BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam memberikan kebebasan kepadamanusia untuk
berinteraksi antar sesama dalam berbagai
bidang kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi.
Melalui kegiatan ekonomi, manusiadapat
menopang kelangsungan hidupnya.
Karenanya, ekonomi merupakan salah satu
kegiatan d{aruri(primer) yang harus dilakukan
manusia.
Salah
satu cara untuk mencari penghidupan ekonomi adalah jual beli.
transaksi ekonomi jenis ini sangat dianjurkan
oleh Islam. Ketentuan itu dapat dilihat
dalam beberapa ayat al-Qur’an, yaitu: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
M.
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu‘i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung:
Departemen
Agama RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, (Jakarta: Intermassa, 1986), h. 112.
1 Ayat
di atas menjelaskan bahwa kegiatan jual beli memiliki landasan hukum syar’i yang sangat kuat. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia diberi kebebasan
untuk melakukan jual beli sepanjang jual beli tersebut berdasarkan komitmen suka sama suka. Selain itu jual beli
juga harus memenuhi beberapa ketentuan
rukun dan syarat sebagai unsurlegal formal sebagai sebuah akad (perjanjian). Sehingga tidak menimbulkan
madharat atau kerugian bagi kedua belah
pihak.
Namun
menurut hukum Islam ada beberapa jenis jual beli yang sah tetapi dilarang agama dan orang yang melakukannya
mendapat dosa, antara lain: 1) Jual beli
dengan cara menemui (menghadang) orang desa sebelum mereka masuk pasar, dengan membelinya dengan harga yang
semurah-murahnya, untuk kemudian ia jual
dengan harga yang setinggi-tingginya.
Jual
beli ini dilarang sebagaimana sabda
Rasulullah: “Janganlah kamu memapak (menyongsong) kafilah (sebelum masuk kota dan belum tahu
harga pasar dan jangan orang kota menjualkan
buat orang-orang desa.” (HR. Mutafaqun ‘Alaih)
Jual beli ini dikhawatirkan
pedagang yang tidak mengetahui perkembangan pasar, sehingga akan mengacaukan pasar akibatnya terjadi
ketidak-stabilan harga. 2) Jual beli dengan
menawar barang yang sedang ditawar orang lain. 3) jual beli dengan najasy, yakni seseorang menambahi atau
melebihi harga temannya, dengan Suhrawadi
K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 129.
Hendi
Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), h. 82.
Ibn
Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram,(terj) Muh. Sjarief Sukandi, (Bandung:
Al-Ma'arif, 1984), h. 381.
maksud
memancing orang agar orang tersebut mau membeli barang kawannya.
4)
membeli barang sebanyak-banyaknya dengan maksud ditimbun untuk dijual kembali pada saat harga tersebut naik. 5)
menjual barang secara bebas kepada siapapun
dan barang tersebut dapat digunakan berbuat maksiat bagi pembelinya; dan 6) membuat kecurangan dalam jual beli,
misalnya dalam ukuran, timbangan, mutu,
bentuk harga dan lainnya.
Pola
kehidupan masyarakat terus menerus berjalan menuju kemajuan di segala bidang. Salah satunya ditandai adanya
persaingan dalam berbagai aspek kehidupan.
Termasuk di dalamnya persaingan dalam dunia perdaga-ngan. Maka para pelaku ekonomi akan berlomba-lomba
melakukan berbagai cara untuk meraih
keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga pada akhirnya akan menimbulkan berbagai dampak baik positif
maupun negatif. Dampak positif dan persaingan
usaha ekonomi adalah dimanaiklim investasi terutama sektor riil ekonomi akan mengalami peningkatan. Sedangkan
akan menjadi masalah jika persaingan
tersebut mengarah pada persaingan tidak sehat,monopoli usaha serta melakukan segala cara untuk meraih keuntungan
yang mengarah pada ketimpangan ekonomi.
Salah satu komoditi besar dalam perdagangan adalah sektor perikanan. Mengingat bahwa hampir 70 % wilayah di Indonesia merupakan perairan yang kaya dengan berbagai
macam spesies ikan. Sektor ini merupakan
salah satu potensi ekonomi yang diperhitungkan di masyarakat. Hal Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h. 82.
R.
Abdul Jamli, Hukum Islam,(Bandung: Mandar Maju, 1997), h. 157 ini dapat dilihat kebutuhannya pasar semakin
meningkat, di mana ikan merupakan salah
satu sumber protein tinggi yangsangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Sektor
perikanan yang sangat potensial tersebut, mengharuskan pemerintah melakukan regulasi. Antara lain dengan adanya
Peraturan Daerah (Perda). Untuk Daerah
Propinsi Jawa Timur diatur dalam Perda Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pelelangan Ikan. Melalui
Perda tersebut pemerintah mendirikan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai tempat khusus untuk bertransaksi para nelayan dalam menjual hasil
tangkapannya. Tempat Pelelangan Ikan
merupakan tempat dimana para penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi jual beli ikan dengan dengan cara
pelelangan.
Dalam
Pasal 11 Perda Jatim tentang Pelelangan Ikan disebutkan, bahwa siapapun dilarang mempengaruhi orang
lainsehingga terjadi pembelian ikan di luar
tempat pelelangan ikan.
Namun
dalam pelaksanaannya, biasanya akan berhadapan dengan berbagai macam fenomena masyarakat itu
sendiri.Sebagaimana terjadi di Desa Sawahan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa Timur
dimana jual beli ikan dilakukan dengan
cara menghadang nelayan yang baru pulang dari melaut sebelum mereka sampai di TPI. Oleh masyarakat setempat,
praktik jual beli ikan seperti itu disebut dengan istilah reyeng. Tentu saja tujuannya
dari para pembeli (tengkulak) adalah Sarwono
Kusumaatmadja, Menggali Potensi Sumber Daya Kelautan,(Jakarta: Rineka Cipta,
2001), h. 34.
Bab 1
Pasal 1 Perda Propinsi Jaim No. 5 Tahun 1975 Tentang Tempat Pelelangan Ikan Bab 4 Pasal 11 Perda Propinsi Jaim No. 5
Tahun 1975 Tentang Tempat Pelelangan Ikan untuk mendapatkan harga beli yang lebih murah
dibanding ketika transaksi telah berada
di TPI.
Praktik reyengtersebut jelas akan menimbulkan
persoalan, antara lain mengganggu
stabilitas harga ikan, karena harga beli dalam praktik reyengjauh lebih murah dibanding di TPI. Di sisi lain praktik tersebut jelas melanggar Peraturan Daerah Perda Prov. JatimNo. 5 Tahun
1975 tentang Tempat Pelelangan Ikan
sebagai salah satu upaya pemerintah dalam melakukan regulasi dalam bidang perikanan.
Berangkat dari paparan di atas, penulis sangat
tertarik untuk meneliti praktik jual
beli ikan dengan cara reyengtersebut dari perspektif hukum Islam.
Penelitian tersebut berjudul: “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Praktik Reyeng dalam Jual Beli Ikan di Desa Sawahan Kecamatan Cerme
Kabupaten Gresik Jawa Timur.” B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1.
Identifikasi Masalah Dari uraian
di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pelaksanaan praktik reyengdalam jual
beli ikan di yang terjadi di Desa Sawahan
Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa Timur. Apakah pelaksanaanya sesuai dengan aturan yang
berlaku atau tidak. Karenanya, dalam
penelitian ini, praktik reyengdalam jual beli ikan yang terjadi di Desa Sawahan Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik Jawa
Timur tersebut akan dianalisis melalui
perspektif hukum Islam.
2.
Pembatasan Masalah Agar lebih
jelas mengenai masalah yang akan diteliti, maka akan dipertegas mengenai pembatasan masalahnya
sebagaimana berikut: 1. Objek dalam
kajian ini hanya dibatasi pada persoalan hukum jual beli ikan dengan cara reyengsebagai konsekuensi logis
dari pelaksanaan praktik reyengitu
sendiri.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi