BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kemuliaan
seorang manusia bergantung
kepada apa yang dilakukannya. Ajaran
inilah yang ditekankan
oleh Islam, esensi
ajaran tersebut menurut
para Ulama’ dan
Cendekiawan mengandung makna bahwa
pandangan hidup (worldview) seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai
sistem hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, yang
menjanjikan kesejahteraan dan
keselamatan dunia dan
akherat.
Keseimbangan (equilibrium)
antara ibadah dan mu’amalah
ini hanya mampu ditampilkan dalam wajah Islam.
Al-Quranmemang tidak merinci
dalam satukonsep ekonomi teoritis praktis, tetapi selalu memberikan motivasi
kepada umatnya untuk sejahtera di
bidang ekonomi.
Salah
satu buktinya, dalam
al -Quran terdapat konsep komersial sebanyak dua puluh macam terminologi, yang diulang sebanyak 370
kali.
Hal
ini menunjukkan sebuah
manifestasi adanya spirit
yang bersifat komersial dalam al
-Qur’an.
Setiap
individu memiliki dorongan untuk
melakukan kegiatan yang memiliki tujuan.
Dorongan-dorongan untuk melakukan
suatu kegiatan ini Alwi
Shihab, Islam Inklusif ;Menuju Sikap terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997, hal. 172-173.
Moch.
Khoirul Anwar, Eksistensi
Lembaga Keuangan Mikro
(Studi Tentang Eksistensi Bayt al-Maal
wa al-Tamwiil dan
Koperasi Simpan Pinjam
Dalam Pemberadayaan Ekonomi Umat di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur), Tesis,
Surabaya: UIN Sunan Ampel, hal. 14.
A. Qodri
Azizy, Membangun Fondasi
Ekonomi Umat; Meneropong
Prospek Berkembangnya Ekonomi
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 23.
xvi disebut dengan
motivasi. Motivasi ini
tidak terlepas dari
dorongan yang berasal dari dalam maupun luar individu. Tidak
jarang dorongan-dorongan ini menjadi
sebuah gerakan yang
sifatnya kolektif, massif
dan melibatkan banyak massa. Hal ini terjadi di dalam sebuah
komunitas individu-individu yang mempunyai
kesamaan tujuan dan
alasan, sebagai contoh adalah organisasi
kemahasiswaan, organisasi keagamaan,
perusahaan, komunitas pengusahadan lain sebagainya.
Pengaruh spiritual atau keagamaan mendasari perilaku manusia yang akhirnya
menjadi motif manusia
dalam bertindak, adalah sebuah
naluri dasar yang
dimiliki oleh setiap
manusia. Tindakan yang demikian
selain memperoleh keberkahan
serta kesenangan dunia,
juga ada yang
lebih penting yaitu
merupakan jalan atau
tiket dalam menentukan
tahap kehidupan seseorang
di akh erat kelak, apakah masuk
golongan ahli surga atau
sebaliknya.
Keterkaitan yang kuat antara
agama Islam dengan aktivitas ekonomi umat
merupakan kegiatan ekonomi dalam
Islam, meskipun konkri tnya adalah
kegiatan untuk mendapatkan
kecukupan materi, tidak
dapat dilepaskan dari kehidupan
sesudah mati dan
akan tetap dipertanggung jawabkan di
hadapan Tuhan.
Islam
tidak mengajarkan sistem
ekonomi yang komprehensif, tetapi
Islam mengajarkan landasan etika dan moral bagi para
pemeluknya yang akan
melakukan kegiatan ekonomi.
Islam mempunyai prinsip mengajarkan kebaikan
dan mengatur kehidupan Munawar Ismail, Islam Kapitalisme dan Sosialisme. Studi
Komperatif Sistem Ekonomi, Jurnal
Lintasan Ekonomi, Edisi khusus Januari-April, Malang: Lembaga Penerbit FE
Unibraw, 1997, hal. 22.
xvii umatnya di dunia dan di
akhirat. Prinsip etika ekonomi
hakikatnya adalah menjalankan bisnis
yang jujur sesuai
dengan aqidah agama.
Pendapat
ini didukung pula pendapat Burhan
bahwa doktrin dalam
Islam terkait erat dengan
tujuan hidup manusia yang hakiki. Oleh
karena itu, membicarakan tujuan manusia,
dilihat dari kaca
mata ekonomi, tidak
dapat lepas dari tujuan hidup.
Kegiatan ekonomi manusia
menyatu dengan status
manusia sebagai khalifah dan fungsi
manusia untuk ibadah. Sebagai khalifah
maka kegiatan ekonomi
manusia diperuntukkan guna memakmurkan seluruh penghuni
bumi seraya menjaga
kelestariannya, sedangkan dalam
ibadah kegiatan tersebut
hendaknya ditujukan untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
Dalam Islam,
seorang Muslim adalah seorang pekerja. Dalam Kitab Musnad
Achmaddisebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda Mohamad Fadhely,
Meneropong Kehidupan Ekonomi
Umat Islam, Peradapan
Islam, Kapitalis Budaya Cina di
Indonesia, Jakarta: Golden Press, 1995, hal. 14.
Umar
Burhan, Memberdayakan Ekonomi
Umat : Suatu
Kajian Konsepsional dalam Beberapa Bukti
Empiris, Jurnal Lintasan
Ekonomi, Malang: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 1997, hal. 17.
xviii Artinya: Telah
menceritakan kepada kami
Waki' dan Ibnu
Numair, keduanya berkata;
telah menceritakan kepada
kami Hisyam bin 'Urwah dari
Bapaknya dari kakeknya
Ibnu Numair berkata;
dari Zubair Radhiallahu
'anhu berkata ; Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: Seorang lelaki yang membawa
seutas tali, dia pergi ke gunung, kemudian (kembali) dengan membawa seikat kayu
bakar dan menjualnya
sehingga dia merasa
cukup dengan hasil
tersebut adalah lebih
baik baginya daripada
meminta-minta kepada manusia baik mereka memberi atau menolaknya Hadis
tersebut menunjukkan bahwa, pertama, Allah
akan memuliakan orang
yang bekerja. Seorang
Muslim tidak pantas
bermalasmalasan dalam mencari rezeki walaupun itu dengan alasan sibuk
beribadah atau tawakal kepada Allah SWT.
Tidak pantas pula mengharap sedekah dari orang
lain padahal ia
memiliki kemampuan bekerja
untuk menghidupi dirinya, memenuhi kebutuhan keluarganya, atau
orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Dalam kitab Sunan Tirmidzi disebutkan bahwaRasulullah SAW
bersabda, “Tidak halal
sedekah kepada orang
kaya dan orang
yang memiliki kemampuan yang
stabil.” Kedua, Kerendahan
dan kehinaan bagi
orang yang meminta-minta kepada
orang lain. Seorang
Muslim tidak pantas
meminta-minta kepada orang
lain. Dalam riwayat
Tirmidzi disebutkan bahwa
Rasulullah Saw bersabda,
“Orang yang meminta
sesuatu bukan kebutuhannya,
bagaikan orang yang memungut bara
api.” Etos kerja seorang Muslim dapat
dilihat dari hadis riwayat Thabrani yang
menyebutkan bahwa: Imam Achamad, Musnad
Achmad, Maktabah Syamilah, Bairut,Juz 3, hadist 1354, th, hal.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi