintar  Zakat;  Harta  Berkah,  Pahala  Bertambah,  Jakarta,  QultumMedia, 2008, hal.viii   memberikan  hak  –  hak  saudara  kita  yang  selama  ini  tertahan,  menegakkan  Agama Islam dan menolong saudara kita yang lemah dan membutuhkan.
Secara garis besar, zakat dibagi atas dua macam; zakat mal atau zakat  harta dan zakat fitrah atau zakat diri. Zakat harta ditunaikan setelah harta yang  dimiliki  memenuhi  syarat  yang  ditentukan  (nishab).  Sedang  zakat  fitrah  ditunaikan saat bulan ramadhan, terutama saat akhir bulan.
Nishab  bisa dikata sebagai sebuah standar yang ditetapkan dan dipakai  oleh Islam (hukum syara’) untuk menentukan batas minimal dari sebuah harta  yang  wajib  dizakati.  Jika  harta  tersebut  kurang  dari  nishab  yang  ditentukan,  maka  tidak  diwajibkan  untuk  dizakati.
 Dalam  Islam,  Nishab  suatu  harta  bermacam  –  macam, satu harta dengan harta lain, kali sering berbeda jumlah  dan aturan nishab-nya.
Selain telah sampai  nishab, Islam juga menentukan macam  –  macam  harta  yang  wajib  dizakati.  Zakat  Harta  –  harta  tersebut  dimasukkan  dalam  katagori zakat mal. Salah satu jenis zakat mal tersebut adalah zakat tumbuh  – tumbuhan. Zakat tumbuh  –  tumbuhan dibagi menjadi dua; buah  –  buahan dan  biji  –  bijian (bahan makanan). Dalam hal ini, semua bahan makanan pokok,  menginduk (di-qiyas  -kan dengan) gandum. Karena gandum adalah salah satu   . Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang, Pustaka Rizki Putra, Cet. Ke -2, Edisi  Ke-3, 2010, hal. 33.
 . Qiyas adalah menganalogikan suatu ketentuan hukum dari suatu kasus yang belum ada  ketentuan  hukumnya  kepada  suatu  hukum  yang  ditegaskan  dalam  nash  karena  ada  persamaan  „illat.  Lebih  jelas  lihat  Ahmad  Rofiq,  Fiqh  Kontekstual;  dari  Normatif  ke  Pemaknaan  Sosial ,  Yogyakarta, kerja sama Pustaka Pelajar dan LSM DAMAR Semarang, 2004, hal. 265. Lihat juga  Ibn al-Qayyim al-Jauziyah,  I’lam al-Muwaqqi’in, Juz 1, Beirut,  Dar al-Fikr, Hal. 86. Lihat juga  Abdul  al-Wahab  Khallaf,  I’lm  Ushul  al-Fiqh,  Jakarta,  Maktabah  Dar  al-Da‟wah  al-Islamiyah  Syabab al-Azhar, 1990, hal. 52.
 bahan makanan pokok Bangsa Arab; bangsa di mana Islam lahir dan tumbuh  berkembang hingga ke seluruh pelosok dunia.
Masyarakat Indonesia tidak menjadikan gandum sebagai bahan makan  pokok,  karena  gandum  jarang  ditanam  di  negeri  “zamrud  khatulistiwa”  ini.
Negara dengan berpenduduk muslim terbesar di dunia ini lebih memilih padi  (beras),  jagung,  ketela  dan  sagu  sebagai  makanan  pokok,  karena  tanaman  – tanaman  di  atas,  mudah  ditanam  di  Indonesia  dan  telah  menjadi  bahan  makanan pokok sejak dahulu kala.
Karenannya,  zakat  tanaman  jagung,  padi,  sagu  dan  ketela  (terutama  tanaman  padi)  disamakan  dengan  gandum;  jika  penanamannya  memakai  sistim  pengairan  atau  irigasi,  dimana  petani  dikenakan  biaya  tambahan  penggunaan air, zakatnya 5 %. Sedang  yang tidak diairi  (tadah hujan); tidak  dikenai biaya penggunaan air, zakatnya sebesar 10%. Sementara untuk nishab,  tanaman jagung, padi, sagu dan ketela dizakati jika lebih dari lima (5)  sha’.
  . Satuan  Sha’  Nabawi adalah timbangan resmi yang dipakai Nabi saw. Menurut Imam  Syafi‟i dan Ulama Hijaz, satu  sha’  sama dengan 4  mud  (= 51/3 liter) atau  hafanah  besar (=2,75  liter atau 2.176 gram). Dengan keyakinan bahwa satu  mud = 1 1/3 liter (Iraqi), satu hafanah adalah  satu tadah dengan dua tangan. Menurut Abu Hanifah dan Ulama Ira k, = 8 liter dengan anggapan  bahwa satu mud = 2 liter, berarti setara dengan 3.800 gram. Sumber lain mengatakan bahwa 1 sha’ = 2.751 gram. Sedang menurut Imam Nawawi = 658 Dirham, untuk 1 liter = 128 dan 4 ½ dirham.
Menurut Husein Sahata, pasar menganggap bahwa 60 Sha’  =50 Kailah Mesir = 4 Aradib = 1.440  liter  =  653  kg.  lebih  jelas  lihat  Arif  Mufraini,  Akuntanasi  dan  Menajemen  Zakat;  Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta, Prenada Media Agroup, 2006,  Hal.  81.  Hal  ini  sedikit  berbeda  dari  yang  dinyatakan  oleh  Asnaini  dalam  bukunya:  Zakat  Produktif;  dalam  Perspektif   Hukum  Islam,  Yogyakarta,  Pustaka  Pelajar  bekerja  sama  dengan  STAIN Bengkulu, 2008, hal. 38  –  41. Di situ, Asnaini menampilkan  tabel yang bersumber Dari  Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan, Pengelolaan  Zakat, Jakarta, 1999, yang menyatakan bahwa  nishab  tanaman padi adalah 1.350 Kg saat masih  berbentuk gabah, dan 750 Kg  ketika sudah  menjadi  beras. Namun, Kompilasi Hukum  Ekonomi  Syari‟ah (KHES) menyatakan bahwa  nishab  zakat tanaman padi adalah 1.481 kg gabah atau 815  kg beras. Lebih jelas lihat:  Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), Jakarta, PPHIMM, Edisi  Revisi; XXII, 2009, hal 209.
 Dan diantara tanaman makanan pokok yang ada, tanaman padi lebih diminati  oleh masyarakat Indonesia ketimbang lainnya.
Untuk itulah, sebagai makanan pokok, maka jagung, ketela, sagu dan  (terutama) padi  wajib dizakati. Namun,  yang menjadi kendala adalah bahwa  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  bukanlah  sebuah  Negara  Islam.
Karenannya,  dalam  undang  –  undang  yang  berlaku,  zakat  bukanlah  suatu  kewajiban. Meski demikian, jika petani yang menanam bahan makanan pokok  tersebut  adalah  seorang  muslim,  maka  dia  wajib  menunaikan  zakat  tanaman  makanan pokok (tanaman yang mengenyangkan), sesuai yang ditentukan oleh  hukum syara’ tentunya.
Dengan  alasan  apapun,  di  mana  pun  dia  tinggal,  zakat  tanaman  makanan  pokok  yang  telah  mencapai  nishab  adalah  wajib.  Hal  ini  harus  dimengerti dan disadari oleh setiap muslim. Pertanyaannya adalah, selama ini,  apakah  setiap  muslim  (khususnya  petani)  tahu  dan  melaksanakan  kewajiban  zakat  tersebut?  Jikalau  mereka  menunaikan  zakat  tanaman  padi,  apakah  volume atau jumlah zakat yang mereka tunaikan sesuai dengan ketentuan? Berdasarkan  hal  di  atas  itulah,  penulis  tertarik  dan  bermaksud  untuk  meneliti  penunaian  sebuah  Sub  Zakat  Mal  /  Harta  pada  sebuah  komunitas  (desa) yang 100 % warganya beragama Islam. Selama ini, apakah penunaian  zakat yang dilakukan oleh komunitas tersebut telah sesuai dengan  nishab  dan  aturan  –  aturan  lain  yang  telah  ditetapkan  oleh  Syara’  atau  belum.  Untuk  menspesifikasikan  permasalahan  dan  tempat  penelitian,  penulis  mengambil   sub  zakat  tentang  penunaian  zakat  tanaman  padi  di  Desa  Kedungwungu  Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi