Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:RESPON MASYARAKAT MUSLIM MENGENAI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus Respon Kyai Dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal)


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern sekarang ini, umat Islam dalam segala aspek kehidupannya hampir tidak dapat menghindarkan diri dari bermuamalah dengan lembaga keuangan konvensional yang memakai sistem bunga, termasuk kehidupan ritual keagamaannya.
 Misalnya ibadah haji di Indonesia, umat Islam harus memakai jasa bank, apalagi dalam kegiatan ekonomi jelas dari jasa bank. Padahal dengan memakai jasa bank konvensional berarti telah menumbuhkan dan menyuburkan riba.
 Adapun larangan riba dalam ajaran Islam terdapat dalam firman Allah SWT.
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.¶(Ali Imran: 130).
 Secara historis dan sosiologis, ada beberapa pendapat yang berkembang mengenai eksistensi lembaga keuangan terutama bila dikaitkan dengan riba atau bunga bank:  M. Nadratuzzaman Hosen, dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, Jakarta: PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah), 2008, hlm.
 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari¶ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm.
 Departemen Agama Republik Indonesia,al-Qur¶an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1997, hlm.

 1. Majelis Tarjih Muhammadiyah Majelis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo tahun 1968 memutuskan bahwa riba hukumnya haram sesuai dengan nash al-Qur’an dan as-Sunnah, dan bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal, sedangkan bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabah atau sebaliknya, termasuk perkara mutasyabihat.
 2. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdlatul Ulama’ Menurut lajnah, hukum bank dan hukum bunganya sama seperti hukum gadai. Ada tiga pendapat ulama’ sehubungan dengan masalah ini: a. Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rente.
b. Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.
c. Syubhat, sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.
Meskipun ada perbedaan pandangan, lajnahmemutuskan bahwa yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebutkan bunga bank adalah haram.
 3. Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI) Semua peserta sidang OKI kedua yang berlangsung di Karachi, Pakistan, Desember 1970 telah menyepakati bahwa praktek bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syari’ah Islam dan menganjurkan  Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm.
 Ibid.
 segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya dengan prinsip syari’ah.
 Penghindaran bunga (riba) merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa beberapa tahun belakangan ini para ekonom telah mencurahkan perhatian besar guna menemukan cara menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dengan sistem yang lebih sesuai dengan etika Islam, menghindari riba dalam kegiatan muamalah. Inilah kemudian yang melatarbelakangi berdirinya bank Islam.
 Sejak beroperasinya lembaga keuangan Islam di Indonesia pada tahun 1992 yang ditandai dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) berarti bangsa Indonesia telah mempunyai sistem keuangan baru yang bebas dari unsur riba (bunga bank) yakni menggunakan sistem bagi hasil.
Berdirinya Bank Muamalah Indonesia diikuti oleh bank-bank perkreditan rakyat Syari'ah (BPRS), dimana pada saat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia pada tahun 1997 perbankan Syari'ah telah mampu bertahan dan berkembang dengan baik. Akan tetapi kehadiran BMI dan BPRS belum mampu menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah.
 Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau Syariah di tengah-tengah masyarakat, Perbankan Syariah sebagai salah satu  Ibid, hlm.
 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992, hlm. 5-  Zaenul Arifin, Memahami Bank Syari¶ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: AlvaBet, 1999, hlm.
 lembaga yang mempraktekkan Ekonomi Syariah, menunjukan pertumbuhan yang luar biasa di negara yang kita cintai ini. Perbankan konvensional seolah berlomba untuk segera melahirkan Unit Usaha Syariah. Dan yang telah memiliki Unit Usaha Syariah juga telah bersiap melepasnya menjadi entitas tersendiri, terpisah dari bank induknya melalui spin off  dan menyuntik permodalannya agar mampu tumbuh berkembang menjadi besar.
Bank-bank umum Syariah yang telah eksis juga tak mau kalah agresif melakukan ekspansi dan memperluas jaringan. Kondisi tersebut juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah dengan diterbitkannya UndangUndang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Perbankan adalah salah satu lembaga keuangan yang memberikan jasa layanan keuangan dan berfungsi menjadi mediator antara masyarakat yang kelebihan dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Dalam fungsinya sebagai mediator, bank bertugas mengelola dana yang dititipkan oleh masyarakat untuk disalurkan kembali ke masyarakat yang membutuhkan pendanaan.
Terlepas dari itu juga peranan penting pembiayaan di Bank Syariah memiliki peran yang unik dalam tugasnya sebagai pengelola dana nasabah.
Masyarakat penyimpan dana (penabung/deposan) akan diperlakukan sebagai investor di bank Syariah, berikutnya bank Syariah sebagai pengelola dana akan berupaya untuk dapat memberikan keuntungan yang menarik dan aman bagi para investornya.
 Merupakan perusahaan yang berasal dari sebuah perusahaan yang tak bersangkutan.
Lihat John M. Echols dan Hasan Shadiliy, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cet. XXV, 2003, 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi