Selasa, 28 Oktober 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis pengaruh pdrb perkapita, jumlah penduduk, angka partisipasi sekolah, dan angka harapan hidup terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah

       BAB I .
PENDAHULUAN .
A.  Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Analisis pengaruh pdrb perkapita, jumlah penduduk, angka partisipasi sekolah, dan angka harapan hidup terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah
Kemiskinan merupakan masalah multidimensial di setiap negara di  dunia, kemiskinan dianggap sebagai penyakit sosial yang menjadi penghambat  pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Kemiskinan di negara  yang sedang berkembang menjadi masalah yang sangat rumit untuk diurai dan  diruntut awal mula penyebab kemiskinan itu terjadi. Pandangan ekonomi baru  menyebutkan bahwa keberhasilan suatu perekonomian tidak lagi hanya diukur  melalui peningkatan PDB, melainkan juga kemampuan suatu negara dalam  mengatasi masalah kemiskinan (Michael P. Todaro, 2000).

Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup  minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kebutuhan minimum atau kebutuhan  dasar yang harus dipenuhi diantaranya pangan, sandang, papan, kesehatan dan  pendidikan. Kemiskinan terjadi ketika tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan  minimum tersebut. Kemiskinan juga dapat dibedakan berdasarkan pola waktu  menjadi 4, diantaranya (1) persistent poverty,yaitu kemiskinan kronis yang  telah turun-menurun; (2) Cyclical Poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti  pola siklus perekonomian secara keseluruhan; (3) Seasonal Poverty, yaitu  kemiskinan musiman sebagai contoh pada petani dan nelayan; (4) Accident  Poverty, yaitu kemiskinan yang terjadi karena bencana alam, konflik, atau     dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan menurunnya kesejahteran  masyarakat (Soemitro Djojohadikusumo, 1994).
Kemiskinan adalah keadaan dimana individu kehilangan kesempatan  dan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, kesehatan, dan pendidikan  yang layak (World Bank, 2007). Menurut Bank Dunia pada tahun 20 ditetapkan indikator kemiskinan berdasarkan pendapatan per hari, untuk  kemiskinan absolut pendapatan per hari dibawah $1 dan kemiskinan  menengah dengan pendapatan dibawah $2. Badan Pusat Statistik Indonesia  (BPSI) mendefinisikan keadaan dimana individu tidak mempunyai  kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan makan dan non makan.
Tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa  makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang  dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan  konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan  nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan  kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan  perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis  penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang  memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin  (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2007).
Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan  sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas, termasuk  bagi pemerintah provinsi Jawa Tengah. Upaya penanggulangan kemiskinan di  Jawa Tengah dilaksanakan melalui lima pilar yang disebut “Grand Strategy”     sebagai berikut (1) perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan  kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial; (2) pemberdayaan  masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik,  ekonomi dan sosial; (3) peningkatan kapasitas, dilakukan untuk  pengembangan kemampuan dasar: (4) perlindungan sosial, dilakukan untuk  memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelomnpok rentan konflik  ekonomi dan sosial; (5) kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan  dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional (Bappeda  Jateng, 2007).
Program pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah  menggunakan paket kebijakan yang berkelanjutan. Pembangunan ekonomi  selalu berhubungan erat dengan pembangunan kualitas masyarakat dengan  tujuan kesejahteraan masyarakat secarakeseluruhan. Bappeda Provinsi Jawa  Tengah sebagai perencana pembangunan menggunakan pendekatan sosial  kemasyarakatan dalam merencanakan program pengentasan kemiskinan.
Bappeda Provinsi Jawa Tengah dalam lima pilar pembangunan  mempunyai tujuan-tujuan pokok dan penting di bidang ekonomi, politik,  social dan kependudukan. Masyarakat miskin menjadi fokus utama karena  pada tingkatan rendah ini sangat rentang oleh goncangan ekonomi, social dan  politik. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memperkuat kemampuan  masyarakat dalam menghadapi goncangan dan konflik social ekonomi yang  terjadi pada masyarakat modern. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan secara  keseluruhan pada masyarakat Provinsi Jawa Tengah.
   Tabel 1.
Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Tengah  Tahun 1993-20 Tahun  Jumlah Penduduk Miskin  Jumlah Penduduk 1993 7.621.400  27.005.6 1994 7.590.800  28.856.4 1995 7.412.300  29.519.4 1996 6.417.880  29.698.8 1997 7.047.800  29.907.4 1998 7.267.700  30.385.4 1999 8.775.400  30.761.2 2000 8.365.900  30.775.8 2001 7.866.200  31.063.8 2002 7.408.100  31.691.8 2003  6.779.800  32.052.8 2004  6.803.400  32.397.4 2005  6.993.300  32.908.8 2006  7.060.600  32.177.3 2007  6.657.900  32.380.2 2008  6.189.650  32.626.3 2009  5.725.680  32.864.5 2010  5.369.240  32.382.6 2011  5.256.470  32.643.6 2012  4.863.410  32.380.6 Sumber : BPS, tahun 20 Data jumlah penduduk miskin dan data jumlah penduduk total di  Jawa Tengah dari tahun 1993-2012 diatas, dapat kita lihat fenomena tentang  kemiskinan Jawa Tengah selama 20 tahun terakhir. Pada tahun 1993 data     penduduk miskin Jawa Tengah tercatat sebesar 7.621.400 jiwa berbanding  dengan jumlah penduduk total sebesar 27.005.625. Tren jumlah penduduk  miskin dalam rentang waktu selama 20 tahun relatif menurun kecuali pada  sekitar tahun 1998 dan 2006. Pada tahun 1998 mengalami peningkatan jumlah  penduduk miskin karena dampak dari krisis ekonomi yang melanda sebagian  besar Indonesia berimbas juga ke provinsi Jawa Tengah (BPS Jawa Tengah,  2012).
Jumlah penduduk miskin merupakan salah satu tolok ukur  keberhasilan kebijakan yang diambil pemerintah daerah untuk  menyejahterakan masyarakatnya. Jumlah penduduk miskin yang terlalu tinggi  akan menjadi masalah penting yang dapat mengganggu program  pembangunan suatu daerah. Beberapa upaya pengentasan kemiskinan telah  direncanakan bahkan telah berjalan programnya. Setelah otonomi daerah  ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerah  masing-masing yang sesuai dengan potensi maupun kendala yang ada.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan program pengentasan  kemiskinan seperti program bantuan raskin (beras miskin), PNPM  (pemberdayaan nasional masyarakat mandiri), BLSM (bantuan langsung  sementara masyarakat) sesuai dengan program penanggulang kemiskinan di  pemerintahan pusat.
Jumlah penduduk di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap  kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut. Jika pertumbuhan penduduk tidak  dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga     muncul wabah penyakit, kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia  (Malthus, 1798). Teori Malthus menjelaskan bahwa wabah penyakit kelaparan,  dan penderitaan manusia ini adalah kemiskinan yang melilit masyarakat.
Penduduk di suatu wilayah merupakan subjek sekaligus objek  pembangunan masyarakat. Penduduk apabila dilihat dari sisi produktivitas  dinilai sebagai sumber daya manusia. Jumlah penduduk yang banyak disuatu  wilayah akan menjadi dilema, di suatu sisi jumlah penduduk yang banyak  dapat meningkatkan produktivitas dan di sisi lain jumlah penduduk yang  banyak juga menjadi beban. Penduduk yang banyak dengan komposisi  pengangguran yang lebih banyak dari pekerja menyebabkan tingginya angka  ketergantungan terhadap pekerja sehingga justru menambah jumlah penduduk  miskin. Kemiskinan tercipta dari tidak optimalnya tenaga kerja dalam bekerja  dikarenakan adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan yang  ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk yang masuk ke  pasar kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan  secepat-cepatnya walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya  akibat ketatnya persaingan dalam mencari kerja (Philip M Hauser, 1959).
Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang  terus menerus dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 2006).  Salah satu  indikator tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah adalah angka PDRB per  kapita. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh  berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Hadi Sasana,  2006). Peningkatan PDRB perkapita akan berpengaruh positif terhadap     pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan Ekonomi adalah proses  kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Suprapti Supardi, 2011).
Pertumbuhan ekonomi mencakup 3 aspek yaitu proses, kenaikan output  perkapita dan jangka waktu yang lama (Suprapti Supardi, 2011). Pertumbuhan  ekonomi bukan hanya diukur sesaat, tetapi lebih bersifat dalam kurun waktu  tertentu. Secara agregat, GDP tumbuh apabila nilai output barang maupun jasa  meningkat. Sedangkan output perkapita dapat meningkat apabila pertumbuhan  GDP lebih bessar dari pertumbuhan penduduk. Peningkatan output ini bisa  disebabkan oleh adanya investasi dan kemajuan teknologi untuk  meningkatkan produktivitas penduduk (Suprapti Supardi, 2011).
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dalam berita resmi statistik pada  bulan februari 2013, pertumbuhan PDRB Jawa Tengah pada tahun 20 mencapai 6,3 persen yaitu dari Rp. 198,3 Triliun pada tahun 2011 menjadi  210,6 Triliun pada tahun 2012. Untuk PDRB perkapita Jawa Tengah tercatat  di BPS provinsi sebesar Rp. 16,7 juta per tahun pada 2012, ini mengalami  peningkatan yang signifikan sebesar 10,8% dari tahu 2011 yang sebesar Rp.
15,1 juta. Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah dikatakan berhasil  apabila terjadi pertumbuhan PDRB ataupun PDRB perkapita, pemerataan  yang semakin membaik, dan adanya kesinambungan serta terjadi sterilitas dan  efisiensi (Suprapti Supardi, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi  pembangunan ekonomi dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi diantaranya ketersediaan  sumber daya alam, modal usaha, sumber daya manusia atau entrepreneurship,     kemajuan teknologi, kemampuan manajerial dan ketersediaan sarana dan  prasarana penunjang kegiatan perekonomian. Faktor non-ekomoni yang  berpengaruh diantaranya kondisi sosio-budaya, kondisi sosio-politik serta nilai  moral dan agama.
PDRB perkapita menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan  masyarakat di suatu daerah, PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa  akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam  suatu periode. PDRB perkapita mencerminkan keadaan perekonomian yang  terjadi di lapisan masyarakat paling bawah yaitu rumah tangga konsumsi.
Kesejahteraan keluarga terjadi ketika setiap kebutuhan pokok dapat terpenuhi  tanpa mengurangi alokasi dana untuk kebutuhan lainnya.
Provinsi Jawa Tengah memiliki tren peningkatan nilai PDRB Perkapita  yang positif, ini terbukti dalam data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah yang  menunjukan kenaikan selama kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan  nilai ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yang  positif dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Optimalisasi lahan pertanian dan  perluasan lahan untuk industry di Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu  faktor meningkatnya nilai PDRB yang konsisten selama kurun waktu 2 dekade  ini. Pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berjalan dengan baik  juga menjadi faktor kemajuan di suatu daerah. Peningkatan nilai PDRB  perkapita juga berpengaruh terhadap kemiskinan dan kesejahteraan  masyarakat, baik dalam taraf nasional maupun di tingkat regional.
   Tabel 1.
PDRB Perkapita Jawa Tengah Menurut Harga Konstan  Tahun 1993-20 Tahun PDRB Perkapita  1993 1.276.5 1994 1.296.8 1995 1.316.5 1996 1.401.9 1997 1.428.3 1998 1.246.6 1999 1.274.9 2000 3.673.6 2001 3.762.2 2002 3.851.1 2003 3.998.1 2004 4.155.7 2005 4.488.0 2006 4.913.8 2007 5.142.7 2008 5.345.7 2009 5.471.4 2010 5.774.5 2011 6.112.8 2012 6.337.5 Sumber: BPS Jawa Tengah tahun 20  Data pada tabel 1.2 diatas menunjukan pertumbuhan PDRB  perkapita Jawa Tengah tahun dari tahun 1993 sampai dengan 2012. Secara  keseluruhan tren pertumbuhannya mengalami peningkatan setiap tahun, ini     terlihat mulai tahun 1993 dengan angka sebesar 1.148.989 menjadi sebesar  6.337.506 pada tahun 2012.
Upaya mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan  (sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat  strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat  mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Secara definisi,  seperti yang dilansir dalam  World Commision on Environmental and  Development, 1997 dalam McKeown (dalam Adit Agus, 2010), bahwa  sustainable development adalah: “Sustainable development is development  that meets the needs of the present without comprimising the ability of future  generations to meet their own needs.” Pendidikan dianggap sebagai alat untuk  mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas  pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas  hidup di masa depan akan lebih baik. Pendidikan, usaha pembangunan yang  lebih hijau  (greener development) dengan memperhatikan aspek-aspek  lingkungan juga mudah tercapai.
Pembangunan pendidikan yang cenderung ramah lingkungan yang  menjadi solusi global pengentasan kemiskinan dalam konteks daerah maupun  nasional. Pembangunan kualitas pendidikan dalam rangka meningkatkan  kualitas sumber daya manusia harus berwawasan budaya dan kearifan lokal  dengan tujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan kesejahteraan di tingkat  pusat maupun di tingkat regional.
   Tabel 1.3 Angka Partisipasi Sekolah dan Angka Harapan Hidup  Jawa Tengah tahun 1993-20 Tahun  Angka Partisipasi Sekolah  SMA  Angka Harapan  Hidup  1993 42,44  63, 1994 43,06  63, 1995 43,97  65, 1996 44,14  65, 1997 44,13  66, 1998 45,52  66, 1999 45,14  67, 2000 45,63  67, 2001 47,48  68, 2002 47,66  68, 2003 48,13  68, 2004 51,02  69, 2005 52,97  70, 2006 51,31  70, 2007 53,20  70, 2008 53,38  71, 2009 52,84  71, 2010 53,72  71, 2011 55,00  72, 2012 58,56  72, Sumber: BPS Jawa Tengah 2013.
Angka Partisipasi sekolah adalah angka perhitungan yang didapatkan  dari perbandingan antara jumlah murid yang sekolah usia tertentu dengan  jumlah penduduk usia tertentu. Tabel Angka Partisipasi sekolah tingkat SMA  di Jawa Tengah dapat kita lihat bahwa tren positiff pada partisipasi sekolah     yang mengalami kenaikan secara keseluruhan. Angka partisipasi sekolah  jenjang SMA pada tahun 1993 berada pada nilai 42,44 dan secara keseluruhan  meningkat hingga angka 58,56 pada tahun 2012. Untuk skala nasional  Indonesia, tingkat pendidikan di Jawa Tengah termasuk tinggi dibanding  provinsi yang lain. Penduduk Jawa Tengah sebetulnya memiliki potensi  summber daya manusia yang mumpuni untuk mewujudkan kesejahteraan  menyeluruh di provinsi Jawa Tengah. Program pemerintah dalam upaya  pengentasan kemiskinan, SDM yang berkualitas sangat dibutuhkan sebagai  subjek maupun objek pembangunan.
Peran pendidikan sebagai faktor produksi semakin kesini memiliki  peran yang penting dibandingkan dengan masa lalu. Tingkat pendidikan  menjadi obyek utama dalam pengklasifikasian kelas dalam tenaga kerja.
Tingkat pendidikan tenaga kerja berbanding lurus dengan upah yang  diterimanya, dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja  semakin tinggi pula upah atau gaji yang diterima. Tingkat pendapatan akan  berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat termasuk di  dalamnya kemiskinan. Pendidikan menunjukan kualitas sumber daya manusia  sebagai faktor produksi dalam perekonomian. Pembangunan kualitas  pendidikan yang baik akan berpengaruh terhadap meningkatkan kualitas  sumber daya manusia tersebut.
Menurut Dr. Baedhowi, ada 4 upaya dalam pembangunan sumber daya  manusia diantaranya (1) Perluasan kesempatan memperoleh pendidikan,  upaya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan ditandai dengan     program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah pusat dan  pemerintah daerah sebagai pelaksana program tersebut. Anggaran pemerintah  pusat di bidang pendidikan yang mencapai 20% dari total APBN semakin  membuka lebar kesempatan siswa untuk memperoleh pendidikan terutama  pada masyarakat miskin. Sebagaimana yang telah diamanahkan UUD 19 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh  peendidikan dan penghidupan yang layak. (2) Pembangunan jaringan ekonomi  pedesaan, pembangunan ini bertujuan untuk menumbuhkan perekonomian  tingkat bawah, beberapa caranya antara lain pembangunan infrastruktur dan  sarana penunjang perekonomian pedesaan seperti lumbung desa, pasar  tradisional, dan KUD (koperasi unit desa). Setelah itu dilakukan menajemen  ekonomi yang modern di desa, sistem modal bergilir,dan simpan pinjam  jarring pengaman sosial. Dengan begitu masyarakat mendapatkan pendidikan  untuk mengelola sumber daya yang dimiliki masyarakat itu sendiri secara  mandiri. Sumber daya manusia inilah yang mengalami peningkatan kualitas  sebagai faktor produksi suatu daerah. (3) Ekonomi kerakyatan, sebagaimana  yang diamanahkan oleh UUD 1945, bahwa hasil sumber daya alam dan  sebagainya dikuasai oleh Negara dan diperuntukkan untuk kemamuran rakyat.
Pada posisi ini rakyat sebagai subjek perekonomian, rakyat diharapkan  mampu belajar dan mengelola sumberdaya alam dengan sumberdaya manusia  yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia berperan sentral terhadap  keberhasilan ekonomi kerakyatan. (4) Pembangunan sumber daya manusia  dengan organisasi, dengan organisasi masyarakat diharapkan mampu     melakukan perencanaan, bekerja secara tim, dan memenuhi target yang  diharapkan. Melalui wadah organisasi ini kualitas SDM anggota akan  meningkat meuilal tukar pendapat dan saling berbagi ilmu pengetahuan untuk  memecahkan masalah untuk mencapai tujuan utamanya.
Kondisi kesehatan masyarakat memiliki pengaruh yang erat dengan  kemiskinan, apabila dilihat dari sudut pandang produktivitas sebagai faktor  produksi dalam perekonomian. Daerah dengan tingkat kesehatan penduduk  yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerjanya,  sebaliknya di daerah yang memiliki tingkat kesehatan penduduk yang rendah  akan berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Semakin  meningkatnya produktivitas tenaga kerja akan diikuti dengan peningkatan  PDRB di daerah tersebut.
Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi  adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Pembangunan ekonomi juga  harus memperhatikan dan mengimbangi dengan pelaksanaan pembangunan  kesehatan. Pembangunan tersebut harus berjalan seimbang agar dapat  mencapai tujuan yang diharapkan bagi semua yaitu kemakmuran dan  kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan kesehatan yang  dimaksud merupakan proses perubahan tingkat kesehatan masyarakat dari  tingkat yang kurang baik menjadi yang lebih baik sesuai dengan standar  kesehatan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan merupakan pembangunan  yang dilakukan sebagai investasi untuk membangun kualitas sumber daya  manusia (Juanita, 2002).
   Angka Harapan Hidup adalah salah satu indikator untuk menjelaskan  tingkat kesehatan penduduk di suatu negara maupun suatu daerah. Badan  Pusat Statistik mendefinisikan angka \harapan hidup sebagai perkiraan ratarata jumlah tahun yang akan dijalani oleh seseorang sejak orang tersebut  dilahirkan. Data angka harapan hidup pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa di  Jawa Tengah mengalami tren positif kenaikan angka harapan hidup secara  keseluruhan dari tahun 1993 sampai dengan 2012. Pada tahun 1993 Angka  harapan hidup Jawa Tengah menunjukkan angka sebesar 63,1 dan setiap tahun  mengalami kenaikan yang signifikan menjadi 72,8 pada tahun 2012.
Secara umum penyebab kemiskinan di negara berkembang seperti  Indonesia terlihat dari beberapa aspek kehidupan masyarakat diantaranya pada  keadaan ekonomi, kondisi kesehatan dan tingkat pendidikan masyarakat  tersebut. Selanjutnya untuk di provinsi Jawa Tengah kemiskinan juga dapat  dilihat melalui ketiga aspek kehidupan tersebut. Pertumbuhan penduduk yang  besar yang tidak dapat diimbangi sumber daya alam akan menimbulkan  sebuah masalah seperti kesulitan  dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Tingginya pertumbuhan angkatan kerja yang tidak dapat diimbangi oleh  pertumbuhan kesempatan kerja akan menyebabkan banyaknya penganggur  yang akan menjadi beban kepala keluarga. Ketika kelebihan suplai tenaga  kerja terjadi, tenaga kerja terpaksa menerima upah yang rendah dari  perusahaan karena apabila tidak mau menerima upah rendah masih banya  tenagak kerja lain yang mau menerimanya dengan pertimbangan daripada     menjadi pengangguran. Ketika upah rendah dan banyak penduduk yang tidak  bekerja, maka total output yang dihasilkan oleh tenaga kerja menurun.
Penelitian ini akan mencoba meneliti pengaruh PDRB perkapita,  jumlah penduduk, tingkat kesehatan, dan tingkat pendidikan masyarakat  terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, judul yang  akan diambil dalam penelitian ini adalah “ANALISIS PENGARUH PDRB  PERKAPITA, JUMLAH PENDUDUK, ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH,  DAN ANGKA HARAPAN HIDUP TERHADAP JUMLAH PENDUDUK  MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH”.
B.  RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini  adalah : .
1. Bagaimana pengaruh PDRB perkapita terhadap jumlah penduduk miskin  di provinsi Jawa Tengah?.
2. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap jumlah penduduk miskin  di Jawa Tengah?.
3. Bagaimana pengaruh angka partisipasi sekolah tingkat SMA terhadap  jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah?.
4. Bagaimana pengaruh angka harapan hidup terhadap jumlah penduduk  miskin di provinsi Jawa Tengah?.
 C.  TUJUAN PENELITIAN .
Tujuan penelitian ini adalah :.
1.  Untuk mengetahui pengaruh PDRB perkapita terhadap jumlah penduduk  miskin di provinsi Jawa Tengah.
2.  Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap jumlah penduduk  miskin di Jawa Tengah.
3.  Untuk mengetahui pengaruh kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin  di provinsi Jawa Tengah.
4.  Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap penduduk miskin di  provinsi Jawa Tengah.
D.  MANFAAT PENELITIAN .
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:.
1.  Sebagai masukan terhadap pemerintah sebagai penentu kebijakan  tentang pengentasan kemiskinan di provinsi Jawa Tengah.
2.  Sebagai bahan bacaan akademisi maupun umum dalam mengetahui  faktor penyebab besarnya jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah.

3.  Sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya yang tertarik  terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah.  
Skripsi Ekonomi: Analisis pengaruh pdrb perkapita, jumlah penduduk, angka partisipasi sekolah, dan angka harapan hidup terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi