Selasa, 19 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KEDUDUKAN PERKARA KONEKSITAS DALAM PASAL 89/94 UU. NO. 8 TAHUN 1981 KUHAP DAN PASAL 198/203 UU. NO. 31 TAHUN 1997 PERADILAN MILITER DALAM PERSPEKTIF HUKUM ACARA PERADILAN ISLAM

BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Di Negara Indonesia pembentukan KUHAP dilakukan dalam rangka  memenuhi amanat GBHN (ketetapan MPR–RINO.4/MPR/1978) Untuk  melaksanakan pembangunan dan pembaharuan hukum guna menggantikan  hukum acara pidana yang diatur dalam HIR (Herzienze Inlandsch Reglement)  sebagai warisan pemerintah kolonial Belanda dulu.
KUHAP merupakan Hukum Acara Pidana Nasional yang disusun  berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Dasar Negara Pancasila bermuatan  ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat  serta martabat manusia yang lebih dikenal dengan sebutan hak-hak asasi  manusia. Atas dasar itulah maka segala macam sikap dan tingkah laku para  pejabat penegak hukum yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap hakhak asasi sebagaimana terjadi pada masa berlakunya HIR harus dapat  dihilangkan dan dicegah agar tidak terulang lagi.
Namun dalam praktek Hukum selama ini meskipun KUHAP telah  berusia belasan tahun, ternyata cita-cita hukum yang selama ini terkandung  dalam KUHAP tersebut belum keseluruhan terlaksana sebagaimana yang  diharapkan. Dari begitu gencarnya siaran dan dari banyaknya pemberitaan   berbagai media masa di Indonesia, warga masyarakat dapat dengan mudah  mengetahui terjadinya upaya penegakan hukum dalam masa berlakunya  KUHAP. Dewasa ini ternyata masih diwarnai adanya sikap dan tingkah laku  pejabat atau pelaksana penegak keadilan yang bertentangan atau tidak sesuai  dengan berlakunya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pemberian  perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang sering kali disebut sebagai  penyimpangan prosedur.

 Berbicara mengenai sikap dan tingkah laku pejabat atau pelaksana  penegak keadilan, ternyata di realita kehidupan negara hukum kita tidak jarang  atau sering terjadi adanya pejabat penegak hukum yang melakukan  penyimpangan prosedur tersebut disebabkan karena mereka memang kurang  memahami atau juga kurang mendalami ketentuan-ketentuan yang tersurat dan  tersirat dalam KUHAP. Sebagaimana kita ketahui bersama kasus tindak Pidana  Koneksitas yang mana kegiatan pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh  mereka yang mengemban amanat sebagai para pejabat penegak hukum dan  masyarakat sipil sebagai warga negara yang mana keduanya wajib dan patuh  terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang sudah ada. Dalam Firman Allah  telah disebutkan”Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa  kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah  wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak  bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat Dan mohonlah ampun  kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha  Penyayang”(QS:An-Nisa’105-106).
 Namun pada perkembangan masyarakat modern yang menuntut adanya  spesialisasi dan profesionalisme pada masa ini direspon oleh ajaran Islam dengan  sangat positif. Artinya didalam ajaran Islam bersifat positif terhadap tuntutan  falsafah modern bahwa profesi militer dengan profesi politik, dengan professi  ekonomi, dan professi kemasyarakatan lainnya harus menganut konsep  spesialisasi dan profesionalisme. Jadi, hubungan militer dengan politik di dalam  Islam sikapnya fleksibel, mengikuti kebutuhan masyarakat modern sesuai  dengan tuntutan tempat dan waktu tertentu. Teori-teori dan konsep-konsep  tentang hubungan kedudukan militer dalam politik (hubungan sipil dan militer)  yang selama ini kita kenal, tidak menjadi masalah dalam ajaran Islam sepanjang  implementasinya tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang ada dalam AlQuran dan Hadis.
 Dengan demikian sudah jelas bahwa perkara Koneksitas  dapat dikategorikan sebagai masalah dalam setiap kehidupan negara hukum.
Seharusnya sebagai aparat negara yang dipercaya masyarakat untuk  mengemban amanah di dalam urusan pertahanan negara militer dalam   Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 139   Debby,M.Nasution,Kedudukan Militer Dalam Islam Dan Peranannya, h. 4   pandangan Eric.A.Nordlinger bahwa: Sebenarnya angkatan bersenjata atau biasa  dikenal dengan nama militer, merupakan lambang kedaulatan negara, baik dari  luar maupun dari dalam. Begitu juga dengan pendapat dari Jean Jaures, Bapak  ideologi sosialisme Perancis mengatakanbahwa perdamaian hanya bisa dijaga  dengan pertahanan yang hebat sehingga semua pikiran dan keinginan untuk  melakukan agresi menjadi binasa.
 Karena begitu sulit dan beratnya mengemban  profesi sebagai aparat negara hukum demi terciptanya rasa keadilan dan  kedamaian di segala sektor negara. Karena pelaku tindak pidana koneksitas bisa  juga dikategorikan musuh dalam selimut negara.
Sejak 15 abad yang lalu Allah SWT telah mewajibkan kaum muslimin  untuk membangun kekuatan militer di dalam kehidupan bernegara untuk demi  terciptanya rasa keadilan dan kedamaian dan juga sebagai persiapan  menghadapi musuh dari luar maupun dari dalam, yang jelas dan maupun yang  samar.
Dalam Firman Allah SWT “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu  sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan  persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang  orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah   Ashintiya.D.Sukma.Terjemahan Militer Kembali Ke Barak,h. 156   mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan  dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya  (dirugikan.)”(Qs.Al-Anfaal 60)   Mengenai tindak Pidana Koneksitas sudah diatur dalam Pasal 89/94 UU.
No. 8. Tahun 1981 tentang KUHAP dan Pasal 198/203 UU. No. 31 Tahun 1997  tentang Peradilan Militer. Di dalam pasal-pasal tersebut telah dinyatakan bahwa  Koneksitas merupakan perbuatan tindak pidana yang mana pelakunya  (tersangka) bersama-bersama melakukannya dari yang termasuk lingkungan  Peradilan Umum (sipil) dan lingkungan Peradilan Militer (angkatan bersenjata)  yang diperiksa oleh tim penyidik dari tim tetap yang terdiri dari penyidik  sebagai mana dalam pasal 6 dan polisi militer angkatan bersenjata Republik  Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang  mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara  pidana. Perkara Koneksitas itu sendiri memiliki sifat global bisa juga  pembunuhan, korupsi, ataupun pidana yang lain.
Dengan adanya undang-undang tersebut di atas, sudah jelas bahwa  berbagai kalangan warga negara di Indonesia tidak ada satupun yang bisa kebal  akan hukum semuanya apabila telah terbukti melakukan tindak pidana maka  akan mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan apa yang telah  diperbuatnya, baik dari kalangan parapejabat penegak hukum ataupun warga  masyarakat pencari keadilan.

 Depag RI, Al Quran dan Terjemahannya, h. 271   Pasal 89/94 UU.No.8 .1981 tentang KUHAP dan pasal 198/203 UU.No.31.1997 tentang Peradilan  Militer   Lebih lanjut, atas dasar rumusan pada pasal-pasal KUHAP dan KUHP  tentang Koneksitas sekali lagi dapat ditarik sedikit kesimpulan bahwa  Koneksitas merupakan jenis tindak pidana yang memiliki sifat global karena  meskipun didalamnya terdapat unsur delik (perbuatan yang dapat dipidana) yang  tidak secara jelas disebutkan. Di dalam pasal-pasal tersebut yang merumuskan  tindak pidananya apa, tetapi hanya memuat mengenai :  1.  Batasan tentang pengertian koneksitas  2.  Tata cara penyelesaian perkara tindak pidana koneksitas.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi