Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Syariah:WALI ADAL KARENA KHAWATIR TERJADI PENGANIAYAAN (STUDI ANALISIS PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR: 07/Pdt.P/2008/PA.NGJ)


BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar BelakangMasalah Salah satu unsur penting  dan menentukan  dalam pernikahan adalah wali  nikah, atau orang yang menikahkan mempelai wanita.  Bahkan menurut  Syafi’i  tidak sah  nikah tanpa  adanya  walibagi pihak pengantin perempuan ,  sedangk an  bagi calon pengantin laki - laki tidak diperlukan wali nik a h untuk sahnya nikah  tersebut  . Sebagaimana sabda Nabi SAW: Artinya: “ Diriwayatkan dari  Abi Musa, sesungguhnya Nabi  SAW  bersabda: tidak  ada nikah kecuali dengan wali”  .
 Hadis  ini menjadi dasar, bahwa nikah tanpa wali hukumnya tidak sah, dan  dalam KHI pasal 19 Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus  dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya  .
 Dalam Undang- Undang No. 1 tahun 1974 pasal 2 disebutkan  : 1.  Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing - masing  agamanya dan kepercayaannya itu.
 2.  Tiap- tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku.
  M Idris Ramulyo,  HukumPerkawinan, Kewarisan,  HukumAcara Peradilan Agama Dan  Zakat Menurut Hukum Islam , h .

  Abi >Da>ud Sulay ma>n Bin al-Asy’ast al -Sijista>ny, Sunan Abi>Da>ud, h .
  Tim Redaksi FOKUSMEDIA , Kompilasi Hukum Islam , h .
  Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan   Sedangkan dalam Pasal 6dinyatakan sebagai berikut: 1.  Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
 2.  Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum  mencapai umur 21  (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
 3.  Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau  dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud  ayat (2) pasal ini cukup diperoleh d ari orang tua yang masih hidup atau dari  orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
 4.  Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak  mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang  yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis  keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat  menyatakan kehendaknya.
 Berdasarkan hadis dan ketentuan perundangan di atas dapat diketahui betapa  pentingnya peranan wali dalam perkawinan  Islam , tanpa wali maka tidak sah perkawinannya.Disamping itu wali  mempunyai otoritas terhadap seseorang lantaran memang mempunyai kompetensi untuk menjadi pelindung orang yang  berada dib awah perwaliannya seperti halnya dalam perkawinan seorang mempelai wanita yang membuuhkan wali, untuk melindungi kepentingan serta haknya lantaran ia merasa tidak mampu berbuat tanpa adanya pengaruh orang lain (wali).
 Dalam ad{al nya wali disini, karena wal i mempunyai alasan sendiri sehingga  enggan menikahkan anak gadisnya atau gadis yang dibawah perwaliannya.
 Peristiwa seperti ini seringkali terjadi, padahal seorang gadis meminta dengan  baik supaya legal menurut hukum  Islam (syar’i). Akan tetapi banyak oran g tua  yang memaksa anaknya untuk kawin dengan  calon suami  pilihannya. Padahal  orang tua tidak diperkenankan untuk mengawinkan  anak gadisdan wanita janda   sebelum dia dimintai persetujuan dan izinnya.Hal ini sesuai dengan  hadisNabi  SAW: Artinya:  ” Abu Hurairah telah menceritakan  kepada  kami,sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:  ” janganlah dikawinkan seorang janda sebelum dia diminta pendapatnya dan jangan dikawinkan seorang  gadis sebelum dimintaiizinnya/ persetujuannya. Mereka bertanya wahai Rasulullah: bagaimana izinnya/ persetujuannya? Rasulullah Menjawab: Diamnya”.
  Hadis  di  atas  menerangkan tentang larangan untuk menikahkan seorang wanita tanpa izinnya atau keridhaannya, baik  wanita itu masih gadis maupun sudah janda, meskipun  terdapat perbedaan antara gadis dan janda dalam mengungkapkan keridhaannya. Seorang janda mengatakan terus terangbahwa  diri nya ridha   untuk dinikahkan, sedangkan seoran ggadis keridhaannya dapat  dipahami dari sikap diamnya, sebab dia merasa malu untuk mengatakan secara  terus terang.
  Imam Abi >  al- Husain Muslim Bin Hajjaj al-Ku>syairy  a l - Naisabury, Sha>hih Muslim Jilid II, h .  1036   Di  dalam  Al - Qur’an surat An - Nisa> ’ a y at 25dijelaskan: Artinya:  ”Karena  itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah  maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanitawanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita  yang mengambil laki -laki lain sebagai piaraannya”  .
 Sedangkan  mengenai larangan bagi wali menghalangi wanita yang ada dibawah perwaliannya dengan calon suami pilihannya terdapat  dalam surat Al Baqarah ayat 232,Allah SWTberfirman :  Artinya:  ”Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi  dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara  mereka dengan cara yang ma'ruf” (QS. AL-Baqarah: 232)  .
 Terjadinya wali  ad{almemang tidak dapat kita pungkiri, hal itu dikarenakan  adanya perselisihan ataupun perbedaan yang terjadi antara seorang anak perempuan dengan orang tua (walinya). Baik dari segi pandangan, jalan pikiran  maupun kebijaksanaan yang mereka miliki, yang hal itu memang sulit untuk  dipertemukan.
 Keadaan semacam itu mungkin saja terjadi kalau memang ternyata mempelai  perempuan tetap berkeinginan untuk hidup berumah tangga dengan calon suaminya atau karena adanya sebab- sebab yang bertolak belakang dengan keinginan orang tua (wali).
  Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,h.
  Ibid, h.56   Seperti perkara yang terjadi di Pengadilan Agama Nganjuk. Ada seorang  wali tidak mau menjadi wali nikah ,karena  calon suami anaknya berasal dari  keturunan orang Jember yang kebanyakan orang madura dan mereka suka carok  dan suka santet. Di khawatirkan bilamana pemohon menikah dengan calon suaminya tersebut, dikemudian hari bila  terjadi  perselisihan akan di aniaya oleh  calon suami atau kerabatnya yang lain.Berdasarkan alasan tersebut pemohon  mohon agar menetapkan wali nikah pemohon adalah wali ad{al.
 Fenomena tersebut sangat menarik untuk dikaji karena selain alasan budaya orang madurayang dikemukaan oleh wali sebagai alasan yang  u tama, ternyata keengganan wali diperkuat dengan sikap calon suami anaknya/ calon menantunya  yang membawa pergi anak perempuan wali (pemohon) sehingga anggapan wali  terhadap kebiasaan dan watak orang madura ya ng kurang baik itu bertambah kuat,  akhirnya mengakibatkan bertambah kuat juga keengganan wali. Karena upaya  untuk menyadarkan wali yang dilakukan pemohon tidak berhasil, secara otomatis  pernikahan pemohon dengan calon suami pilihannya  ditolak oleh  Kantor Urusan  Agama setempatdisebabkan tidak ada ijin wali.
 Tentang pertimbangan  hukum yang diambil oleh hakim dalam perkara wali  ad{altersebut,bahwa keterangan pemohon yang diperkuat dengan keterangan dua  orang saksi yang diajukan oleh pemohon dan bukti - bukti  surat telah diperoleh  fakta yang pokoknya sebagai berikut: 1.  Bahwa antara pemohon dengan calon suami pemohon, telah lama menjalin  hubungan cinta dan mereka sepakat untuk melanjutkan kejenjang pernikahan.    2.  Bahwa antara pemohon dengan calon suami pemohon, tidak ada hubungan  mahram baik hubungan nasab maupun susuan atau dalam pinangan orang  lain, dan tidak ada halangan menikah antara pemohon dengan calon suami  pemohon.
 3.  Bahwa wali pemohon telah menolak lamaran/ pinangan calon suami pemohon  saat calon suam i datang untuk melamar pemohon dengan alasan orang jember  kebanyakan orang madura dan mereka suka carok dan santet.
 4.  Bahwa antara pemohon dengan orang tua pemohon (wali nikah) telah terjadi  sengketa mengenai rencana pernikahan pemohon dengan calon suaminya,  dimana wali nikah pemohon menolak untuk menjadi wali nikah antara pemohon dengan calon suami pemohon tersebut tanpa alasan yang dapat  dibenarkan menurut hukum, sedangkan pemohon ingin segera menikah dengan calon suaminya untuk menghindari terjadinya pe langgaran terhadap  norma- norma agama maupun norma susila mengingat antara pemohon dengan calon suami pemohon sudah saling mencintai dan ingin segara membina rumah tangga.
 5.  Bahwa rencana perkawinan pemohon tersebut oleh Pejabat Kantor Urusan  Agama setempat ditolak dengan alasan karena orang tua pemohon tidak  bersedia menjadi wali nikah.
 6.  Bahwa pemohon tergolong orang yang telah dewasa dan telah cukup untuk  menentukan pilihan jejaka yang akan menjadi calon suaminya.
  Berdasarkan fakta yuridis tersebut diat as, pengadilan menilai bahwa permohonan pemohon telah cukup beralasan dan sesuai dengan ketentuan hukum  dan perundang - undangan yang berlaku oleh karena itu patut untuk dipertimbangkan.
 Kemudian hakim menimbang bahwa keengganan wali pemohon untuk  menjadi wali nikah dalam pernikahan pemohon dengan calon suaminya ternyata  tidak berdasarkan alasan yang benar menurut syara’, sedangkan pemohon tergolong orang yang telah dewasa dan telah cukup untuk menentukan pilihan  mengenai calon suaminya, oleh karena itu wali  pemohon patut dianggap sebagai  wali ad{al.
 Terhadap perkara ini dapat diterapkan ketentuan hukum sebagaimana  diatur dalam UU No.1/1974 tentang Perkawinan Pasal 21 Ayat (3) jo PP No.
 9/1975 Tentang pedoman pelaksanaan UU Perkawinan, pasal 2 ayat (1) jo Komp ilasi Hukum  Islam pasal 23 dan Peraturan Mentri Agama RI No. 2/1987  Tentang wali hakim, serta doktrin hukum  Islam dalam Kitab  Hawa>syi> alSyarwa>ni>wa Ibn Qa>sim al- Iba>di>Ala> Tuhfah al -Mukhta>j bi Syarhi alMinha>j Juz VII, hal  251yang berbunyi: Artinya: ” Demikian juga seorang sulthon (hakim) boleh menikahkan seorang  perempuan apabila semua walinya baik wali dekat, wali mu’tik dan  wali asabahnya menolak untuk menikahkan, tetapi setelah ditetapkan  adlalnya wali dihadapannya baik dengan cara menolak atau diam sesudah diperintah, dan pihak pelamar dan yang dilamar sama-sama  hadir, jika adlalnya wali diulang-ulang (samapai tiga kali), berarti  dosa besar dan fasik maka perwaliannya pindah kewali ab’ad. Dan jika  tidak diulang-ulang maka tidak.”  .
 Dengan dasar tersebut diatas, hakim Pengadilan Agama Nganjuk menetapan   ad{al nya wali dan memberikan izan kepada pe mohon untuk menikah  dengan calon sua mi pilihannya dengan wali hakim.
 Apabila wali yang dekat enggan mengawinkan perempuan kepada laki - laki  yang sekufu’ dengan dia, bahkan saling mencintai dan tidak berhalangan, maka  yang menjadi wali adalah sulthon atau  h akim, bukan wali yang jauh. Sesuai dengan hadis Nabi SAW: Artinya:  ”Diriwayatkan  dari Urwah, dari Aisyah ia berkata: ”telah bersabda  Rasulullah SAW. Setiap perempuan yang melangsungkan pernikahan tanpaseizin walinya, maka pernikahannya batal, batal, batal. Dan Jika  (si laki - laki/ suami) campuri dia, maka wajib atasnya bayar mahar buat  kehormatan yang ia telah halalkan dari perempuan itu, jika para wali  (bertengkar), maka pemerintah (sulthon) adalah menjadi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.
   Abdul Hami>d  al -Syarwa>ni> ,  Hawa>syi> al-Syarwa>ni> wa Ibn Qa>sim al-Iba>di> Ala>  Tuhfah al-Muhta>j bi Syarhi al-Minha>j Juz VII,h.
  Abi>Da>ud Sula i> ma >n Bin a l -Asy’ast al -Si jista>ny, Sunan Abi>Da>ud, h .478    Kompilasi Hukum  Islam   juga menyebutkan tentang  ad{al nya wali dalam  pasal 23: 1.  Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak  ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau  adlalatau enggan.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi