BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia pembentukan KUHAP
dilakukan dalam rangka memenuhi amanat
GBHN (ketetapan MPR–RINO.4/MPR/1978) Untuk melaksanakan pembangunan dan pembaharuan hukum
guna menggantikan hukum acara pidana
yang diatur dalam HIR (Herzienze Inlandsch Reglement) sebagai warisan pemerintah kolonial Belanda
dulu.
KUHAP merupakan Hukum Acara
Pidana Nasional yang disusun berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945 dan Dasar Negara Pancasila bermuatan ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan
terhadap keluhuran harkat serta martabat
manusia yang lebih dikenal dengan sebutan hak-hak asasi manusia. Atas dasar itulah maka segala macam
sikap dan tingkah laku para pejabat
penegak hukum yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap hakhak asasi
sebagaimana terjadi pada masa berlakunya HIR harus dapat dihilangkan dan dicegah agar tidak terulang
lagi.
Namun dalam praktek Hukum selama
ini meskipun KUHAP telah berusia belasan
tahun, ternyata cita-cita hukum yang selama ini terkandung dalam KUHAP tersebut belum keseluruhan
terlaksana sebagaimana yang diharapkan.
Dari begitu gencarnya siaran dan dari banyaknya pemberitaan berbagai media masa di Indonesia, warga
masyarakat dapat dengan mudah mengetahui
terjadinya upaya penegakan hukum dalam masa berlakunya KUHAP. Dewasa ini ternyata masih diwarnai
adanya sikap dan tingkah laku pejabat
atau pelaksana penegak keadilan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan berlakunya ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan pemberian perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia yang sering kali disebut sebagai penyimpangan prosedur.
Berbicara mengenai sikap dan tingkah laku
pejabat atau pelaksana penegak keadilan,
ternyata di realita kehidupan negara hukum kita tidak jarang atau sering terjadi adanya pejabat penegak
hukum yang melakukan penyimpangan
prosedur tersebut disebabkan karena mereka memang kurang memahami atau juga kurang mendalami ketentuan-ketentuan
yang tersurat dan tersirat dalam KUHAP.
Sebagaimana kita ketahui bersama kasus tindak Pidana Koneksitas yang mana kegiatan pelanggaran
hukum tersebut dilakukan oleh mereka
yang mengemban amanat sebagai para pejabat penegak hukum dan masyarakat sipil sebagai warga negara yang
mana keduanya wajib dan patuh terhadap
ketentuan-ketentuan hukum yang sudah ada. Dalam Firman Allah telah disebutkan”Sesungguhnya kami Telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara
manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang
khianat Dan mohonlah ampun kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS:An-Nisa’105-106).
Namun pada perkembangan masyarakat modern yang
menuntut adanya spesialisasi dan
profesionalisme pada masa ini direspon oleh ajaran Islam dengan sangat positif. Artinya didalam ajaran Islam
bersifat positif terhadap tuntutan falsafah
modern bahwa profesi militer dengan profesi politik, dengan professi ekonomi, dan professi kemasyarakatan lainnya
harus menganut konsep spesialisasi dan
profesionalisme. Jadi, hubungan militer dengan politik di dalam Islam sikapnya fleksibel, mengikuti kebutuhan
masyarakat modern sesuai dengan tuntutan
tempat dan waktu tertentu. Teori-teori dan konsep-konsep tentang hubungan kedudukan militer dalam
politik (hubungan sipil dan militer) yang
selama ini kita kenal, tidak menjadi masalah dalam ajaran Islam sepanjang implementasinya tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah yang ada dalam AlQuran dan Hadis.
Dengan demikian sudah jelas bahwa perkara
Koneksitas dapat dikategorikan sebagai
masalah dalam setiap kehidupan negara hukum.
Seharusnya sebagai aparat negara
yang dipercaya masyarakat untuk mengemban
amanah di dalam urusan pertahanan negara militer dalam Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 139 Debby,M.Nasution,Kedudukan Militer Dalam
Islam Dan Peranannya, h. 4 pandangan
Eric.A.Nordlinger bahwa: Sebenarnya angkatan bersenjata atau biasa dikenal dengan nama militer, merupakan lambang
kedaulatan negara, baik dari luar maupun
dari dalam. Begitu juga dengan pendapat dari Jean Jaures, Bapak ideologi sosialisme Perancis mengatakanbahwa
perdamaian hanya bisa dijaga dengan
pertahanan yang hebat sehingga semua pikiran dan keinginan untuk melakukan agresi menjadi binasa.
Karena begitu sulit dan beratnya mengemban profesi sebagai aparat negara hukum demi
terciptanya rasa keadilan dan kedamaian
di segala sektor negara. Karena pelaku tindak pidana koneksitas bisa juga dikategorikan musuh dalam selimut negara.
Sejak 15 abad yang lalu Allah SWT
telah mewajibkan kaum muslimin untuk
membangun kekuatan militer di dalam kehidupan bernegara untuk demi terciptanya rasa keadilan dan kedamaian dan
juga sebagai persiapan menghadapi musuh
dari luar maupun dari dalam, yang jelas dan maupun yang samar.
Dalam Firman Allah SWT “Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan
itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah Ashintiya.D.Sukma.Terjemahan
Militer Kembali Ke Barak,h. 156 mengetahuinya.
apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan.)”(Qs.Al-Anfaal
60) Mengenai tindak Pidana Koneksitas
sudah diatur dalam Pasal 89/94 UU.
No. 8. Tahun 1981 tentang KUHAP
dan Pasal 198/203 UU. No. 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer. Di dalam pasal-pasal tersebut telah dinyatakan bahwa Koneksitas merupakan perbuatan tindak pidana
yang mana pelakunya (tersangka) bersama-bersama
melakukannya dari yang termasuk lingkungan Peradilan Umum (sipil) dan lingkungan
Peradilan Militer (angkatan bersenjata) yang
diperiksa oleh tim penyidik dari tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagai mana dalam pasal 6 dan polisi militer
angkatan bersenjata Republik Indonesia
dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang
berlaku untuk penyidikan perkara pidana.
Perkara Koneksitas itu sendiri memiliki sifat global bisa juga pembunuhan, korupsi, ataupun pidana yang lain.
Dengan adanya undang-undang
tersebut di atas, sudah jelas bahwa berbagai
kalangan warga negara di Indonesia tidak ada satupun yang bisa kebal akan hukum semuanya apabila telah terbukti
melakukan tindak pidana maka akan
mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya, baik dari kalangan parapejabat
penegak hukum ataupun warga masyarakat
pencari keadilan.
Depag RI, Al Quran dan Terjemahannya, h. 271 Pasal 89/94 UU.No.8 .1981 tentang KUHAP dan
pasal 198/203 UU.No.31.1997 tentang Peradilan Militer Lebih lanjut, atas dasar rumusan pada
pasal-pasal KUHAP dan KUHP tentang
Koneksitas sekali lagi dapat ditarik sedikit kesimpulan bahwa Koneksitas merupakan jenis tindak pidana yang
memiliki sifat global karena meskipun
didalamnya terdapat unsur delik (perbuatan yang dapat dipidana) yang tidak secara jelas disebutkan. Di dalam
pasal-pasal tersebut yang merumuskan tindak
pidananya apa, tetapi hanya memuat mengenai : 1.
Batasan tentang pengertian koneksitas 2. Tata
cara penyelesaian perkara tindak pidana koneksitas.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi