BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar
modal (capital market)
merupakan pasar untuk
berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan. Pasar modal adalah pertem uan antara pihak
yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana dengan
cara memperjualbelikan sekuritas,
yang umumnya mempunyai
umur lebih dari satu tahun, sedangkan secara fisik atau
tempat di mana terjadi jual beli sekuritas disebut
bursa efek (Tandelilin
2001:13). Pemerintah dalam
hal ini berupaya
untuk meningkatkan peran
pasar modal karena
peranannya yang sangat
penting dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber
pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana
investasi masyarakat.
Seseorang yang melakukan kegiatan
investasi disebut sebagai investor. Pada setiap
kegiatan investasi yang
mereka lakukan tentulah
memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan,
keamanan, dan pertumbuhan
dana yang telah diinvestasikan. Dengan
dasar tersebut maka
para investor harus
terlebih dahulu melakukan
analisis terhadap faktor
yang dapat mempengaruhi
kondisi perusahaan emiten dimana mereka menanamkan sahamnya.
Analisis ini dilakukan agar investor memperoleh gambaran
yang jelas terhadap
kemampuan perusahaan tersebut
agar selalu tumbuh dan berkembang
di masa yang akan datang.
Dalam melakukan
analisis dan memilih
saham, ada dua
analisis atau pendekatan yang sering digunakan, yaitu
analisis teknikal dan analisis fundamental.
Analisis teknikal adalah suatu metode
yang digunakan untuk menilai saham, dimana dengan metode ini para analis melakukan
evaluasi saham berbasis pada data-datadata
statistik yang dihasilkan
dari aktivitas perdagangan
saham, seperti harga saham dan
volume transaksi. Dengan
berbagai grafik yang
ada serta pola-pola grafik
yang terbentuk, analisis
teknikal mencoba memprediksi
arah pergerakan harga saham ke depan (Darmadji dan Fakhruddin,
2006).
Analisis fundamental
merupakan salah satu
cara melakukan penilaian saham
dengan mempelajari atau
mengamati berbagai indikator
terkait kondisi makro
ekonomi dan kondisi
industri suatu perusahaan,
termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan di
masa mendatang (Darmadji dan Fakhruddin,
2006).
Indikator kondisi ekonomi makro
yang tekait antara lain yaitu tingkat suku bunga
(SBI), nilai tukar
Rupiah/Dolar, dan inflasi.
Sedangkan untuk analisis perusahaan
terdapat dua komponen
utama dalam analisis
fundamental yaitu Earning
Per Share (EPS)
dan Price Earning
Ratio (PER) perusahaan
untuk mengestimasi nilai
intrinsik suatu saham (Tandelilin, 2001).
Pada pertengahan
tahun 2008 telah
terjadi krisis ekonomi
global yang disebabkan oleh krisis keuangan di Amerika
Serikat. Efek yang ditimbulkan dari krisis tersebut
merambat ke seluruh
dunia, termasuk Indonesia,
dimana ditunjukkan dengan
penurunan IHSG (Indeks
Harga Saham Gabungan)
dan melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap
dollar. Sehingga banyak
investor yang berinvestasi
pada saham mengalami
kerugian besar.Kejadian ini
menunjukkan bahwa beberapa
faktor internal dan
faktor eksternal dapat
mempengaruhi perubahan harga saham
perusahaan.
Ibrahim dan Wan
Yusoff (2001: 157-158)
meneliti tentang Variabel makroekonomi, nilai tukar dan harga saham di
Malaysia, mereka menyimpulkan bahwa variabel
makroekonomi (pengeluaran riil,
tingkat harga dan
jumlah uang beredar) dan nilai tukar mempengaruhi harga
saham di Malaysia. Penelitian ini mengatakan
bahwa depresiasi nilai
Ringgit Malaysia berkorelasi
positif dengan depresiasi pada pergerakan pasar modal.
Sebaliknya, ada pendapat yang
mengatakan variabel makroekonomi justru memiliki hubungan
yang negatif terhadap
harga saham. Thorbecke
(1997: 18) pada
penelitiannya, On Stock
Market Returns and
Monetary Policy menyimpulkan
bahwa ada pengaruh
yang negatif pada
tingkat suku bunga
The Fed dengan
indeks harga saham
Dow Jones. Hal
ini juga berlaku
pada indeks saham sektor industri dan konsumsi.
Rodoni (2006) mengatakan bahwa
terdapat pengaruh negatif dari variabel tingkat suku
bunga (SBI) terhadap
laba harga saham,
jika tingkat suku
bunga mengalami penurunan maka
pergerakan pasar modal akan mengalami kenaikan.
Ang (2004:
19) mengatakan bahwa
kenaikan inflasi yang
tinggi menyebabkan penurunan
keuntungan perusahaan, hal
tersebut mengakibatkan ekuitas
dari surat-surat berharga
jadi kurang kompetitif.
Sama hal-nya dengan melemahnya
nilai tukar rupiah
terhadap dollar, apresiasi
nila tukar akan menimbulkan efek
yang negatif pada
pasar modal, karena
hal ini menyebabkan pasar modal menjadi sebuah daya tarik. Jika
tingkat suku bunga meningkat, secara negatif
maka akan berpengaruh pada pergerakan pasar modal.
Penelitian yang dilakukan Indri
Paramithasari (2009) menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh positif yang signifikan dari variabel inflasi dan nilai tukar, dan
tidak
terdapat pula pengaruh
negatif yang signifikan
pada variabel tingkat
suku bunga (SBI) pada return
saham pada sektor industri.
Enggarini (2006)
menganalisis pengaruh variabel
fundamental dan teknikal terhadap harga saham emiten yang
tergabung dalam LQ 45 periode 2002-2004.
Penelitiannya bertujuan untuk
mengetahui besarnya pengaruh
variabel fundamental (EPS,
ROA,ROE) dan variabel
teknikal (harga saham
masa lalu), terhadap harga saham emiten. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial EPS dan
harga saham masa
lalu berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
Senada dengan
itu, Rowland (2008)
dalam penelitiannya mengatakan
bahwa earning per
share (EPS) merupakan
variabel yang memiliki
pengaruh dominan pada enam industri.
Penelitian Farid
(2007) bertujuan untuk
mengetahui: 1) EPS,
PER, dan ROE
terhadap harga saham,
secara simultan maupun
secara parsial; 2)
variabel bebas yang
dominan berpengaruh terhadap
harga saham. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
EPS, PER, dan ROE berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham. Secara parsial, EPS
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Namun, penelitian
lainnya justru menunjukkan
bahwa variabel tingkat inflasi,
nilai tukar dan
Debt to Equity
Ratio (DER) memiliki
efek negatif yang signifikan pada
return saham (Prihatini,
2009). Selain itu,
Riska (2002) menganalisis
pengaruh earning per
share, price earning
ratio, dan return
on equity terhadap harga saham emiten industri properti di Bursa
Efek Jakarta. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa secara simultan
dan parsial, tidak
satupun variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Disebut-sebut salah satu
Industri di Indonesia
yang cenderung selalu memiliki
keuntungan positif adalah
industri rokok. Sebenarnya,
adanya industri rokok
di Indonesia memang
sedikit dilematis. Pada
satu sisi industri
rokok merupakan sumber
pendapatan bagi pemerintah
karena cukai rokok
memang berhasil sebagai
sumber penerimaan negara.
Namun pada sisi
lain rokok dikampanyekan untuk tidak dikonsumsi karena
dampaknya yang tidak baik untuk kesehatan.
Peranan industri rokok dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin
besar, selain sebagai
motor penggerak ekonomi
juga menyerap banyak tenaga kerja.
Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Rokok Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Periode 2008-2013
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi