BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang
menjadi hambatan riil dalam pengembangan wakaf di Indonesia adalah keberadaan na>z}ir
(pengelola) wakaf yang masih tradisional.
Ketradisionalan tersebut
dipengaruhi diantaranya kebiasaan masyarakat kita yang ingin mewakafkan sebagian hartanya dengan
mempercayakan penuh kepada seseorang yang dianggap tokoh dalam masyarakat
sekitar, seperti kyai, ulama, ustadz,
ajengan dan lain - lain untuk mengelola harta wakaf sebagai na>z }ir.
Orang yang ingin me wakafkan
harta tidak tahu persis kemampuan yang dimiliki oleh
na>z}irtersebut. Dalam kenyataannya, banyak para na>z}ir wakaf tidak mempunyai kemampuan manajerial dalam
pengelolaan tanah atau benda wakaf lainnya
serta rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia(SDM) na>z}ir wakaf sehingga harta wakaf tidak banyak manfaat bagi
masyarakat sekitar dan bendabenda wakaf banyak yang tidak terurus
(terbengkalai).
Hal ini menjadi bukti bahwa
lemahnya kemauan para na>z}irwakaf
akan menambah ruwetnya kondisi wakaf.
Naifnya lagi, jika secara sepihak hanya menguntungkan demi kepentingan pribadi yang
menyebabkan munculnya berbagai macam prolematika dalam kehidupan sosial.
Melihat konteks yang ada. Wakaf dalam
perjalanan sejarah telah banyak mengalami
pasang surut dan penyempitan arti serta fungsi. Keadaan seperti ini sangat tergantung pada situasi sosial politik
masa itu, maka wakaf masjid hanya dipahami dan digunakan tidak lebih dari
sekedar tempat shalat atau ritual saja.
Sebagai contoh kasus keberadaan
Masjid Nurul Hida yah yang berada di Dusun Sumber Jati Selatan Desa Bungbaruh Kecamatan
Kadur Kabupaten Pamekasan secara
fungsional dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan dan pembinaan umat.
Kaitannya dengan masjid sebagai
tempat ibadah umat Islam, terutama dalam
melaksanakan shalat lima waktu secara
berjamaah, juga memiliki peran strategis
dalam pembinaan ukhuwah Islamiyah dan masyarakat pada umumnya, serta memiliki
peranan utama dalam melestarikan shalat berjamaah.
Sejalan dengan perkembangan dan
penyebaran agama Islam, di si tu ada umat
Islam dipastikan disitu ada masjid. Mereka merasa terpanggil dan terketuk hatinya untuk mendirikan masjid.
Maka, warga muslim Dusun Sumber Jati Selatan
Desa Bungbaruh Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan bergotong royong membangun
sebuah tempat peribadatan yang terletak
tidak jauh dari lembaga pondok pesantren yang Achmad Dunaidi, Thobieb Al-Ashar, 2006, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat. (Pancoran
Jakarta Selatan 12740: Mitra Abadi Press) hal. 54.
http://www.bimasi slam.net 15 June 2007 Oleh:
Ahmad Buwaethy ada sekarang. Tampak bentuk bangunan itu
seperti rumah yang terbuat dari kayu, bukan
layaknya masjid model masa kini. Konon, menurut warga setempat bangunan yang
sudah puluhan tahun d an tampak reyot (rec:
kerker) ini, dulunya pernah
ditempati oleh aliran T>{ari>qahNaqsabandiyah, yang berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Dengan melihat kondisi tempat
ibadah yang sudah tua dan sudah tidak mampu
menampung ratusan jamaah shalat jumat, warga dituntut untuk melestarikan dan
mempertahankan keberadaan bangunan itu. Sebagian warga memilih untuk membangun kembali dengan cara
memperluas, dan sebagian lain berencana
untuk memindahkan.
Melihat kedua pandangan warga
yang mengandung reaksi pro kontra dan polemik
yang terus menggelinding bak bola salju, maka para tokoh dan ulama segera merespon persoalan ini guna menjawab
kegelisahan dan keresahan masyarakat setempat, dengan menghimpun, menelusuri
dan melacak berbagai data dan informasi keberadaan masjid tua itu. Hasilnya,
ketika musyawarah dilaksanakan ditempat itu selama satu hari, maka barulah
kesepakatan para tokoh ulama menelorkan
sebuah jawaban untuk tetap dibangun dengan memperluas masjid pada tempat asal masjid itu dibangun
sebelumnya. Maka, atas dasar yang telah difatwakan oleh mayoritas ulama dalam
musyawarah itu, sebagian minoritas ulama
bersikokoh untuk tetap memindahkan masjid itu dari tempat asalnya, dengan dalih
adanya kemaslahatan. Perselisihan antar pengelola tentang pemindaha
n Masjid Nurul Hidayah yang berada di
Dusun Sumber Jati Selatan Desa Bungbaruh Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan sampai saat ini belum
selesai. Sebagian pengelola kurang setuju
terhadap pemindahan masjid pada lokasi lain dan akan tetap memperjuangkan kel
anggengan bekas masjid tua itu meskipun telah dirubuhkan dan dibangun masjid baru yang tidak jauh dari
bangunan masjid lama. pengelola yang
menolak mengatakan bahwa sebagai rumah tempat peribadatan, mereka akan membangun kembali dengan cara memperluas
atau memperlebarnya.
Sementara pengelola yang
menyetujui dengan pemindahan masjid itu mengatakan bahwa pembangunan masjid yang baru, kondisinya
lebih baik dari bangunan yang lama. Hal
ini juga sama persis seperti apa yang
telah diungkapkan oleh K.Quthbi Malikselaku
salah satu na>z}irmasjid yang baru.
Disamping itu juga beliau menjelaskan
bahwa pembangunan masjid baru itu sudah mendapat persetujuan sebagian masyarakat dan pemerintah, walaupun
beliau menyadari bahwa masih ada beberapa
pengelola yang tetap tidak setuju akan pemindahan masjid tersebut.
Dari sebagian pengelola, mereka
menduga ada permainan politik dari pihak yang menginginkan pemindahan masjid
itu. Dugaan warga muslim di sana cukup
beralasan. Karena ditinjau dari mufakat ulama pada waktu itu, mas jid diharapkan untuk tidak dipindahkan dengan
alasan apapun. Dengan kondisi di atas, kita dapat memahami
bahwa hukum Islam mengajarkan tentang arti pentingnya kewajiban keluarga dan
juga semua lapisan masyarakat untuk mengingatkan na>z}iragar menjalankan amanat sesuai apa yang diminta oleh pemberi wakaf. Sebab bila
dia khianat, maka dia pasti berdosa dan
diancam oleh Allah SWT.
Penyaluran dan penggunaan wakaf masjid adalah
sesuai dengan peruntukannya yang sudah ditentukan. Ini terkait dengan kewajiban
kewajibannya, membangunnya, merawatnya. Hal ini sesuai dalil - dalil yang dipahami
berkaitan dengan wakaf adalah memakai Firman Allah SWT Al - Qur’an Surat Ali
‘Imra>n : 92, sebagai berikut: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahui.”(Q.S. Ali ‘Imra > n: 92).
Ada
juga hadits Nabi yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar
untuk mewakafkan tanahnya yang ada di
Khaibar: “Dari Ibnu Umar ra . Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang
tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah,
saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka
apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka,
kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakuk
an shadaqah, tidak dijual, tidak juga
dihibahkan dan juga tidak diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya kepada orang-orang
fakir, kaum kerabat, budak belian,
sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi
yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) atau makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya)
atau makan dengan tidak bermaksud
menumpuk harta.” (HR. Muslim).
� W
t ะก �� spacerun:yes'> Mendiskripsikan konsep keadilan dalam Islam dengan cara menggali dari sumber
aslinya, yaitu nash al - Quran dan Hadi
s| 3.
Mengidentifikasi dan menyimpulkan
relevansi ketentuan dalam KHI dengan konsep keadilan dalam Islam .
E. Kegunaan Hasil Penelitian Ada beberapa
cabang ilmu agama yang digunakan untuk
menganalisis ketentuan dalam pasal 149 KHI, yaitu ilmu tafsir, hadits,
dan fikih.Dan karena tulisan ini adalah
studi kepustakaan murni, maka orientasi hasil penelitiannya pun lebih condong ke aspek teori tis. Namun hal
ini tidaklah menegasikan hasil penelitiannya yang lainnya, yaitu aspek praktis.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi