Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah: KATEGORISASI TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM HUKUM ISLAM

BAB I .
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Di  dalam  kehidupan  dalam  bermasyarakat  yang  terdiri atas  berbagai  jenis  manusia,  ada  manusia  yang  berbuat  baik  dan  ada  pula  yang  berbuat  buruk. Wajar bila selalu terjadi perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan  yang  merugikan  masyarakat.  Di  dalam  masyarakat  selalu  saja  terjadi  perbuatan  jahat  atau  pelanggaran-pelanggaran  terhadap  peraturan  undangundang  maupun  norma-norma  yang  dianggap  baik  oleh  masyarakat.  Setiap  pelanggar  peraturan  hukum  yang  ada,  akan  dikenakan  sangsi  yang  berupa  hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan hukum  yang dilakukannya.

Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat atau  berisi ketentuan-ketentuan tentang aturan umum hukum pidana dan larangan  melakukan perbuatan-perbuatan (aktif atau positif maupun pasif atau negatif)  tertentu  yang  disertai  dengan  ancaman  sangsi  berupa pidana  bagi  yang  melanggar  larangan  itu,  syarat-syarat  tertentu  yang harus  dipenuhi  bagi  si  pelanggar untuk dapat dijatuhkan sangsi pidana yangdiancam pada larangan  pada  perbuatan  yang  dilanggar,  dan  tindakan,  upaya-upaya  yang  dilakukan  negara melalui alat penegak hukumnya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim) untuk   C.S.T.  Kansil,  Pengantar  Ilmu  Hukum  dan  Tata  Hukum  Indonesia,  Jakarta:  Balai  Pustaka, 1989, hlm. 38.
melindungi  dan  mempertahankan  hak-haknya  dari  tindakan  negara  dalam  upaya menegakkan hukum tersebut.
Di  dalam  hukum  pidana  Islam  tindak  pidana  disebut  jarimah, pengertian  jarimah dalam  hukum  pidana  Islam  hampir  bersesuaian  dengan pengertian  hukum  pidana  Indonesia,  yang  diartikan  dengan  istilah  peristiwa  pidana,  ini  adalah  rangkaian  perbuatan  manusia  yang bertentangan  dengan  undang-undang lainnya, terhadap mana diadakan penghukuman.
Pencurian didefinisikan sebagai perbuatan mengambilharta orang lain  secara  diam-diam  dengan  itikad  tidak  baik.  Yang  dimaksud  dengan  mengambil  harta  secara  diam-diam  adalah  mengambil  barang  tanpa  sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaannya, seperti mengambil barang  dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang tidur.
Pencurian menurut syara’ adalah pengambilan oleh seorang  mukallaf yang  balig  dan  berakal  terhadap  harta  milik  orang  lain  secara  diam-diam,  apabila  barang  tersebut  mencapai  nisab  (batas  minimal)  dari  tempat  simpanannya tanpa ada subhat barang-barang yang diambil tersebut.
Menurut pendapat Sayyid Sabiq:  Artinya:  “Pencurian adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi sembunyi.  Misalnya  mencuri  suara,  karena  mencuri  suara  itu  dengan  sembunyi-sembunyi  dan  dikatakan  pula  mencuri pandang  karena  memandang  dengan  sembunyi-sembunyi  ketika  yang  dipandang lengah.”  Dalam Al-Qur'an surat Al-Hijr ayat 18 disebutkan:  Artinya:  “Kecuali  syaitan  yang  mencuri-curi  (berita)  yang  dapat  didengar  (dari  malaikat)  lalu  dia  dikejar  oleh  semburan  api  yang  terang.” (Q.S. Al-Hijr: 18) Menurut  pendapat  Sayyid  Sabiq,  pencurian  harus  memenuhi  syaratsyarat antara lain:  Artinya:  “Adapun  tentang  sifat-sifat  barang  yang  bisa  dianggap  sebagai  barang curian untuk dikenai hukuman potong tangan, yang pertama  adalah barang curian itu berharga, bisa dipindah milikkan kepada  orang  lain  dan  halal  dijual.  Dengan  demikian  maka  pencuri  arak  Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, Kuwait: Dar al-Bayan, 1968, Juz 9, hlm. 146.
 Departemen  Agama  RI,  Al-Qur'an  dan  Terjemahnya,  Jakarta:  CV  Nala  Dana,  2007,  hlm. 392.
1Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 247.
dan  babi  tidak  bisa  dikenakan  hukuman  potong  tangan,  meskipun  arak  dan  babi  tersebut  milik  kafir  dzimi.  Karena  memiliki  dan  memanfaatkan  arak  dan  babi  baik  oleh  muslim  dan  kafir  dzimi  adalah  diharamkan  oleh  Allah.  Begitu  pula  tidak  dipotong  tangannya  orang  yang  mencuri  alat  musik,  seperti  seruling,  gitar,  piano.  Karena  alat-alat tersebut  tidak  berharga karena  tidak  halal  dijual.  Adapun  ulama  yang  membolehkan  menggunakan  alat-alat  musik telah sepakat dengan pendapat di atas yakni pencurinya tidak  dikenai  hukuman  potong  tangan.  Alasannya  karena  ada syubhat,  sedangkan syubhat itu dapat menggugurkan adat.”   
 Artinya:  “Yang kedua, tentang sifat-sifat yang bisa dianggapbarang curian  yang  dikenai  had  yaitu  barang  curian  yang  mencapai  satu  nisab.
Jadi satu nisab itulah yang harus dijadikan standarminimal untuk  menegakkan had.”  Di  dalam  hukum  Islam  ada  dua  pencurian:  pencurian  yang  mewajibkan  jatuhnya  hukum  hudud,  pencurian  yang  mewajibkan  jatuhnya  hukuman  takzir.  Pencurian  yang  mewajibkan  jatuhnya  hukuman  hudud  ada  dua  macam:  pencurian  kecil  (sariqah  sugra)  dan  pencurian  besar  (sariqah  kubra).  Pencurian  yang  hukumannya  takzir:  pertama,  setiap  pencurian  kecil  atau  besar  yang  seharusnya  dijatuhi  hukuman  hudud,  tetapi  syarat-syaratnya  tidak  terpenuhi  atau  gugur  karena  ada  syubhat.  Misalnya,  mengambil  harta  anak  sendiri  atau  harta  milik  bersama.  Kedua,  mengambil  harta  orang  lain  dengan  terang-terangan  atau  sepengetahuan  korban,  tanpa  kekerasan  atau  kerelaan korban.
1Ibid., hlm. 252.
Pencurian  kecil  adalah  mengambil  harta  orang  lain  dengan  cara  sembunyi-sembunyi,  sedangkan  pencurian  besar  adalah mengambil  harta  orang  lain  dengan  cara  memaksa.  Pencurian  besar  ini disebut  hirabah (merampok atau melakukan gangguan keamanan).
1Tentang  tindak  pidana  pencurian,  hukum  Islam  memandangnya  sebagai tindak pidana yang berbahaya dan oleh karenanya maka hukumannya  sudah  ditetapkan  oleh  syara’  yaitu  hukuman  potong  tangan,  sebagaimana  tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 38 sebagai berikut: 1, Artinya:  “Laki-laki  yang  mencuri  dan  perempuan  yang  mencuri, potonglah  tangan  keduanya  (sebagai)  pembalasan  bagi  apa  yang  mereka  kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah  Maha Perkasa  lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Al-Maidah: 38)  Dalam  menjatuhkan  hukuman  potong  tangan,  para  ulama mempertimbangkan harta yang dicuri bernilai secara hukum, harus tersimpan  di tempat penyimpanan yang biasa dan mencapai  nisab. Jika tidak mencapai  nisab,  maka  tidak  ada  hukuman  potong  tangan  tetapi  diganti  dengan  ta’zir (hukuman).
1Akan  tetapi  di  dalam  hukum  positif  (KUHP)  hanya  menghukum  pelaku tindak pidana pencurian dengan hukuman penjara maksimal lima tahun  1Umar Shihab, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor: PT Kharisma Ilmu, hlm.
77-78.
1Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 151.
1Abdur Rohman I Doi, Shahri’ah the Islamic Law / Tindak Pidana, Terj. Wardi Masturi,  Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 65.
atau  denda  paling  banyak  sembilan  ratus  rupiah.  Hal ini  tercantum  dalam  pasal 362 KUH Pidana.
Mengenai  hukum  pidana  yang  berlaku  di  Indonesia  adalah  hukum  positif  bukan  hukum  Islam,  meskipun  sebagian  besar  warga  Indonesia  beragama Islam, tetapi negara berlandaskan kepada Pancasila. Dalam hukum  publik  tidak  ada  pilihan  lain  selain  harus  dipatuhi dan  sangsi  dalam  hukum  publik  merupakan  suatu  alat  utama  untuk  memaksa  orang  atau  seseorang  mematuhi  ketentuan  undang-undang  lebih-lebih  hukum  pidana  yang  memberikan kewajiban kepada warga negara untuk mematuhi hukum.
Perbuatan-perbuatan  pidana  menurut  wujud  atau  sifatnya  adalah  bertentangan  dengan  tata  atau  ketertiban  yang  dikehendaki  oleh  hukum,  mereka  adalah  perbuatan  yang  melawan  (melanggar)  hukum.  Tegasnya,  mereka  merugikan  masyarakat,  dalam  arti  bertentangan  dengan  atau  menghambat  terlaksananya  tata  dalam  pergaulan  masyarakat  yang  baik  dan  adil.
Unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam pasal 362 KUH Pidana  pertama-tama harus ada perbuatan “mengambil” dari tempat di mana barang  tersebut  terletak.  Oleh  karena  di  dalam  kata  “mengambil”  sudah  tersimpul  pengertian  “sengaja”,  maka  undang-undang  tidak  menyebutkan  “dengan  sengaja mengambil”, apabila terdapat kata “mengambil” maka pertama-tama  yang terpikir oleh kita adalah membawa sesuatu barang dari suatu tempat ke  tempat lain.
B.  Permasalahan  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka  yang menjadi pokok  permasalahan dalam makalah ini adalah:  1.  Bagaimanakah kategorisasi tindak pidana pencurian dalam hukum Islam?  2.  Bagaimanakah signifikansi hukum Islam dalam tindak pidana pencurian?  C.  Tujuan Penelitian  Adapun maksud dan tujan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk  mengetahui :  1.  Untuk  mengetahui  kategori  tindak  pidana  pencurian  dalam  hukum  Islam  ditinjau dari KUHP dan Fiqih Jinayah.
2.  Untuk  mengetahui  kategori  tindak  pidana  pencurian  dalam  hukum  Islam  ditinjau dari KUHP dan Fiqih Jinayah.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi