Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG SEMARANG


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai Rahmatan lil Alamin semakin hari menunjukkan wajah berseri, yaitu dengan adanya ekonomi syariah lebih menguntungkan, halal dan barokah. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat pun mulai sadar akan nilai penting syariah untuk segera diterapkan. Kegiatan ekonomi merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia.
Pengaturan kegiatan berekonomi dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa ³maa laa yatimm al  ±wajib illa bihi fa huwa wajib  ³,yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Praktik ekonomi syariah di Indonesia mulai berkembang dengan perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebahagian besar penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan syariah Islam pada awal tahun 1990-an, yaitu ditandani dengan dibentuknya secara kelembagaan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992.

Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang terkait dengan bunga bank adalah haram, hal ini kemudian  menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, setiap tahunnya terjadi peningkatan yang positif. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya asset industri perbankan syariah nasional pada per Agustus 2005 sebesar Rp. 18, triliun meningkat pada per Agustus 2006 menjadi Rp. 23,5 triliun sehingga besar peningkatannya sebesar Rp. 5,27 triliun atau sebesar 28,91%.
 Kemudian semakin marak pertumbuhan perkembangan keuangan syariah manakala lahir Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan secara jelas tentang kedudukan perbankan syariah. Lalu semakin pasti juga keberadaan keuangan syariah secara hukum ketika Pemerintah sebagai pemegang kebijakan mensahkan Undang-Undaang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Keberadaan Undang-Undang Perbankan Syariah ini tentu saja menjadi landasan hukum positif yang semakin mempertegas peran dan fungsi perbankan syariah di Indonesia.
Namun perkembangannya tersebut tidak hanya dari Industri perbankan saja. Juga dari Asuransi, Pegadaian, Koperasi, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), lembaga keuangan lainnya termasuk didalamnya adalah lembaga keuangan non bank atau lembaga pembiayaan (multifinance) dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Sejak awal perkembangannya pada tahun 1992 lembaga keuangan syariah yang disebut terakhir di atas, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), yaitu Lembaga Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro, pada tahun   Republika, 11 Oktober 2006.
 saja sudah tercatat sebnayak 3.037 BMT yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia dengan 1.828 BMT yang melaporkan kegiatan pengelolannya. Total asset BMT telah mencapai Rp. 300 M (tiga ratus milyar rupiah). Potensi tersebut diperkirakan akan semakin berkembang.
 BMT sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah memiliki karakteristik sebagai lembaga keuangan yang memadukan antara fungsi Baitul Maal (sosial / tabarru¶) dengan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana umat Islam seperti zakat, infaq, maupun shadaqah. Selain itu BMT juga berfungsi sebagai usaha komersil (tamwil) yakni mencari keuntungan dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat dalam bentuk jasa simpanan dan pembiayaan berdasarkan konsep syariah. Tidak hanya itu, BMT dapat melakukan fungsi terpisah yakni berorientasi mencari keuntungan atau lembaga sosial semata.
 Dengan adanya fungsi usaha komersil dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat, maka seperti halnya perbankan syariah, kegiatan penghimpunan dana BMT menggunakan prinsip wadi¶ah dan mudharabah, musyarakah sedangkan kegiatan penyaluran dana menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli (murabahah, bai bitsaman ajil, salam, istisna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) kepada masyarakat.
  Andi Estetiono, Makalah: Strategi Inkopsyah Dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, disampaikan pada Seminar dan Workshop Nasional di P3EI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 s.d 26 Mei 2005.
 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, Yogyakarta : UII Press, 2004, h. 126.
 Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Wattamwil, Jakarta : Mizan, 1999, h. 35.
 Mencermati perkembangan BMT ini, ada suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa, praktek BMT saat ini masih sangat didominasi oleh produk murabahah  sebagai akad pembiyaan dalam kegiatan penyaluran dana.
BMT pada umumnya, banyak menerapkan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder  .
Padahal Sesungguhnya BMT memiliki core productpembiayaan berupa produk bagi hasil, yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakahdan mudharabah. Meski jenis produk pembiyaan dengan akad jual beli (murabahah, salam dan istishna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) juga dapat dioperasionalkan. Namun kenyataannya, BMT dengan produk pembiayaannya masih didominasi oleh produk pembiayaan dengan akad jual beli (tijarah) yang berbentuk murabahah  .
 Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui. Lihat, Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al-Ma’Arif, 1988 , h. 82.
 Sumiyanto, Problem Transaksi Model Mudarabah dalam Lembaga Keuangan Syariah Studi Kasus LKS BMT-BMT di Yogjakarta, Tesis MSI UII, 2004 (tidakdipublikasikan).
 Murabahah banyak yang mengatakan tidak mempunyai rujukan langsung dalam AlQur’an, yang ada hanyalah tentang jual beli atau Perdagangan yang sering dibahas dalam kitabkitab fiqh. Menurut al-Kaff, seorang kritikus kontemporer tentang murabahah, bahwa para fuqaha terkemuka mulai menyatakan pendapat mereka mengenai murabahah pada awal abad ke-2 H.


Download lengkap Versi PDF

1 komentar:

pesan skripsi