BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salat merupakan ibadah yang paling utama yang
di syari‟atkan kepada umat
islam. Oleh karena itu, banyak dalil baik dari al-Qur‟an maupun hadis yang menyebutkan tentang kewajiban mengerjakan
salat. Dalam menunaikan kewajiban salat,
kaum muslimin tidak
bisa memilih waktu
seperti yang dikehendakinya. Salat
tidak dikerjakan saat
kaum muslimin memiliki waktu luang akan
tetapi kaum muslimin
harus meluan gkan waktu
untuk mengerjakan salat,
karena kewajiban salat
telah terikat pada
waktu-waktu yang sudah
ditentukan. Hal ini
sebagaimana yang telah
diisyaratkan dalam surat an-Nisa‟: 103.
“Maka laksanakanlah salat, sesungguhn ya salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang
yang beriman.” (QS.
An-Nisa‟ (4) : 103).
Kalimat menunjukkan
adanya keharusan untuk melaksanakan
salat pada waktunya. Menurut Syafi‟i, kalimat
tersebut berarti adanya suatu
kewajiban yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya ketika waktu Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Surabaya: Penerbit Al
Hidayah, 1998, hlm. 138.
salat sudah
datang.
Penutup ayat
tersebut, menjelaskan bahwa
tidak ada alasan bagi siapapun untuk meninggalkan salat,
karena salat merupakan suatu kewajiban
yang sudah mempunyai waktu-waktu tertentu.
Waktu-waktu pelaksanaan
salat memang tidak
dijelaskan secara terperinci
dalam al-Qur‟an, namun penjelasan
tentang waktu-waktu tersebut secara
rinci diterangkan dalam
hadis-hadis Nabi Saw,
seperti hadis yang diterangkan dari Jabir RA, yang diriwayatkan oleh Ahmad,
An Nasa‟i dan At Turmudzi
sebagai berikut: Nizham al-Din
al-Hasan bin Muhammad
bin Husain al-Kummy
al-Naesabury, Tafsir Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Fur’qan, Beirut
- Libanon: Dar al-Kutub al-Alamiah, jild II, hlm.
490.
Imam Fakhruddin
Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali Tamimy al-Bakri alRazy al-Syafi‟i, Tafsir al-Kabir au Mafatih al-Ghoib, Beirut – Libanon: Dar al -Kutub al-Alamiah, jild VI, t.t,
hlm. 23.
Hadis ini terkenal dengan sebutan hadis
Jibril, diriwayatkan oleh Bukhari,
Muslim, Imam Asy-Syafi‟i, An-Nasa‟i, Ahmad bin
Hanbal, Abu Daud,
At -Turmudziy, Ibnu Khuzaimah,
AdDaruquthniy, Al-Hakim, Al-Baihaqiy, dan Abu Ja‟far Ath-Thahawiy. Hadis ini masuk dalam kategori hasan
menurut At-Turmudzi dan
Abu Daud, bahkan
At-Turmudziy berkata: “Imam
Bukhari mengatakan hadis ini
adalah hadis paling shahih yang membahas tentang waktu salat”. Lihat
Slamet Hambali, Ilmu
Falak I (Penentuan
Awal Waktu Shalat
& Arah Kiblat
Selu ruh Dunia), Semarang:Program
Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, hlm.104.
Bandingkan dengan Muhammad bin
Ali bin Muhammad
Asy Syaukani, Nail
al-Authar, jilid I,
Beirut -Libanon: Daar al-Kutub
al-„Alamah, t.t, hlm. 435 ”Bahwasannya Nabi Saw didatangi oleh malaikat
Jibril lalu berkata Jibril kepada
Nabi Saw: Berdirilah dan bersalatlah.
Maka Nabi melaksanakan salat Zuhur
ketika Matahari telah
tergelincir. Kemudian Jibril
datang kepada Nabi Saw di waktu
Asar dan berkata: Berdirilah dan bersalatlah.
Maka Nabi Saw
melaksanakan salat Asar
di ketika bayangan
tiap-tiap sesuatu telah
menjadi sama. Kemudian
Jibril datang di
waktu Magrib dan
berkata: Berdirilah dan
laksanakan salat. Maka
Nabi Saw melaksanakan salat
Magrib di ketika
Matahari telah terbenam.
Kemudian malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw pada waktu Isya dan berkata:
Berdirilah dan bersalatlah. Maka Nabi
Saw mengerjakan salat Isya diketika terbenam syafak. Kemudian Jibril datang kepada
Nabi Saw di waktu
fajar dan berkata:
Berdiri dan bersalatlah.
Maka Nabi Saw bersalat
fajar ketika fajar
telah bersinar atau
dia berkata: Ketika
fajar telah cemerlang.
Kemudian Jibril datang
kepada Nabi Saw
pada esok harinya.
Jibril datang kepada
Nabi Saw di
waktu Zuhur dan
berkata: Berdirilah dan
bersalatlah. Maka Nabi
Saw bersalat Zuhur
di ketika bayangan sesuatu telah sama. Kemudian Jibril
datang kepada Nabi Saw pada waktu
Asar dan berkata:
Berdirilah dan bersalatlah.
Maka Nabi Saw mengerjakan
salat Asar di
ketika bayangan sesuatu
telah menjadi dua kali lebih panjang. Kemudian Jibril datang
kepada Nabi Saw pada waktu Magrib
di waktu kemarin
juga, tidak berbeda.
Kemudian jibril datang kepada Nabi Saw bersalat Isya ketika
telah lewat separuh malam atau sepertiga
malam. Kemudian jibril datang
kepada Nabi Saw
untuk salat fajar
diketika cahaya telah
terang sekali dan
berkata: Berdiri dan bersalatlah. Maka
Nabi Saw melaksanakan
salat fajar. Kemudian
jibril berkata: Antara dua waktu
ini, itulah waktu salat”. (HR. Imam Ahmad dan Nasa‟i dan
Turmudzi).
Berdasarkan hadis
tersebut terdapat keterangan
mengenai rincian batasan waktu salat yakni sebagai berikut: Al-Hafiz
Jalal al-Din al-Suyuthi,
Sunan al-Nisa’i, Beirut–Libanon: Dar
al-Kutub alAlamiah, hlm.263.
Muhammad Hasby
Ash-Shidieqi, Mutiara Hadis,
Semarang: Pustaka Rizki
Putra, buku ke3, 2003, hlm.148. 1. Waktu Zuhur,
yakni saat Matahari tergelincir dan disebutkan pula saat panjang bayang-bayang benda sama panjangnya
dengan dirinya.
2. Waktu Asar,
yakni saat panjang
bayang-bayang sama panjangnya dengan dirinya dan dijelaskan pula saat
bayang-bayang benda dua kali panjang dirinya.
3. Waktu Magrib,
yakni saat Matahari terbenam sampai terbenamnya mega merah.
4. Waktu Isya, yakni
saat terbenamnya mega merah sampai
tengah malam atau sampai
terbitnya fajar.
5. Waktu Subuh, yakni
saat terbitnya fajar sampai Matahari terbit.
Ketentuan waktu salat
yang diterangkan dalam
hadis diatas dapat dideteksi
melalui fenomena alam. Hal ini akan memunculkan persoalan bagi kita
jika langit mendung
dan Matahari tidak
memancarkan sinarnya dengan maksimal,
kita tidak bisa
mendeteksi posisi Matahari
sebagai acuan waktu salat. Dengan
adanya persoalan seperti
ini, perlu sebuah
rumusan konkrit dalam
menentukan waktu salat.
Artinya perlu konsep
kejelasan waktu yang tepat
yaitu pada jam-jam berapa mulai awal waktu salat itu.
Terdapat beberapa asumsi yang menyatakan bahwa
cara menentukan waktu-waktu salat
adalah dengan menggunakan
cara melihat langsung
pada tanda-tanda alam,
seperti menggunakan alat
bantu tongkat istiwa’ Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi