BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Investasi memiliki
peranan yang strategis
dalam menopang pertumbuhan ekonomi suatu negara, sebab tanpa
investasi laju perekonomian akan
stagnan. Istilah investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menempatkan dana pada suatu instrumen keuangan dengan
harapan nilainya akan meningkat di masa
mendatang. Lain halnya
dengan menabung, investasi
tidak hanya sekedar menyisihkan uang untuk disimpan namun
memiliki perencanaan dan prosedur yang
harus dilakukan.Investasi dibedakan
menjadi dua, yakni investasi pada
sektor riil (emas,
properti, tanah) dan
investasi pada sektor finansial/keuangan (investasi pada surat-surat
berharga).
Masyarakat modern akan cenderung
lebih memilih investasi keuangan dibandingkan dengan
investasi dalam bentuk
barang, karena dirasa
relatif lebih mudah,
praktis dan objektif.
Secara umum, ada
tiga cara alternatif investasi
keuangan.Ketiga alternatif tersebut
adalah perbankan, asuransi
dan investasi pasar modal.
Produk perbankan misalnya
deposito, meskipun terbilang aman namun pencairan simpanannya
hanya dapat dilakukan
pada jangka waktu tertentu.Pencairan deposito
yang dilakukan sebelum
jatuh tempo umumnya akandikenakan
denda. Sementara asuransi
merupakan perlindungan finansial untuk
jiwa, properti maupun
kesehatan yang mana
akan mendapatkan ganti apabilaterjadi peristiwa
yang tidak terduga
seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana dalam asuransi
ini melibatkan pembayaran premi secara
teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan
tersebut.Namun, premi yang
dibayarkanakan hangus apabila tidak terjadi klaim sampai jangka waktu
asuransi habis.Sedangkanpasar modal bertindak sebagai
penghubung antara para
investor dengan perusahaan ataupun
institusi pemerintah melalui
perdagangan instrumen jangka
panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya, sehinggasecara
efisien dapat menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.
Kemajuan teknologidan
tingginya arus globalisasi
menjadikan pasar modal
memiliki posisi yang
vital dalampertumbuhan ekonomi Indonesia.Perkembangan pasar modal tentunya
harus mendapat dukungan dari pemerintah maupun
masyarakat.Peran pemerintah dapat
berupa menciptakan stabilitas politik dan hukum, stabilitas iklim investasi Indonesia serta sebagai pelindung dalam pelaksanaan kegiatan
ekonomi.Sementara masyarakat dapat berpartisipasi
dengan caramenginvestasikan dananya di pasar modal.
Umumnya masyarakat
pemodal masih mengalami
kesulitan dalam melakukan
investasi sendiri pada
surat berharga karena
kurangnya pengetahuan dan
keterbatasan waktu dalam
mengelola investasinya. Pasar modal
memberikan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan reksa
dana. Reksadana adalah
sebuah wadah dimana
masyarakat dapat menginvestasikan dananya dan oleh pengelolanya
(manajer investasi) dana itu diinvestasikan ke
dalam portofolio efek.
Keberadaan reksa dana
diharapkan dapat menambah
diversifikasi investasi, selain
itu berdasarkan data
historis yang ada,
secara statistik return
reksa dana lebih
besar dibandingkan return pada deposito.
Reksa dana terdiri
atas berbagai jenis,
diantaranya reksa dana
pasar uang, reksa dana pendapatan
tetap, reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa
dana terproteksi, reksa
dana indeks, reksa
dana exchange traded
fund (ETF) dan reksa
dana syariah. Sedangkan
untuk besar kecilnya
risiko dan return
yang akan diperoleh
investor tergantung pada
jenis reksa dana
yang dipilih.
Reksa dana
berdiri di Indonesia
pada tahun 1995
dan mulai berkembang
pada tahun 1996.
Perkembangan reksa dana
dapat dinilai dari kinerjanya yang terpantau dalam Nilai Aktiva Bersih
(NAB). Perkembangan reksa
dana mengalami fluktuasi
yang beragam dari
tahun ke tahun.
Kinerja reksa dana
sangat dipengaruhi fundamental
makroekonomi dari internal maupun eksternal negeri.
Pada umumnya
permasalahan yang sering
terjadi dalam reksa
dana adalah fluktuasi
posisi nilai tukar
rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, perekonomian
Indonesia yang belum
stabil, hingga faktor
global seperti kebijakan
yang diambil The
FedAS terkait penundaan
pemangkasan nilai stimulus
(tapering off).Ketakutan investor
terhadap resiko tapering offmenyebabkan investor global mengurangi
posisi di emerging market yang sensitif terhadap
suku bunga. Sehingga
hal ini membuat
kondisi pasar tidak stabil dan
mengganggu kinerja reksadana.Adanya kecemasan
tersebut kemudian menyebabkan
penurunan underlyingasset dari
reksadana di pasar modal yang
pada akhirnya terpaksa
memangkas return investasi
pada reksadana. Untuk lebih jelasnya, perkembangan reksa dana
dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.
Kala itu inflasi melonjak sangat
tinggi dari yang semula 6,2 persen menjadi 58 persen,
sehingga suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) meningkat tajamdan
membuat investor beralih
ke produk perbankan.
Peristiwa ini memberikan
dampak negatif terhadap
kinerja reksa dana
dari total NAB sebesar
Rp 4,9 Triliun menjadi Rp 2,9 Triliun. Reksa dana kembali mengalami penurunan drastis di tahun 2005, hal ini
semula disebabkan melonjaknya
harga minyak mentah
dunia dan terus meningkatnya suku
bunga Bank Sentral
Amerika Serikat (The
Fed) yang kemudian
memaksa Bank Indonesia
untuk menaikkan suku
bunga SBI.
Melihat kondisi
reksa dana yang
menurun, para investor
memutuskan untuk mencairkan
(redemption) unit reksa
dana dan kembali
berinvestasi pada deposito.
Reksa dana merosot
tajam dari NAB
di tahun 2004
yang semula berkisar Rp 104 Triliun menurun hingga
mencapai angka Rp 29,4 Triliun di tahun 2005.
Pada tahun 2008
terjadi penurunan reksa
dana karena dipicu adanya
krisis keuangan di
Amerika Serikat. Kinerja
reksa dana yang
belum stabil mengakibatkan
masyarakat ragu untuk berinvestasi, hal
ini jelas terlihat dari penurunan NAB
sebesar Rp 18,1 Triliun.
NAB reksa
dana cenderung mengalami
penurunan sepanjang tahun 2013.
Sentimen makro seperti kenaikan inflasi dan suku bunga SBI/ BI Rate yang tidak terduga berdampak negatif
pada kinerja reksa dana.Hal ini dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
pada pertengahan tahun 2013 yang menjalar
pada kenaikan harga
bahan pokok sehingga
menyebabkan inflasi
meningkat.Selain itu, faktor utama lainnya
adalah pertumbuhan kinerja perusahaan tidak sebaik yang diperkirakan.
Dari beberapa
permasalahan di atas,
indikator ekonomi makro
yang seringkali dihubungkan
dengan reksa dana antara lain harga emas dunia, harga minyak
mentah dunia, tingkat
inflasi dan suku
bunga SBI/ BI
rate. Secara teori,
harga emas dunia
memiliki hubungan negatif
terhadap perkembangan reksa
dana. Kenaikan harga
emas dunia akan
mempengaruhi psikologi investor
untuk cenderung mengalihkan investasinya pada emas sehingga NAB reksa dana akan merosot.
Demikian pula
halnya dengan harga
minyak mentah dunia,
kenaikan harga minyak mentah
dunia karena ketidakpastian ketersediaan minyak dapat menyebabkan ketidakstabilan The Fed AS,
sehingga perekonomian dunia akan terganggu termasuk
kinerja pada reksa
dana. Tingkat inflasi
yang tinggi biasanya
dikaitkan dengan buruknya
perekonomian suatu negara,
sehingga bisa mengurangi
tingkat pendapatan riil
yang diperoleh investor
terhadap investasinya. Dalam
keadaan demikian investor
akan lebih memilih menginvestasikan uangnya
pada emas yang
nilainya tidak tergerus
inflasi dengan tingkat resiko
rendah.
Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Perkembangan Reksa Dana Di Indonesia (Tahun 20041 – 20134)
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi