Kamis, 14 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK REYENGDALAM JUAL BELI IKAN DI DESA SAWAHAN KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Islam memberikan kebebasan kepadamanusia untuk berinteraksi antar  sesama dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi.
 Melalui kegiatan ekonomi, manusiadapat menopang kelangsungan hidupnya.
 Karenanya, ekonomi merupakan salah satu kegiatan d{aruri(primer) yang harus  dilakukan manusia.
  Salah satu cara untuk mencari penghidupan ekonomi adalah jual beli.
 transaksi ekonomi jenis ini sangat dianjurkan oleh Islam. Ketentuan itu dapat  dilihat dalam beberapa ayat al-Qur’an, yaitu:  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan  harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan  perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan  janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha  Penyayang kepadamu.
   M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:  
  Departemen Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, (Jakarta: Intermassa, 1986), h. 112.
 1   Ayat di atas menjelaskan bahwa kegiatan jual beli memiliki landasan  hukum syar’i yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa manusia diberi  kebebasan untuk melakukan jual beli sepanjang jual beli tersebut berdasarkan  komitmen suka sama suka. Selain itu jual beli juga harus memenuhi beberapa  ketentuan rukun dan syarat sebagai unsurlegal formal sebagai sebuah akad  (perjanjian). Sehingga tidak menimbulkan madharat atau kerugian bagi kedua  belah pihak.
  Namun menurut hukum Islam ada beberapa jenis jual beli yang sah tetapi  dilarang agama dan orang yang melakukannya mendapat dosa, antara lain: 1) Jual  beli dengan cara menemui (menghadang) orang desa sebelum mereka masuk  pasar, dengan membelinya dengan harga yang semurah-murahnya, untuk  kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.

  Jual beli ini dilarang  sebagaimana sabda Rasulullah: “Janganlah kamu memapak (menyongsong)  kafilah (sebelum masuk kota dan belum tahu harga pasar dan jangan orang kota  menjualkan buat orang-orang desa.” (HR. Mutafaqun ‘Alaih)  Jual beli ini  dikhawatirkan pedagang yang tidak mengetahui perkembangan pasar, sehingga  akan mengacaukan pasar akibatnya terjadi ketidak-stabilan harga. 2) Jual beli  dengan menawar barang yang sedang ditawar orang lain. 3) jual beli dengan  najasy, yakni seseorang menambahi atau melebihi harga temannya, dengan   Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 129.
  Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), h. 82.
  Ibn Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram,(terj) Muh. Sjarief Sukandi, (Bandung: Al-Ma'arif, 1984),  h. 381.
  maksud memancing orang agar orang tersebut mau membeli barang kawannya.
  4) membeli barang sebanyak-banyaknya dengan maksud ditimbun untuk dijual  kembali pada saat harga tersebut naik. 5) menjual barang secara bebas kepada  siapapun dan barang tersebut dapat digunakan berbuat maksiat bagi pembelinya;  dan 6) membuat kecurangan dalam jual beli, misalnya dalam ukuran, timbangan,  mutu, bentuk harga dan lainnya.
  Pola kehidupan masyarakat terus menerus berjalan menuju kemajuan di  segala bidang. Salah satunya ditandai adanya persaingan dalam berbagai aspek  kehidupan. Termasuk di dalamnya persaingan dalam dunia perdaga-ngan. Maka  para pelaku ekonomi akan berlomba-lomba melakukan berbagai cara untuk  meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga pada akhirnya akan  menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dan  persaingan usaha ekonomi adalah dimanaiklim investasi terutama sektor riil  ekonomi akan mengalami peningkatan. Sedangkan akan menjadi masalah jika  persaingan tersebut mengarah pada persaingan tidak sehat,monopoli usaha serta  melakukan segala cara untuk meraih keuntungan yang mengarah pada  ketimpangan ekonomi. Salah satu komoditi besar dalam perdagangan adalah  sektor perikanan. Mengingat bahwa  hampir 70 % wilayah di Indonesia  merupakan perairan yang kaya dengan berbagai macam spesies ikan. Sektor ini  merupakan salah satu potensi ekonomi yang diperhitungkan di masyarakat. Hal   Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h. 82.
  R. Abdul Jamli, Hukum Islam,(Bandung: Mandar Maju, 1997), h. 157   ini dapat dilihat kebutuhannya pasar semakin meningkat, di mana ikan merupakan  salah satu sumber protein tinggi yangsangat dibutuhkan oleh masyarakat.
  Sektor perikanan yang sangat potensial tersebut, mengharuskan pemerintah  melakukan regulasi. Antara lain dengan adanya Peraturan Daerah (Perda). Untuk  Daerah Propinsi Jawa Timur diatur dalam Perda Propinsi Jawa Timur Nomor 5  Tahun 1975 tentang Pelelangan Ikan. Melalui Perda tersebut pemerintah  mendirikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai tempat khusus untuk  bertransaksi para nelayan dalam menjual hasil tangkapannya. Tempat Pelelangan  Ikan merupakan tempat dimana para penjual dan pembeli dapat melakukan  transaksi jual beli ikan dengan dengan cara pelelangan.
  Dalam Pasal 11 Perda Jatim tentang Pelelangan Ikan disebutkan, bahwa  siapapun dilarang mempengaruhi orang lainsehingga terjadi pembelian ikan di  luar tempat pelelangan ikan.
  Namun dalam pelaksanaannya, biasanya akan berhadapan dengan berbagai  macam fenomena masyarakat itu sendiri.Sebagaimana terjadi di Desa Sawahan  Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa Timur dimana jual beli ikan dilakukan  dengan cara menghadang nelayan yang baru pulang dari melaut sebelum mereka  sampai di TPI. Oleh masyarakat setempat, praktik jual beli ikan seperti itu disebut  dengan istilah reyeng. Tentu saja tujuannya dari para pembeli (tengkulak) adalah   Sarwono Kusumaatmadja, Menggali Potensi Sumber Daya Kelautan,(Jakarta: Rineka Cipta, 2001),  h. 34.
  Bab 1 Pasal 1 Perda Propinsi Jaim No. 5 Tahun 1975 Tentang Tempat Pelelangan Ikan   Bab 4 Pasal 11 Perda Propinsi Jaim No. 5 Tahun 1975 Tentang Tempat Pelelangan Ikan   untuk mendapatkan harga beli yang lebih murah dibanding ketika transaksi telah  berada di TPI.
 Praktik reyengtersebut jelas akan menimbulkan persoalan, antara lain  mengganggu stabilitas harga ikan, karena harga beli dalam praktik reyengjauh  lebih murah dibanding di TPI. Di sisi  lain praktik tersebut jelas melanggar  Peraturan Daerah Perda Prov. JatimNo. 5 Tahun 1975 tentang Tempat  Pelelangan Ikan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam melakukan regulasi  dalam bidang perikanan.
 Berangkat dari paparan di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti  praktik jual beli ikan dengan cara reyengtersebut dari perspektif hukum Islam.
 Penelitian tersebut berjudul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Reyeng dalam Jual Beli Ikan di Desa Sawahan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa  Timur.”  B. Identifikasi dan Batasan Masalah  1.  Identifikasi Masalah  Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini  adalah pelaksanaan praktik reyengdalam jual beli ikan di yang terjadi di Desa  Sawahan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa Timur. Apakah  pelaksanaanya sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak. Karenanya,  dalam penelitian ini, praktik reyengdalam jual beli ikan yang terjadi di Desa   Sawahan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa Timur tersebut akan  dianalisis melalui perspektif hukum Islam.
 2.  Pembatasan Masalah  Agar lebih jelas mengenai masalah yang akan diteliti, maka akan  dipertegas mengenai pembatasan masalahnya sebagaimana berikut:  1. Objek dalam kajian ini hanya dibatasi pada persoalan hukum jual beli ikan  dengan cara reyengsebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan praktik  reyengitu sendiri.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi