BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Manusia secara
alami senantiasa membutuhkan pendamping hidupnya, ketika perasaan ini tercapai
dan menemukan pasangannya maka tumbuhlah rasa cinta diantara keduanya, karena manusia
mempunyai naluri yaitu menginginkan kebahagiaan , ketenangan dan ketentram an baik wanita
maupun laki - laki , dia menyukai
kekekalan hidup walaupun pada hakekatnya telah menyadari bahwa itu tidaklah mungkin, sebab itu ia me ngharapkan
generasi penerusnya setelah ia menunggal, hal tersebut dapat dilakukan
dengan perkawinan , sebagaimana dalam firman Allah surat a l - Hujara>t [49] ayat 13.
’’Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.’’ Dalam ayat tersebut
Allah menciptakan laki - laki dan perempuan berbangsa dan bersuku - suku supaya
saling mengenal, maksudnya diciptakan laki laki dan perempuan agar mereka
mengenal, tum buh perasaan cinta dan kasih Ali Yafie,
Menggagas Fiqih Sosial, dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah,
h.
Depag
RI, Al- Qur'an dan Terje mahnya, h. 845 sayang untuk hidup bersama dalam ikatan
perkawinan sesuai dengan aturan yang ada
dalam syari’at dan m embangun rumah tangga yang sakinah, perkawinan atau tepatnya berpasangan merupakan ketetapan ilahi
atas segala makhluk , dalam buku “ Outlines of Muhammad Law”
(Pokok- pokok Hukum Islam ), Asaf A.A Fiyzee menerangkan bahwa perkawinan
dalam pandangan Islam mengandung diantaranya
adalah mengandung Segi hukum, yaitu perkawinan itu merupakan suatu perjanjian.
Sebagaimana
dalam firman Allah SWT dalam surat a n - Nisa >’[4] ayat 21.
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami ist ri. Dan mereka (istriistrimu)
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
Dalam
pengertian tersebut, mengandung tiga karakter: a) Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa adanya
suka rela dari kedua pihak (sesuai
dengan KHI pasal 16 ayat 1 “perkawinan dilaksanakan atas persetujuan calon
mempelai” dan undang - undang No 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 1 perkawinan harus didasarkan atas persetu juan kedua mempelai).
M.
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, h.
Soemati,
Hukum perkawinan Islam dan UUP; no 1 tahun 1974, Jogjakarta, h.
Idris
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, ( Suatu
analisia dan undang -undang No I tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islamh ) h.
Depag
RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h.120 b) Kedua belah pihak yang mengikat persetujuan
itu saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian tersebut berdasarkan
ketentuan yang sudah ada hukumnya c)
Persetujuan perkawinan itu mengatur batas- batas Hukummengenai hak dan kewajiban masing - masing kedua belah pihak
dan ikatan perkawinan adalah “mi>s\a>qan
ghali>z }a”.
Dari tiga karakter tersebut, senada
dikemukakan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 dan 3, perkawinan
adalah mi>s\a>qan (perikatan).
Menurut hukum Islam adalah
perkawinan merupakan akad yang sangatkuat atau ghali>z}a untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah dan
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang saki >nah mawaddah wa rahmah.
Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-
ruum [30]ayat 21.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri- istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir.” Ada beberapa
definisi kawinyang dikemukakan ulama
fikih, teteapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun
redaksionalnya UU Perkawinan dilengkapi
KHI h., Depag RI, Al- Qur'an dan
Terjemahnya, h. 644 berbeda. Ulama Maz\ h ab Syafi’i
mendefinisikan dengan “akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri
dengan lafal nikah/kawi n atau yang semakna
dengan itu”. Ulama Maz\ hab
Hanafimendefinisikannya dengan “akad yang
memfaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang laki - laki
dan seorang perempuan selama tidak ada
halangan syara’”.
Imam Muhammad
Abu >Zahrah (w.1394/H 1974M), ahli
hu kum Islam dari universitas al
- Azha>r, berpendapat bahwa perbedaan kedua definisi diatas tidaklah bersifat prinsip. Prinsip dalam
definisi tersebut adalah nikah itu membuat seorang lelaki dan seorang wanita halal
melakukan hubungan seksual. Untuk mengompromikan kedua definisi, Abu >Zahra
mengemukakan definisi nikah, yaitu “akad yang menjadikan halalnya hubungan
seksual antara seorang laki - laki dan
seorang wanita, saling tolong menolong diantara keduanya serta menimbulkan hak
dan kewajiban antara keduanya”. Hak dan kewajiban yang datangnya dari asy-
sya>ri’(Allah SWT dan Rasulnnya).
Menurut Ahmad
Sya> fi’i al - Ma>
libari al - Fanani berpendapat “nikah adalah
suatu akad yang mengandung bolehnya bersetubuh dengan lafal inka >h atau tazwi<j ".
Seperti
kita ketahui keterkaitan seorang terhadap lawan jenisnya oleh syari'at diarahkan
kepada sebuah lembaga yang disebut perkawinan .
Pada awalnya kawin hanya merupakan konsep sederhana yaitu
konsep Abdul Aziz Dahlan… et al,
Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2 h.
Zainuddin
bin Abdul Aziz al -Malibary, Fath al-Mu'i<n, h. 99 menyatukan ????? .
Yaitu
menyatukan dua orang berlainan jenis dengan satu ikatan tertentu dan dengan
rukun dan syarat tertentu pula jika kemudian muncul model
syiga>r, mut'ah ataupun muh}allil, dikarenakan adanya perkembangan permasalahan
yang berdampak pada perkembangan pe mikiran.
Seperti halnya
dengan praktek kawin
misya>r,secara prinsipil menurut Yu>suf Qard}a>wi tidak jauh berbeda
dengan kawinbiasa, artinya segala sesuatu yang menjadi syarat dan rukun dari perkawinan bisa terdapat pula pada perkawinan misya>r, da n juga seorang laki - laki
pergi ke pihak wanita dan wanita tidak
pindah atau bersama laki - laki dirumahnya (laki - laki).
Biasanya
kawin semacam ini terjadi pada istri kedua dan laki - laki yang melaksanakan
kawin semacam ini sudah mempunyai istri yang lebih dulu tinggal bersama
dirumahnya.
Sebagaimana yang dikatakannya :
"Yaitu
perkawinandimana seorang laki - laki (suami) mendatangi kediaman wanita
(istri), dan wanita ini tidak pindah kediaman laki- laki tersebut.Biasanya, hal ini terjadi pada istri kedua, sedang laki
-laki ini memiliki istrilain di rumah yang
dinafkahinya." Al- Syarbini, Al-
Iqna', h.
Yu>suf
Qard{awi, Hadyul Isla>m Fatawi
Mu’a>shirah, terj. Abdul Hayyie al -
Kattani, dkk, h.
Yu>suf
Qard{a>wi>, Zawa>jul Misya>r
Haqi>qotuhu wa Hukmuhu …, h. 9 Tujuan kawin semacam ini adalah agar suami
dapat bebas dari kewajiban terhadap
istri keduanya untuk memberikan tempat tinggal, memberikan nafkah memberikan
hak yang sama dibanding istri yang lain (istri pertama). “Diskon” itu hanya
diperoleh oleh seorang laki - laki dan seorang wanita yang sangat membutuhkan
peran seorang suami dalam mengayomi dan melindunginya (meskipun dalam bidang
materi sang suami tidak dapat diharapkan).
.Padahal kewajiban yang paling pokok bagi
seorang suami adalah memberikan nafkah kepada istrinya, sedangkan bagi istri,
pemberian itu adalah hak yang mesti
harus diterima.
Karena
dalam ikatan perkawinan akan menimbulkan status dan peranan, sehingga akan
menimbulkan hak dan kewajiban yang berupa nafkah.
Apabila
nafkah diberikan sebagaimana mestinya,
tidak dikurangi maka akan dapat mendat angkan keharmonisan dan kebahagiaan
dalam rumah tangga. Melihat betapa
pentingnya arti nafkah, maka dalam al -
Qur'an disebutkan dalam surat al -
Baqarah ayat 233 : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang
ma`ruf”.(QS. al - Baqarah, 2: 233).
Maksud al-mawlu>d
dalam ayat di atas ialah ayah, ar
-rizq maksudnya makanan secukupnya, kiswah
artinya pakaian, sedangkan kata
al-ma'ru>f artinya Mudjab Mahalli, Menikahlah Engkau Menjadi
Kaya, h. 259.
Moh
Rifa’i, Ilmu Fiqh Islam, h.
Depag
RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 57 yang
dikenal menurut pengertian syara ’ : tidak terlampau kikir dan tidak berlebihan
- lebihan.
Sedangkan
menurut hadismuttafaqun'alaih : Dari
Aisyah r.a ia berkata: “Hindun binti Utbah isteri Abu Sufyan datang menghadap Rasulullah SAW dan berkata: “ Y a
Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan
lelaki yang kikir, tidak memberi aku nafkah yang cukup untukaku dan anak -anakku kecuali aku mengambil hartanya
tanpa sepengetahuannya, apakah demikian
aku mendapatkan dosa? Rasulullah
bersabda: Ambillah hartanya denganbaik yang cukup untukmu dan anak
-anakmu.”(Hadis Muttafaq alaihi).
Hadi s
ini menerangkan suami wajib memberikan nafkah isteri dan anakanaknya dengan
cukup, walaupun anak itu sudah besar.
Beberapa kenyataan penting tentang kelebihan laki - laki di banding
perempuan, yakni laki - laki bertanggung
jawab, atas seluruh kehidupan perempuan.
Pertama,hingga mencapai usia dewasa, perempuan menjadi tanggung jawab
ayahnya, atau orang lain yang bertindak
sebagai walinya.
Jika setelah dewasa ia dapat memperoleh
penghasilan sendiri, barulah ia membiayai
dirinya sendiri. Tetapi jika tidak, maka ayah dan walinya yang wajib menanggung kehidupannya. Kedua, dalam
perkawinan seorang wanita sama sekali tidak dibebani kewajiban memberi
mas kawin. Ketiga,seorang wanita apabila telah bersuami, seluruh kebutuhan hidupnya
menjadi tanggungan H.S.A al - Hamdani,
Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), h.
Al-H{a>fiz}
Zaki al- Di>n Abd al-Az}i>m al-Mundiriy , Mukhtas}ar S{ah}i>h} Muslim,
h.
486 suaminya, walaupun ia seorang wanita kaya.
Keempat,prialah yang berkewaji ban menanggung
seluruh kebutuhan keluarga, prialah yang dituntut untuk menyediakan tempat
tinggal dan memikul seluruh biaya yang dibutuhkan oleh anak- anaknya.
Pemberian
nafkah adalah kewajiban suami, misalnya menyediakan tempat tinggal terpisah.
Para ulama
madz|habsepakat bahwa nafkah untuk isteri itu wajib, yang meliputi tiga hal yaitu pangan, sandang dan
papan. Mereka juga sepakat besar kecilnya
nafkah tergan tung pada keadaan kedua
belah pihak.
Karena
itu, suami yang baik terten tu akan
selalu berupaya memenuhi kewajibannya, sebab dapat menambah rasa cinta kasih, melahirkan
kebahagiaan, menegakkan ketaatan, dan menaburkan
kesetiaan terhadap isteri. Tentu saja
dia akan lebih mengutamakan nafkah
keluarga sebelum memenuhi kebutuhan - kebutuhan yang lain. Bahkan sebagai suami
tidak akan merasa keberatan memberikan hadiah, baik berupa barang maupun
tambahan nafkah, kepada istrinya.
Sehingga
sebagai orang memprotes bahwa
perkawinan model ini bertentangan
dengan apa yang telah diterapkan oleh Allah SWT, sesuai dengan ketetapan - Nya. Kaum laki - laki mempunyai
hak untuk mengawasi wanita dan bertanggung jawab atas diri wanita beserta
seluruh anggota keluarga. Dalam pelaksanaan model ini, Seorang
laki - laki tidak dituntut memberikan nafkah Shalah Abdul Qadir al - Bakriy, Al-Qur'an dan
Pembinaan Insan, h. 305.
Muhammad
Jawad Mugniyah, Fiqh Lima Maz\hab, terj. Afif muhammad h.
Mudjab
Mahalli, Menikahlah Engkau Menjadi Kaya, h. 263 kepada wanita dan tidak pula berkewajiban
menyediakan tempat tinggal bagi para istrinya.
Seperti
pendapatnya Ibnu H{azm, apabila terjadi perkawinan, maka wajib nafkah, suami berkewajiban memberi nafkah
kepada istrinya semenjak adanya akad,
baik ia berniat akan membentuk rumah tangga ataupun tidak, meskipun isteri masih kanak- kanak, baik peremp uan
itu nusyu> z kepada suaminya ataupun tidak, baik si isteri itu miskin atau kaya,
masih punya ayah maupun yatim, merdeka ataupun budak, menurut kemampuannya.
Berangkat
dari pemahaman di atas menarik untuk mengkaji pemikiran seorang tokoh yang
berkompeten terhadap pemikiran hukum
Islam , yaitu Yu>suf Qard}a>wi
> yang merupakan salah satu tokoh
fiqih yang mempunyai pemikiran pemikiran tentang masalah kawin misya>r.
Pemikiran yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah “ Analisis Hukum Islam
Terhadap Fatwa Yu>suf Qard}a>wi
> TentangHal Kawin Misya>r ” Yang mana ia memfatwakan bahwa seorang suami dapat
bebas dari kewajiban terhadap isteri
nya untuk memberikan hak yang sama dibanding isteri yang lain
(isteri pertama).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi