BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi
islam di Indonesia
telah mengalami perkembangan
yang pesat. Hal
ini di tunjukkan
dengan munculnya lembaga keuangan
syari‟ah baik Bank maupun non Bank.
Di mulai sejak diterbitkannya UU
No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan menjadi
UU No.10 Tahun
1998 tentang Perbankan
Syari‟ah. Lembaga keuangan
non Bank juga
tidak kalah membuka
layanan syari‟ah seperti pegadaian syari‟ah,
asuransi syari‟ah, koperasi syari‟ah, dan lain sebagainya.
Sistem bagi
hasil yang bebas
riba telah membawa
masyarakat beralih pada
lembaga keuangan syari‟ah. Munculnya
krisis moneter di Indonesia tahun 1997 mungkin bisa
dikatakan ibrah atau hikmah (blessing indisguise)
bagi pertumbuhan Bank
Syari‟ah. Sebab melalui
krisis itu, Allah seolah ingin menunjukkan bahwa syari‟ah-Nya begitu maslahat dan berkah.
Baitul
Maal Wa Tamwil yang
merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip
syari‟ah dengan misi mendukung
kegiatan ekonomi masyarakat
kecil, juga telah
mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Dewasa
ini banyak BMT
yang Abu Muhammad Dwiono Koesen
Al-Jambi, Selamat Tinggal Bank Konvensional, 2011, Jakarta: TIFA PUBLISHING HOUSE, hal. 28 M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, 2009,
Malang: UIN-Malang Press, hal.105 berkembang dengan
variasi produk yang
dimilikinya. Perkembangannya menjadi Koperasi Simpan Pinjam Syari‟ah bahkan menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syari‟ah patut kita
acungi jempol.
Prinsip-prinsip dasar
yang diterapkan pada
Baitul Maal Wa Tamwil
meliputi prinsip bagi
hasil, jual beli,
dan prinsip non-profit (misalnya
Qardhul Hasan). Secara
fungsional, dari prinsip-prinsip dasar tersebut ada
dua fungsi pokok
dalam kaitannya dengan
kegiatan perekonomian
masyarakat yakni funding dan
lending, lembaga keuangan ini
memiliki fungsi dana
bisnis dan dana
ibadah.
Hubungan
ini adalah hubungan
yang seimbang antara
sesama manusia dan
hubungan dengan Allah
SWT. Berbeda dengan
lembaga keuangan konvensional
yang mengedepankan profit
oriented saja.
Pada produk penghimpunan dananya
berupa simpanan. Sedangkan pada
penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar disalurkan dalam bentuk
barang dan jasa
yang diberikan untuk
mitranya. Dalam pembiayaannya,
meliputi beberapa akad
antara lain murabahah, mudharabah,
maupun ijarah, lembaga
keuangan ini bertindak
sebagai pembiaya (pemberi
biaya) bukan penjual.
Oleh karena itu,
ketika mitra mengajukan pembiayaan pada lembaga keuangan
baik Bank maupun NonBank, bank tidak
sepenuhnya menyerahkan pembiayaan
tersebut dala m bentuk
barang namun dalam
bentuk uang. Lembaga
keuangan tersebut Dr. Drs. Dadan Muttaqien, SH., M.Hum., Aspek
Legal Lembaga Keuangan Syari’ah, 2009, Yogyakarta: Safiria Insani Press, hal.
50 mencarikan barang/jasa
yang dibutuhkan mitra/nasabah. Tetapi
jika Bank/Koperasi tersebut
tidak mampu membelikan
barang/jasa yang dibutuhkan
atau mitra/nasabah lebih
memilih untuk mencari
sendiri barang/jasa yang
dibutuhkan, Bank/Koperasi memberikan
kuasa kepada mitranya
untuk membeli kebutuhan
tersebut. Pemberian kuasa
ini dalam bentuk surat kuasa dengan akad al-wakalah.
Realita yang
ada, masyarakat kurang
memahami akad-akad pada lembaga keuangan
syari‟ah. Sehingga mereka
cenderung mengambil praktisnya
terhadap akad-akad tersebut.
Yang terjadi adalah penyalahgunaan akad-akad yang
pada akhirnya tidak sampai pada tujuan suatu
lembaga keuangan syari‟ah secara
sosial. Sebagaimana salah
satu latar belakang
lahirnya Baitul Maal
Wat Tamwil yakni
melakukan pembinaan dan pendanaan pada
masyarakat menengah ke
bawah secara insentif
dan berkelanjutan.
Berkelanjutan
yang dimaksud tidak
terhenti pada pencairan
saja. Namun harus
sampai pada pengawasan
untuk mencapai apa
yang telah diakadkan.
Sehingga tujuan dilakukannya
akad dapat terpenuhi.
Penyalahgunaan yang dilakukan
mitra terjadi karena berbagai
sebab. Walaupun hal
itu dilakukan oleh
mitra/nasabah, dan lembaga keuangan syari‟ah/ BMT
sudah dapat dikatakan mensejahterakan anggotanya dengan pencairan dana tersebut,
namun usaha yang dilakukan belum tepat
guna. Hal ini
tidak hanya menjadi
urusan mitra/nasabah dengan Allah, tetapi juga menjadi tugas
lembaga keuangan syari‟ah untuk Ibid, hlm. 53 memperbaiki
kinerjanya agar mensejahterakan anggotanya
secara tepat guna, yakni tidak menyalahi apa yang telah
diakadkan.
Dari latar belakang tersebut,
penulis melakukan penelitian dengan judul
“SOLUSI ANTISIPATIF TERHADAP
PENYALAHGUNAAN AKAD WAKALAH
PADA PRODUK PEMBIAYAAN
DI KJKS BINAMA SEMARANG.” II. Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang yang telah
penulis kemukakan, maka
dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan
akad wakalah pada produk pembiayaan di KJKS BINAMA Cabang Semarang? 2. Bagaimana
solusi agar mitra
tidak menyalahgunakan akad
wakalah pada produk pembiayaan di
KJKS BINAMA? III. Tujuan dan Manfaat
Penelitian Tugas Akhir dengan judul “SOLUSI
ANTISIPATIF TERHADAP PENYALAHGUNAAN
AKAD WAKALAH PADA
PRODUK PEMBIAYAAN DI
KJKS BINAMA SEMARANG”
Disusun dengan maksud mencari solusi dan antisipasi terhadap penyalahgunaan kuasa atas akad yang telah diperjanjikan.
Dari tujuan tersebut diharapkan
dapat diambil manfaatnya, yaitu: 1. Bagi
penulis, untuk mendapatkan
ilmu dan pengetahuan
yang lebih actual.
2. Bagi
masyarakat pada umumnya
untuk kebijakan pengambilan keputusan
dalam melakukan pembiayaan
dan etika bisnis
syari‟ah yang perlu dilakukan
demi tercapainya kesejahteraan yang optimal.
3. Bagi
dunia perbankan, untuk
manajemen resiko terhadap
penerapan akad dalam
pembiayaan dan pengawasan
yang optimal dengan
tetap berpegang pada prinsip
syari‟ah.
IV. Metodologi Penelitian Dalam penelitian nanti,
penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1.
Sumber Data a. Data Primer Data Primer
merupakan sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Data ini di ambil dari Layanan
Mitra (CS), Surveyer,
dan bagian marketing
yang berhubungan dengan
akad wakalah dan
pembiayaan di KJKS BINAMA.
b. Data Sekunder
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
2009, Jakarta: Alfabeta, hal.193 Data Sekunder
merupakan sumber yang
tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul
data.
Dalam
penelitian ini data
diambil dari dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan pembiayaan
beserta akad wakalahnya.
Misalnya surat kuasa (wakalah)
dan berkas-berkas pembiayaan. Selain itu data sekunder juga
di dapat dari
materi-materi yang di
sampaikan pada bangku perkuliahan dan buku-buku referensi lainnya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi