Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB NATIJAH AL-MIQAAT KARYA AHMAD DAHLAN AL-SIMARANI


 BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang  Salat merupakan ibadah yang paling utama yang di syariatkan kepada  umat islam.  Oleh karena itu,  banyak dalil baik dari al-Quran maupun  hadis  yang menyebutkan tentang kewajiban mengerjakan salat. Dalam menunaikan  kewajiban  salat,  kaum  muslimin  tidak  bisa  memilih  waktu  seperti  yang  dikehendakinya.  Salat  tidak  dikerjakan  saat  kaum  muslimin memiliki  waktu  luang  akan  tetapi  kaum  muslimin  harus  meluan gkan  waktu  untuk  mengerjakan  salat,  karena  kewajiban  salat  telah  terikat  pada  waktu-waktu  yang  sudah  ditentukan.   Hal  ini  sebagaimana  yang  telah  diisyaratkan  dalam  surat an-Nisa: 103.
“Maka laksanakanlah salat, sesungguhn ya salat itu adalah kewajiban  yang  ditentukan  waktunya  atas  orang-orang  yang  beriman.”  (QS.
An-Nisa (4) : 103).
Kalimat menunjukkan  adanya  keharusan  untuk  melaksanakan salat pada waktunya. Menurut Syafii, kalimat tersebut berarti  adanya suatu kewajiban yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya ketika waktu   Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Surabaya: Penerbit Al Hidayah, 1998,  hlm. 138.
 salat  sudah  datang.

 Penutup  ayat  tersebut,  menjelaskan  bahwa  tidak  ada  alasan bagi siapapun untuk meninggalkan salat, karena salat merupakan suatu  kewajiban yang sudah mempunyai waktu-waktu tertentu.
 Waktu-waktu  pelaksanaan  salat  memang  tidak  dijelaskan  secara  terperinci  dalam  al-Quran,  namun  penjelasan  tentang  waktu-waktu  tersebut  secara  rinci  diterangkan  dalam  hadis-hadis  Nabi  Saw,  seperti  hadis  yang  diterangkan  dari Jabir RA, yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai dan At  Turmudzi sebagai berikut:  Nizham  al-Din  al-Hasan  bin  Muhammad  bin  Husain  al-Kummy  al-Naesabury,  Tafsir  Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Fur’qan,  Beirut  -  Libanon: Dar  al-Kutub al-Alamiah, jild II, hlm.
490.
 Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali Tamimy al-Bakri alRazy al-Syafii, Tafsir al-Kabir au Mafatih al-Ghoib, Beirut –  Libanon: Dar al -Kutub al-Alamiah, jild  VI, t.t,  hlm. 23.
 Hadis  ini terkenal dengan sebutan  hadis  Jibril, diriwayatkan oleh Bukhari,  Muslim, Imam  Asy-Syafii,  An-Nasai,  Ahmad  bin  Hanbal,  Abu  Daud,  At -Turmudziy,  Ibnu  Khuzaimah,  AdDaruquthniy, Al-Hakim, Al-Baihaqiy, dan Abu Jafar Ath-Thahawiy. Hadis ini masuk dalam kategori  hasan  menurut  At-Turmudzi  dan  Abu  Daud,  bahkan  At-Turmudziy  berkata:  “Imam  Bukhari  mengatakan hadis ini adalah hadis paling  shahih  yang membahas tentang waktu salat”. Lihat Slamet  Hambali,  Ilmu  Falak  I  (Penentuan  Awal  Waktu  Shalat  &  Arah  Kiblat  Selu ruh  Dunia), Semarang:Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, hlm.104.    Bandingkan dengan  Muhammad  bin  Ali  bin  Muhammad  Asy  Syaukani,  Nail  al-Authar,  jilid  I,  Beirut -Libanon:  Daar  al-Kutub  al-„Alamah, t.t, hlm. 435 ”Bahwasannya Nabi Saw didatangi oleh malaikat Jibril lalu berkata Jibril  kepada Nabi  Saw: Berdirilah dan bersalatlah. Maka Nabi melaksanakan  salat  Zuhur  ketika  Matahari  telah  tergelincir.  Kemudian  Jibril  datang  kepada Nabi Saw di waktu Asar dan berkata: Berdirilah dan bersalatlah.
Maka  Nabi  Saw  melaksanakan  salat  Asar  di  ketika  bayangan  tiap-tiap  sesuatu  telah  menjadi  sama.  Kemudian  Jibril  datang  di  waktu  Magrib  dan  berkata:  Berdirilah  dan  laksanakan  salat.  Maka  Nabi  Saw melaksanakan  salat  Magrib  di  ketika  Matahari  telah  terbenam.
Kemudian malaikat Jibril datang kepada Nabi  Saw pada waktu Isya dan  berkata:  Berdirilah dan bersalatlah. Maka Nabi  Saw  mengerjakan salat  Isya diketika terbenam  syafak. Kemudian Jibril datang kepada Nabi  Saw di  waktu  fajar  dan  berkata:  Berdiri  dan  bersalatlah.  Maka  Nabi  Saw bersalat  fajar  ketika  fajar  telah  bersinar  atau  dia  berkata:  Ketika  fajar  telah  cemerlang.  Kemudian  Jibril  datang  kepada  Nabi  Saw  pada  esok  harinya.  Jibril  datang  kepada  Nabi  Saw  di  waktu  Zuhur  dan  berkata:  Berdirilah  dan  bersalatlah.  Maka  Nabi  Saw  bersalat  Zuhur  di  ketika  bayangan sesuatu telah sama. Kemudian Jibril datang kepada Nabi  Saw pada  waktu  Asar  dan  berkata:  Berdirilah  dan  bersalatlah.  Maka  Nabi Saw  mengerjakan  salat  Asar  di  ketika  bayangan  sesuatu  telah  menjadi  dua kali lebih panjang. Kemudian Jibril datang kepada Nabi  Saw  pada  waktu  Magrib  di  waktu  kemarin  juga,  tidak  berbeda.  Kemudian  jibril  datang kepada Nabi Saw bersalat Isya ketika telah lewat separuh malam  atau  sepertiga  malam.  Kemudian jibril  datang  kepada  Nabi  Saw  untuk  salat  fajar  diketika  cahaya  telah  terang  sekali  dan  berkata:  Berdiri  dan  bersalatlah.  Maka  Nabi  Saw  melaksanakan  salat  fajar.  Kemudian  jibril  berkata: Antara dua waktu ini, itulah waktu salat”. (HR. Imam Ahmad  dan Nasai dan Turmudzi).
 Berdasarkan  hadis  tersebut  terdapat  keterangan  mengenai  rincian  batasan waktu salat yakni sebagai berikut:   Al-Hafiz  Jalal  al-Din  al-Suyuthi,  Sunan  al-Nisa’i,  Beirut–Libanon:  Dar  al-Kutub  alAlamiah, hlm.263.
 Muhammad  Hasby  Ash-Shidieqi,    Mutiara  Hadis,   Semarang:  Pustaka  Rizki  Putra,  buku  ke3, 2003, hlm.148.    1.  Waktu Zuhur,  yakni saat Matahari tergelincir dan disebutkan pula saat  panjang bayang-bayang benda sama panjangnya dengan dirinya.
2.  Waktu  Asar,  yakni  saat  panjang  bayang-bayang  sama  panjangnya  dengan dirinya dan dijelaskan pula saat bayang-bayang benda  dua kali  panjang dirinya.
3.  Waktu Magrib, yakni saat Matahari terbenam sampai terbenamnya mega  merah.
4.  Waktu Isya, yakni saat terbenamnya mega merah sampai  tengah malam  atau sampai terbitnya fajar.
5.  Waktu Subuh, yakni saat terbitnya fajar sampai Matahari terbit.
Ketentuan  waktu  salat  yang  diterangkan  dalam  hadis  diatas  dapat  dideteksi melalui fenomena alam. Hal ini akan memunculkan persoalan bagi  kita  jika  langit  mendung  dan  Matahari  tidak  memancarkan  sinarnya  dengan  maksimal,  kita  tidak  bisa  mendeteksi  posisi  Matahari  sebagai  acuan  waktu  salat.  Dengan  adanya  persoalan  seperti  ini,  perlu  sebuah  rumusan  konkrit  dalam  menentukan  waktu  salat.  Artinya  perlu  konsep  kejelasan  waktu  yang  tepat yaitu pada jam-jam berapa mulai awal waktu salat itu.
Terdapat beberapa asumsi yang menyatakan bahwa cara menentukan  waktu-waktu  salat  adalah  dengan  menggunakan  cara  melihat  langsung  pada   tanda-tanda  alam,  seperti  menggunakan  alat  bantu  tongkat  istiwa’  

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi