Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT NASABAH PRODUK SIMPANAN MUDHARABAH Studi Kasus pada KJKS BMT Muamalat Rowosari, Kendal


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan di dalam hidupnya. Hal  ini  merupakan  dorongan  fitrah  yang  mutlak  dan  tidak  bisa  dihilangkan  dari  diri setiap manusia. Kebutuhan hidup itu menurut Maslow dapat digolongkan  dari  tingkat  sederhana  untuk  sekadar  bertahan  hidup  (basic  needs)  hingga  tingkat kemewahan untuk aktualisasi diri (self actualization).
Dalam  usahanya  memenuhi  seluruh  tingkatan  kebutuhan  hidup  tersebut,  manusia  memerlukan  bantuan  manusia  lainnya.  Maka,   timbullah  interaksi  dan  pembagian  tugas  yang  diwujudkan  dalam  bidang-bidang  usaha  dalam  masyarakat.  Interaksi  dalam  masyarakat  tersebut  diatur  oleh  kesepakatan  yang  tercermin  dalam  norma-norma  kemasyarakatan.  Ketika  manusia saling berinteraksi dengan fungsinya masing-masing, maka terjadilah  pertukaran, suatu transaksi, atau dengan kata lain, jual beli.
Pada mulanya jual beli dilakukan secara barter. Namun, seiring dengan  perkembangan masyarakat, jual beli memerlukan standar penetapan nilai atau  harga atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh bidang-bidang usaha tersebut.Dari sinilah uang sebagai alat tukar yang sah tercipta.

Uang sebagai alat tukar memegang peranan yang sangat penting dalam  masyarakat  modern.  Hampir  seluruh  aspek  kehidupan  manusia  tidak  dapat  dilepaskan  dari  uang.  Karena  fungsinya  sebagai  alat  tukar  ,  uang  selalu   beredar  dari  satu  orang  ke  orang  lainnya.  Semakin  lama  urusan  yang  menyangkut  uang,  semakin  berkembang  dan  bertambah  rumit,  sehingga  menyebakan masyarakat memerlukan suatu lembaga  perantara (intermediary)  yang  dapat  memperlancar  lalu  lintas  uang.  Lembaga  tersebut  kini  dikenal  dengan  bank.  Bank  adalah  suatu  lembaga  yang  mendapat  izin  untuk  mengerahkan  dana  masyarakat  berupa  pinjaman  sehingga  sebagai  perantara  nasabah penyimpan dana dan pemakai dana akhir.
 Sebagaimana  yang  kita  ketahui  bahwa  lembaga  keuangan  menurut  ketentuan perundang-undangan dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan  bank dan lembaga keuangan non bank.  Baitul Maal Wat Tamwil  merupakan  salah  satu  lembaga  keuangan  syari'ah  non  perbankan,  yang  biasa  disebut  BMT.
 (Jika  ditelusur  sejarah  BMT  dapat  dilihat  melalui  konsep  BMT  itu  sendiri yang sebenarnya sudah ada sejak zaman rasulullah saw yang dikenal  dengan nama bait al-maal dan berfungsi sebagai pengelola dana amanah dan  harta  rampasan  perang  (ghnimah)  pada  masa  awal  islam,  yang  diberikan  kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat. Namun secara  konkrit  pelembagaan  Baitul  Maal  baru  dilakukan  pada  masa  Umar  Bin  Khattab,  ketika  kebijakan  pendistribusian  dana  yang  terkumpul  mengalami  perubahan.  Lembaga  Baitul  Maal  itu  berpusat  di  ibukota  Madinah  dan  memiliki cabang di profinsi-profinsi wilayah Islam.
 Edy  Wibowo dan Untung Hendy  Widodo,  Mengapa Memilih Bank Syariah ?, Ghalia  Indonesia, Bogor, 2005, hal. 1-2.
 Ahmad Sumiyanto, BMT Menuju Koperasi Modern, Solo: ISES Publishing, 2008, hal.
15.    Di  indonesia  sendiri  Sejarah  BMT  dimulai  tahun  1984  yang  dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan  lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT  lebih  di  berdayakan  oleh  ICMI  sebagai  sebuah  gerakan  yang  secara  operasional  ditindaklanjuti  oleh  Pusat  Inkubasi  Bisnis  Usaha  Kecil  (PINBUK).
Menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan  undang-undang  No.  7  Tahun  1992  tentang  Perbankan,  Bank  didefinisikan  sebagai  badan  usaha  yang  menghimpun  dana  dari  masyarakat  dalam  bentuk  simpanan  dan  menyalurkan  kepada  masyarakat  dalam  rangka  meningkatkan  taraf  hidup  rakyat  banyak.
 Dimana  undang-undang  tersebut  juga  mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil,  juga  dengan  terbitnya  Peraturan  Pemerintah  No.  72   Tahun  1992  yang  memberikan  batasan  tegas  bahwa  bank  diperbolehkan  melakukan  kegiatan  usaha  dengan  berdasarkan  prinsip  bagi  hasil.  Maka  mulailah  bermunculan  lembaga  keuangan  yang  menggunakan  sistem  syari’ah,  seperti  Bank  Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah, BPRS-BPRS, dan Baitul Maal wat  Tamwiil (BMT).  Adapun bank umum merupakan lembaga keuangan makro,  bank perkreditan rakyat merupakan lembaga keuangan menengah, sedangkan  BMT  merupakan  salah  satu  contoh  lembaga  keuangan  mikro  yang  berlandaskan syari’ah dan berbadan hukum koperasi maka secara otomatis di  bawah pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dengan   Makhalul Ilmi,  Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,  Yogyakarta:  UII  press, 2002, hal. 112.
 demikian,  peraturan  yang  mengikat  KJKS  BMT  juga  dari  departemen  ini.
Sampai  saat  ini,  selain  peraturan  tentang  koperasi  dengan  segala  bentuk  usahanya,  KJKS  BMT  diatur  secara  khusus  dengan  Keputusan  Menteri  Negara  Koperasi  dan  Usaha  Kecil  dan  Menengah  No.
91/Kep/M.KUKM/IX/2004  tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Kegiatan  Usaha  Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang  terkait  dengan  pendirian  dan  pengawasan  KJKS  BMT  berada  di  bawah  Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
 Melihat  uraian  di  atas,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  KJKS  BMT  adalah lembaga keuangan yang beroperasi seperti  koperasi sehingga berbadan  hukum  koperasi.  KJKS  BMT  merupakan  gabungan  dari  Baitul  Maal  (Non  Komersil)   dan  Baitut  Tamwil  (komersil).  Baitul  Maal  merupakan  lembaga  keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial) yang  sumber  dananya  berasal  dari  zakat,  infaq  dan  shadaqah  (ZIS),  atau  sumber  lain  yang  halal,  kemudian  disalurkan  kepada  mustahiq  atau  yang  berhak.
Adapun  Baitut  Tamwil  adalah  lembaga  keuangan  yang  kegiatannya  menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang bersifat  profit motive (mencari keuntungan).
 KJKS  BMT  mempunyai  dua  fungsi  pokok  dalam  kaitan  dengan  kegiatan perekonomian masyarakat, yakni fungsi pengumpulan dana ( funding)  dan  fungsi  penyaluran  dana  (financing).  Sesuai  dengan  fungsi  tersebut,  melahirkan  produk-produk  KJKS  BMT,  yakni  pengumpulan  dan  penyaluran   Ahmad Sumiyanto, op.cit, hal. 15-16.
 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Ilustrasi, Yogyakarta:  Ekonisia, 2003, hal. 85.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi