BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pekerja Sektor Informal Kota Surakarta Tahun 2013
Pembangunan ekonomi
adalah suatu proses
yang menyebabkan pendapatan
perkapita penduduk suatu
masyarakat meningkat dalam
jangka panjang (Arsyad,
1999). Salah satu faktor
yang menentukan karakteristik
dan kecepatan pembangunan ekonomisuatu negara
adalah Sumber Daya
Manusia (SDM). Pendayagunaan
SDM untuk menghasilkan
barang dan jasa
dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu 1) kuantitasdan kualitas
SDM dan 2)
faktor dan kondisi yang
mempengaruhi pengembangan perekonomian
yang kemudian mempengaruhi pendayagunaan SDM tersebut
(Simanjuntak, 1985).
Kondisi ketenagakerjaan Indonesia sendiri secara umum
telah mengalami peningkatan, baik
secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, tenaga
kerja meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk.
Secara kualitas, tenaga kerja
Indonesia juga meningkat.
Hal tersebut dapat
dilihat dari meningkatnya proporsi angkatan kerja yang
berpendidikan SMA keatas.
Berdasarkan status
pekerjaannya, pendapatan masyarakat
dibagi menjadi dua, yaitu
pendapatan di sektorformal dan pendapatan di sektorinformal.
Sektor informal selama beberapa tahun terakhir ini
telah memberikankontribusi yang sangat besar bagi pembangunan di banyak
Negara. Di Amerika latin seperti Chili,Venezuela,Argentina,Brazil, Ekoador,
Kolombia, Peru, Paraguay
dan Bolivia jumlah
pekerja di sektor
informal rata-rata berada
diatas 60 persen (www.ilo.org).
Di Indonesiameskipun berbagai
indikator perekonomian nasional menunjukan perbaikan seperti pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi, tingkat inflasi tidak
terlalu tinggi, stabilnya
nilai tukar rupiah
terhadap US dollar,
rendahnya tingkat bunga
dan sebagainya, namun
sementara ini belum
mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan produksi di
sektor formal.
Tabel 1.1 Proporsi PendudukIndonesiayang
Bekerja Menurut Status PekerjaanTahun 2008-2010 (%) Sektor Tahun 2008 2009 2010
Formal 31,86 30,51 31,41 Informal 68,14 69,49 68,59 Sumber : BPS,diolah.
Tabel 1.1
menunjukkan bahwa proporsi
penduduk yang bekerja
di sektor informal
lebih mendominasi dan
berkembang daripada sektor
formal di Indonesia
yakni dari 69,14
persen pada tahun
2008 menjadi 69,49
persen pada tahun 2009 dan 68,59 persen pada tahun 2010.
Kondisi ini mencerminkan bahwa investasi
baik dari dalam maupun luar negeri pada sektor informal lebih mengacu pada
investasi padat modal
yang kurang mampu
menyerap tenaga kerja.
Selain itu, pada periode 2008-2009 juga tengah terjadi
krisis ekonomi global, sehingga
angka tenaga kerja
di sektor informal
cenderung meningkat, dimana
sektor ini berfungsi menjadi katup pengaman bagi tenaga
kerja pada saat-saat krisis.
Tingkatpendidikan menjadi salah
satu penentu besarnya pendapatan seseorang,
hal ini
sejalan dengan penelitian (Psacharopoulos, 1994).
Melalui pendidikan,
pemerintah dapat melakukan
perannya dalam hal
distribusi pendapatan sehingga
ketidakmerataan distribusi pendapatan
tidak lagi terjadi.
Pendidikan merupakan
salah satu faktor fundamental
dalam pembangunan.
Melalui pendidikanbentuk nyata pembangunan dapat terlihat
darimeningkatnya produktifitas pekerja(Ozturk, 2001). Tidak
ada negara yangdapat
mencapai pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan tanpa adanya investasi yang
besar dalam modal
manusia. Pendidikan memperkaya
orang akan pemahaman diri mereka
dan dunia. Pendidikan
memainkan peran yang
sangat penting dalam mengamankan kemajuan
ekonomi dan sosial.
Semakin tinggi pendidikan memungkinkan
untuk memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi
juga (Simanjuntak, 1985). Tingkat pendidikan Indonesia masih
sangat rendah yaitu menduduki 127 d
i Dunia
pada tahun 2011
merosot dari ranking 65 pada tahun 2010 (www.unesco.org). Rendahnya pendidikan
disebabkan oleh rendahnya partisipasi
pendidikan di Indonesia.
Belum meratanya pendidikan
di Indonesia dan
masih minimnya infrastruktur
penunjang menjadi fokus utama
pemerintah yang sedang dibangun
secara berkesinambungan.
Tabel 1.2 Proporsi Angkatan KerjaIndonesia Menurut
Tingkat Pendidikan2008-2010 (%) Tingkat Pendidikan Tahun 2008 2009 2010 SD
52,35 41,04 49,52 SMP 19,34 19,25 18,93 SMA 14,45 15,8 15,29 Diploma 2,85 2,78
2,95 Sarjana 3,94 4,26 4,96 Sumber : BPS, diolah.
Tabel 1.2
menunjukkan proporsi angkatan
kerja Indonesia menurut tingkat pendidikan ditamatkan tahun 2008
–2010.Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa secara umum
dalam tiga tahun
didominasi oleh jenjang pendidikanSD
dengan tren yang
fluktuatif yaitu mulai dari
52,35 persen pada tahun
2008, kemudian menurun menjadi 41,04 persen pada
tahun 2009 dan naik kembali
menjadi 49,52 persen
pada tahun 2010. Proporsi terbesar
kedua adalah jenjang
pendidikan SMP dengan
persentase 19,34 persen
pada tahun 2008,
dan selama dua
tahun menunjukkan tren
yang terus menurun
yaitu 19,25 dan
18,93 persen. Proporsi terbanyak
ketiga yaitu jenjang
pendidikan SMA dengan persentase 14,45 pada tahun 2008,dan terus
naik menjadi 15,8 persen pada tahun 2009 dan
sedikit menurun menjadi
15,29 persen pada
tahun 2010. Jenjang pendidikan
Sarjana dengan jumlah
terbanyak keempat dibawah SMA,
meskipun demikian sinyalemen
positif ditunjukkan oleh jenjang ini yang mana setiap tahun selalu
menunjukkan tren yang
terus naik, hal
ini berarti secara tidak
langsung mengindikasikan bahwa
taraf pendidikan di Indonesia telah naik , fenomena yang sama
juga ditunjukkan oleh
tamatan pendidikan diploma yang
secara proporsi memiliki jumlah terendah yaitu dengan persentase 2,85 persen pada tahun 2008, sedikit
turun pada tahun
2009 yaitu sebesar
2,78 persen dan
kemudian kembali naik
menjadi 2,95 persen
pada tahun 2010.
Berdasarkan indikator diatas
sudah selayaknya pemerintah untuk
lebih pro aktif lagi dalam mendukung pendidikan di Indonesia, mengingat dengan diterapkannya
program wajib belajar sembilan tahun terbukti efektif
dalam meningkatkan mutu
pendidikan di indonesia,
sehingga diperkirakan jumlah
angkatan kerja tamatan
SD,SMP dan SMA
akan terus menurun dan sebaliknya jumlah angkatan
kerja tamatan SMA keatas akan
terus mengalami peningkatan,
hal ini berarti
SDM Indonesia semakin
meningkat dan diharapkan dengan ini diharapkan tingkat daya
saing Indonesiaakan meningkat.
Umur sangat
penting bagi aspek
demografi dan ketenagakerjaan.
Melalui umur, penduduk dapat
dikategorikan menurut klaster
usia kerjanya.
Fenomena ageing economy
telah menjadi kajian
di banyak negara.
Singapura misalnya, dominasi
penduduk usia tua dalam
peranannya terhadap negara membuat
banyak kalangan ragu
akan masa depan
ekonominya ke depan, fenomena yang sama juga diperkirakan akan terjadi di Jepang, Amerika Serikat dan
Eropa. Pendapat sebaliknya
Indonesia diprediksi oleh beberapa
Lembaga ekonomi Dunia seperti
Price Water House, Coopered , Standard Chartered Bank , Goldman
Sachs dan the
economist akan menjadi Negara dengan
kekuatan ekonomi yang besar pada
dua puluhlimatahun kedepan(Basri, 2011).
Tabel 1.3 Angkatan Kerja MenurutGolongan Umur Tahun
2008-2010 (dalam Juta) Golongan Umur Tahun 2008 2009 2010 15-19 8 7,9 7,93 20-24
12,5 12,3 13 25-29 15 14,9 15,3 30-34 14,2 14,7 15,4 35-39 14 14,2 14,3 40-44
12 12,5 12,7 45-49 10,2 11 11,1 50-54 8,2 9 9,1 55-59 5,4 5,9 6 60+ 8 8,3 8,2 Sumber
: BPS,dio lah Tabel 1.3 menunjukkan
jumlah angkatan kerja
Indonesia dari tahun 2008 hingga
tahun 2010 menurut
golongan umur. Berdasarkan
data pada tabel diatas
dapat diketahui angkatan kerja Indonesia didominasi o leh golongan umur 20-49 tahun yang jumlahnya mencapai lebih dari
10 juta orang. Sedangkan untuk kelompok
umur dibawah 20
tahun dan diatas
50 tahun memiliki
jumlah kurang dari 10 juta orang. Rendahnya jumlah angkatan
kerja dibawah 20 tahun disinyalir disebabkan oleh
adanya penundaan penduduk
usia kerja untuk
memasuki pekerjaan karena
lebih memfokuskan untuk
masuk kedalam jenjang
pendidikan yang lebih
tinggi, hal ini
didukung oleh semakin
tingginya angkatan kerja berpendidikan
tinggi sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
Kesetaraan gendermenjadi
studi yang sedang
banyak dikaji di
berbagai belahan Dunia. Salah satu organisasi dunia yang fokus
akan hal ini adalah
ILO.
Standarisasi kondisi kerja dan
kehidupan di seluruh dunia menjadi visi organ isasi tersebut,
kenyataannya terdapat kesenjangan
pendapatan antara pekerja
laki-laki dan perempuan
di lapangan dimana kaum
perempuan cenderung terpinggirkan.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oloeh
Bank Dunia pada
tahun 1990, ditemukan bahwa terdapat diskriminasi terhadap
kaum perempuan disektor upah dimana
pekerja perempuan hanya memperoleh 77 persen dari rata-rata upah yang diterima laki-laki selain itu juga ditemukan
beberapa fakta lain yaitu masih adanya lapangan pekerjaan
tertentu yang kurang
terbuka dalam menerima
kehadiran tenagakerja
perempuan(World Bank dalam Demartoto, 2000).
Tabel 1.4 Proporsi Penduduk yang
Bekerja Menurut Jenis KelaminTahun
2008-2010 (%) Jenis Kelamin Tahun 2008 2009 2010 Laki-laki 62,1 61,77 61,42 Perempuan
37,9 38,23 38,58 Sumber : BPS, diolah.
Tabel 1.4
menunjukkan jika d ilihat menurut
jenis kelamin dalam kurun
waktu tiga tahun, komposisi penduduk yang bekerja dengan jenis kelamin laki-laki
lebih besar daripada perempuan, yang masing-masing pada tahun
2008 sebesar 62,1 % dan 37,9 %,
pada tahun 2009 sebesar 61,77 % dan 38,23 %, dan pada tahun 2010 sebesar 61,42 % dan 38,58 %.
Di provinsi
Jawa Tengah sektor
informal lebih memegang
peranan dibandingkan dengan
sektor formal. Jumlah pekerja informal pada agustus 2011 mencapai
10,96 juta pekerjaatau sekitar 68,84% lebih dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah pekerja di sektor formal yang
berjumlah sekitar 4,96 juta pekerja atau
sekitar 31,16% (www.jateng.bps.go.id).
Di Surakarta jumlah pekerja di
sektor formal lebih dominan dibandingkan jumlah
bekerja di sektor
informal. Kondisi yang
berbeda dengan provinsi
dan nasional yang
lebih dominan jumlah
pekerja disektor informal
dibandingkan dengan jumlah
pekerja di sektor formal .
Tabel 1.5 Persentase Pekerja Formal dan Informal Menurut Jenis Kelamin Kota Surakarta Tahun
2011(%) Kelompok Umur Jenis Kelamin jumlah laki-laki perempuan Pekerja Formal
70,96 64,33 68,07 Pekerja Informal 29,04 35,67 31,93 jumlah 100 100 100 Sumber
: BPS Kota Surakarta, diolah.
Tabel 1.5
menunjukkan bahwa proporsi
pekerja formal lebih
besar dibandingkan dengan pekerja informal
, dimana pekerja
formal mencapai 68,07 persen
dari jumlah angkatan kerja secara keseluruhan. Berdasarkan jenis kelamin di
sektor formal adanya
kecenderungan laki-laki lebih
dominan, dan fenomena sebaliknya
di sektor informal
terdapat kecenderungan bahwa
perempuan lebih dominan.
Sektor informal
telah memberikan kontribusi
yang sangat besar
di berbagai negara, khususnya
di negara –negara yang sedang
berkembang. Di Indonesia
sektor informal dipandang
sangat penting keberadaannya
yang mana ketika
terjadi krisis sektor formal
cenderung kikir dalam
menerima pasokan tenaga kerja,sektor informalmampu menjadi
katub penyelamat dalam menyerap angka
pengangguran yang cukup besar. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang
cukup berhasil dalam
hal pemberdayaan sektor
informal. Keberhasilan Pemerintah Kota
dalam merelokasi pedagang
dengan damai dapat
dijadikan indikasi bahwa sektor
informal terbina dengan sangat baik dan terarah. Letaknya yang
strategis menjadikan Kota
ini sebagai magnet
ekonomi bagi6 kabupaten disekitarnya
yaitu Kabupaten Boyolali,
Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen
dan Klaten. Dinamika Sosial,
Politik, Ekonomi serta
Budaya, menempatkan Kota
Surakarta menjadi salah satu kota penting d i Indonesia.
Berdasarkan latar
belakang yang telah
diuraikan diatas, maka penelitian ini mengambil
judul ” ANALISIS FAKTOR –
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR
INFORMALDI SURAKARTA”.
Berikut in i disajikan
perumusan masalah, tujuan, dan
manfaat dari penelitian yang
dilakukan.
Skripsi Ekonomi: Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pekerja Sektor Informal Kota Surakarta Tahun 2013
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi