BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia tidak akan
pernah terlepas dari pergaulan antar
sesama. Mereka berinteraksi satu dengan lainnya, oleh karena itu untuk menciptakan rasa keamanan, ketertiban, dan
keadilan dibutuhkan seperangkat peraturan
perundanagan yang dapat melindungi individu baik menyangkut agama, jiwa, akal, kehormatan, keturunan, dan harta
benda, yang harus dipenuhi dalam kehidupan
manusia.
Bagi masyarakat Indonesia
“kehormatan dan nama baik” telah tercakup pada Pancasila, baik pada Ketuhanan Yang Maha
Esa maupun pada Kemanusiaan Yang Adil
dan beradab, hidup saling menghomati.
Berkaitan dengan belediging(penghinaan)
sebagaimana termaktub dalam Pasal 310 -
Pasal 321 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) masih tetap dipertahankan. Beledigingini bisa beragam
wujudnya. Ada yang menista, termasuk
menista dengan tulisan. Ada yang memfitnah, melapor secara memfitnah, dan menuduh secara memfitnah.
Hampir di seluruh dunia, pasal- pasal yang
terkait penghinaan masih dipertahankan. Alasannya, hasil penghinaan dalam wujud pencemaran nama baik merupakan
pelanggaran hak asasi manusia.
Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap
Kehormatan, hal 10 Semua bentuk
penghinaan atau pencemaran nama baik itu merupakan delik aduan, sehingga hanya dapat dituntut apabila
ada pengaduan dari orang yang dirugikan (dihina atau dicemarkan nama baiknya). yang
mempunyai unsur sebagai berikut; 1.
dengan sengaja; 2. menyerang kehormatan atau nama baik orang lain; 3. menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu;
4. dengan maksud nyata supaya diketahui
oleh umum.
Adapun jika dilakukan dengan tulisan atau
gambar, maka dinamakan menista dengan
surat (smaadschrift) yang tercantum dalam pasal 310 ayat (2) KUHP
Sekalipun perangkat hukum seperti kitab undang-undang (KUHP) sudah dimiliki Indonesia, namun peraturan itu masih
belum mampu menjerat pelaku tindak
pidana internet apalagi pasal 1 KUHP disebutkan “ tidak ada perbuatan pidana jika sebelumnya tidak dinyatakan dalam
suatu ketentuan Undang-undang ” artinya,
pasal ini menegaskan kalau pelaku kejahatan internet belum tentu dapat dikategorikan perbuatan pidana.
Sehingga berbenturan dengan pasal
1 KUHP, kesulitan untuk menjerat pelaku
tidak pidana yang dilakukan didunia maya berkaitan dengan masalah pembuktian, hukum positif mengharuskan adanya
bukti, saksi, petunjuk, keterangan ahli,
serta terdakwa dalam pembuktian. Sedangkan dalam halam hal kejahatan terkait dengan tehnologi informasi
sulit dilakukan pembuktiannya.
A.K. Moch Anwarr, Hukum Pidana Khusushal 146 Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap
Kehormatan, hal 13 R Soesilo,
Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum & Delik Khusus, hal 158 Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi
yang demikian pesat telah menyebabkan
perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam bebagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi
lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum
baru.
Salah satu contoh kasus yang
baru-baru saja terjadi adalah mayantara (cyber
crime) tentang pencemaran nama baik yang dilakukan Prita, yang menuliskan keluhan dalam surat elektronik
(electronic mail) kepada kalangan terbatas
tentang pelayanan RS Omni Internasional di Tangerang.
Prita menyampakan hal ini dalam
bentuk tulisan e-mail lantaran mempertanyakan
mengapa rumah sakit internasional tersebut tidak memberikan hasil tes trombosit kepada dirinya. Padahal,
tes trombosit tersebut menjadi alasan rumah
sakit agar Prita dirawat inap .
Ternyata, isi dari surat
elektronik tersebut tersebar ke sejumlah milis, sehingga RS Omni mengambil langkah hukum.
Dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri
Tangerang memenangkan pihak RS Omni Alhasil,
Prita dalam kasus tersebut dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta Pasal
27 Ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ancaman hukuman yang terdapat dalam Pasal 27 Ayat (3)
jo Pasal 45 Ayat (1) UU ITE adalah
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
www.Kompas.com Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama
baik melalui surat elektronika (email)
terhadap RS Omni Internasional, Tangerang, Banten, akhirnya divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Arthur
Hangewa di Pengadilan Negeri Tangerang,
pada Selasa 29 Desember 2009 .
Dalam amar putusan, hakim
menyebutkan Prita mengirimkan email kepada 20 alamat berisi "Penipuan di RS Omni
Internasional" agar diketahui orang lain.
Hakim menilai tidak ada muatan
penghinaan dalam email Prita yang didistribusikan
kepada orang lain itu sehingga pihak lain yang berkepentingan mengetahuinya.
Prita juga dinilai tidak
melakukan penistaan terhadap RS Omni, namun hanya memberikan kabar kepada pihak lain agar
menghindari dan berhati-hati terhadap
praktik medis RS lainnya Untuk itu,
majelis hakim berpendapat
bahwa pencemaran nama
baik melalui email tidak dapat
dibuktikan sehingga harus dibebaskan dari tuntutan jaksa.
Adapun pencemaran nama baik, sangat meresahkan
masyarakat, orang jadi malu sebab
namanya sudah tercoreng (jelek) maka dari itu mencemarkan nama baik orang dilarang oleh agama. Islam
benar-benar mengharamkan perbuatan menggunjing,
mengadu domba, memata-matai, mengumpat, mencaci, memanggil dengan julukan tidak baik, dan
perbuatan-perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan atau kemuliaan manusia. Islam pun
menghinakan orang-orang yang www.
Antara News.com melakukan dosa-dosa
ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari kiamat, dan memasukkan mereka ke dalam
golongan orang-orang yang fasik.
Allah berfrman dalam Al-Qur’an, Al-Hujurat:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolokolok kaum yang
lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)
Al-Hujurat 11.
Dan Surat Al-Baqaroh 191 َ:
...dan fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
Ini menjelaskan bahwa Allah
sangat membenci penghinaan begitu juga Rasullah
menjelaskan dalan hadis Artinya: Mencaci orang muslim adalah fasik dan membunuh
orang muslim adalah dosa besar (HR
Muslim) 8 Salah satu konsep yang
dikembangkan oleh para ulama dalam rangka pengembangan aspek hukum dalam bidang muamalah
yang secara rinci tidak ditemukan Nasnya
adalah dengan Maqāşid al-Syarī’ah. Melalui
Maqāşid alSyarī’ahinilah ayat-ayat dan hadist-hadist hukum yang secara
kuantitatif sangat Ahmad Mursi Husain JauharMaqāşid al-Syarī’ah,
h 141 Muslim bin al-Hujjaj Abu
al-Husayn al-Qusyayri al-Naysaburi, Shahih Muslim, I. h 52 terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk
menjawab permasalahan yang secara kajian
kebahasaan tidak tertampung oleh al-Qur’an dan sunah Maqāşid jamak dari kata maqşid yang berarti
tuntutan, kesengajaan atau tujuan.
Menurut istilah Maqāşid al-Syarī’ahadalah al-ma’anni allati syuri’at laha al ah-kam(kandungan nilai yang menjadi
tujuan pensyariatan hukum). Jadi, Maqāşid
al-Syarī’ahadalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum Oleh karena itu dalam penelitian ini saya
ingin sekali menulis tentang penerapan
sanksi pidana pencemaran nama baik pasal 27(3) jo pasal 45(1) Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang ITE
Ditinjau dari Maqosid Al Syariah B.
Rumusan Masalah Sesuai dengan
penjelasan yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah, tampaknya diperlukan rumusan masalah
yang bisa menjelaskan problem apa
sebenarnya yang hendak dikaji sesuai dengan rencana. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini
adalah: a) Bagaimana penerapan sanksi pidana pencemaran
nama baik menurut pasal 27(3) jo.pasal
45(1) UU No.11 Thn.2008 Tentang ITE ? b) Bagaimana tinjauan Maqāşid
al-Syarī’ahterhadap penerapan sanksi pidana pencemaran nama baik dalam kasus UU ITE? Satria Efendi M Zein, Usul fiqh, hal 233 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqosid Syariah,
hal 5 C. Kajian Pustaka Pembahasan tentang pencemaran nama baik
sedikit banyak sudah dibahas.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi