Selasa, 11 November 2014

Skripsi Ekonomi: Analisis Pengaruh Transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2007-2011

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Ekonomi:  Analisis Pengaruh Transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2007-2011
Dewasa  ini,  seiring  dengan  semakin  tingginya  tingkat  ketergantungan  antar  pelaku  ekonomi  satu  sama  lain,  menuntut  suatu  sistem  pembayaran  untuk  bergerak  semakin aman, efektif dan efisien demi perkembangan laju ekonomi sebuah negara.

Menjawab  tuntutan  tersebut,  pelaku  bisnis   di  bidang  perbankan  berlomba-lomba  mengeluarkan produk yang memenuhi prasyarat tersebut.
Salah satu indikator dalam pengukuran efisiensi dari  sistem  pembayaran dapat  dilihat  dengan  bagaimana  sistem  tersebut  meminimalkan  biaya  untuk  memperoleh  manfaat  dari  sebuah  transaksi.  Sebagaimana  bunyi  dari  prinsip  ekonomi  yang  kita  kenal,  pun  demikian  dengan  sistem  pembayaran  bahwa  pelaku  ekonomi  akan  memilih  menggunakan  jasa  pembayaran  yang  menarik  biaya  serendah  mungkin  (Muttaqin, 2006).
Pada  masa  modern  ini,  kebutuhan  tersebut  diimbangi  dengan  kemajuan  teknologi dalam sistem pembayaran yang lebih bersifat elektronis. Jasa pembayaran  tidaklah murah, 5% atau lebih dari rata-rata pengeluaran masyarakat digunakan untuk  biaya jasa pembayaran, sedangkan total biaya  dari  sistem  pembayaran  sebuah negara  dapat  mencapai  3%  dari  nilai  GDP.  Alat  Pembayaran  dengan  Menggunakan  Kartu  (APMK) yang banyak dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem  pembayaran elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang    sangat  besar  bagi  berbagai  sektor  perekonomian,  karena  pada  umumnya  transaksi  yang  menggunakan  sistem  pembayaran  elektronis  berbiaya  hanya  antara  sepertiga  sampai separuh dari transaksi yang menggunakan  sistem  pembayaran berbasis kertas,  sehingga  penghematan  substansial  dalam  pengeluaran  dapat  direalisasi  melalui  perubahan  sistem  dari  yang  berbasis  kertas  ke  sistem  yang  bersifat  elektronis (Hancock dan Humphrey, 1998).
Sistem  pembayaran  elektronik  menjadi  sebuah  kebutuhan  dalam  laju  perekonomian  modern  saat  ini.  Seiring  dengan  globalisasi  ekonomi  yang  semakin  nyata,  kebutuhan  mengenai  penerapan  sistem  ini  kepada  masyarakat  luas  serta  perekonomian  di  Indonesia  akan  segera  terwujud.  Menurut  Global  Insight  (2003),  dengan  menerapkan  sistem  pembayaran  bersifat  elektronis,  pendistribusian  barang  dan jasa kepada masyarakat akan semakin meningkat karena kemudahan-kemudahan  yang ditawarkan sistem ini. Secara tidak langsung pemanfaatan APMK di masyarakat  akan  sedikit  demi  sedikit  menurunkan  penghalang  langsung  terhadap  kredit  dan  likuiditas  uang,  serta  menurunkan  penghalang  geografis  dalam  perdagangan  dan  transaksi perekonomian.
Pada  tahun  1980-an,  era  baru  perekonomian  Indonesia  dimulai  dengan  diadopsinya penggunaan  produk perbankan berupa  ATM, dunia perbankan Indonesia  secara  perlahan  merubah metode pelayanan dari  yang menggunakan sistem berbasis  kertas  (berbasis  warkat)  dengan  meningkatkan  pelayanan  pembayaran  bersifat  elektronis  kepada  masyarakat.  Perkembangan  alat  pembayaran  (baik  tunai  maupun  non  tunai)  elektronik  berbasis  kartu  bertumbuh  sejalan  dengan  aktivitas    perekonomian  yang  direfleksikan  oleh  perkembangan  uang  beredar  dan  aktivitas  kliring (Bank Indonesia, 2006).
Sistem  pembayaran  berbasis  elektronis  di  Indonesia  mulai  menggeliat  saat mengalami  krisis yang Indonesia  pada periode 1997-1999.  Kesulitan likuiditas yang  dialami  dunia  perbankan  disebabkan  oleh  hancurnya  Pasar  Uang  Antar  Bank  (PUAB).  Bank  Indonesia  sebagai  lender  of  the  last  resort,  diwajibkan  membantu  mempertahankan  kestabilan  sistem  perbankan  dan  pembayaran  demi  kelangsungan  ekonomi nasional.
Bank Indonesia,  dengan permasalahan tersebut,  mengarahkan  kebijakan  sistem pembayaran yang cenderung  pada peningkatan pelayanan jasa perbankan. Kebijakankebijakan ini bertujuan  untuk menekan resiko  sistem  pembayaran sekecil mungkin,  meningkatkan  keamanan,  dan  efisiensi  sistem  pembayaran,  sehingga  kemudian  diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kembali.
Sejalan  dengan  kebijakan  tersebut,  alat  pembayaran  non  tunai  menggunakan  media elektronik mulai berkembang dengan pesat di Indonesia, terdiri dari Automated  Teller Machine  (ATM),  Kartu Kredit dan Kartu Debet. Beberapa produk perbankan  juga  mulai  diperkenalkan  seperti  Electronic  Fund  Transfer/  Point  of  Sales  (EFT/POS), phone/direct banking, dan Smart Card.
Sampai  pada  akhir  tahun  1997,  nilai  transaksi  menggunakan  kartu  kredit mencapai  angka  Rp8,4  trilliun  atau  meningkat  78,7%  dari  tahun  sebelumnya.
Penggunaan  kartu  debet  dan  smart  card  tahun  1997  kurang  lebih  1  juta  lembar    dengan  nominal  transaksi  Rp300  milyar  dengan  jumlah  transaksi  943  ribu.  Pada  tahun-tahun selanjutnya penggunaan kartu debet  smart card  terus meningkat hingga  pada akhir tahun 1999 jumlah kartu debet dan  smart card  yang diterbitkan menjadi  6,65 juta lembar, dengan jumlah pemegang kartu debet sebanyak 12,1 juta pemegang.
Transaksi  pembayaran  menggunakan  automated  teller  machine  (ATM)  juga  mulai berkembang, tercatat 4 juta lembar kartu ATM diterbitkan  pada tahun 1997, dengan  volume transaksi mencapai Rp13,5 trilliun 1 .
Perkembangan yang cukup menarik sekarang ini adalah kompetisi yang terjadi  antara  alat-alat  pembayaran  elektronik  tersebut  (Greenspan,  1996).  Jumlah  mesin  ATM  serta  volume  transaksi  melalui  mesin  ini  semakin  meningkat  dari  tahun  ke  tahun. Di sisi lain, justru pada waktu yang relatif  sama penggunaan cek, kartu debet  serta  kartu  kredit  juga  menunjukkan  tren  yang  meningkat  pula.  Perkembangan  teknologi informasi (IT) telah memacu kompetisi ini untuk meningkatkan kepuasan  nasabah terhadap layanan perbankan (Warjiyo, 2006) dalam Muttaqin (2006).
Tercatat  selama  periode  2007  sampai  2011,  perkembangan  ini  memiliki  tren  yang meningkat, terutama pada penggunaan kartu ATM dan Debet. Transaksi yang  terjadi  menggunakan  kartu  ATM  dan  Debet  diketahui  sebanyak  103  juta  transaksi  dengan nominal Rp156,8 trilliun per Desember 2007. Angka tersebut terus meningkat  1 Catatan dari Unit Khusus Museum Bank Indonesia (2013) memperlihatkan penggunaan kartu kredit  turun  pada  tahun  1998.  Dijelaskan  bahwa  penurunan  tersebut  akibat  kecenderungan  penurunan  penyaluran kredit konsumsi  perbankan untuk  menghindari resiko pembayaran serta tingginya  suku  bunga  pada  saat  itu  yang  dikenakan  kepada  biaya  transaksi  nasabah.  Meningkatnya  penggunaan  kartu debet pada tahun1997 diperkirakan karena pengguna kartu kredit mulai beralih ke kartu debet.
Pun  demikian  pada  1999  tercatat  jumlah  pemegang  kartu  debet  meningkat,  namun  nominal  transaksinya  menurun,  penurunan  ini  diakibatkan  masyarakat  beralih  menggunakan  kartu  ATM  multiguna.
  hingga  tahun  2011,  jumlah  kartu  ATM  dan  Debet  yang  beredar  sebanyak  660  juta  lembar kartu. Dengan jumlah kartu yang beredar tersebut, transaksi yang terjadi per  Desember 2011 diketahui sejumlah Rp238,8 trilliun, angka tersebut meningkat 21,9% Pada  sisi  kartu  kredit,  jumlah  kartu  yang  beredar  jauh  lebih  sedikit dibandingkan kartu ATM dan Debet. Sejumlah 170 juta kartu beredar, dengan Rp3,1  trilliun  nominal  per  transaksi.  Meskipun  jumlah  kartu  kredit  beredar  di  masyarakat  mengalami  kenaikan,  nominal  transaksi  kartu  kredit  turun  5,94%  dari  tahun  sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia, data diolah Bisnis perbankan terus berlomba-lomba menerbitkan produk dengan biaya  yang  rendah  dalam  bertransaksi.  Berkenaan  dengan  hal  tersebut,  perkembangan  pesat  di  sektor  perbankan  menimbulkan  masalah  baru  bagi  pemerintah  khususnya  dalam  102.857.700 127.761.780 142.493.109 154.257.281 170.298.219 28.344.694  30.311.056  35.226.139  38.785.509  38.683.198 360.849.100 444.287.456 474.370.091 541.964.254 660.538.839 2007 2008 2009 2010 2011 Gambar 1.1 Perkembangan APMK Beredar Kartu Kredit Kartu ATM Kartu ATM + Debet   mengendalikan  jumlah  uang  beredar.  Kesulitan  tersebut  dikarenakan  lebih  bervariasinya  produk-produk  perbankan  dan  keuangan  yang  terbit  (Warjiyo  dan  Solikin, 2004).
Mengacu pada teori Irving Fisher, mobilitas penggunaan uang atau peningkatan  perputaran uang (velocity of money), berdampak pada tingkat harga (inflasi).  Dalam  studi mengenai alat pembayaran elektronik isu yang kerap dibahas  dewasa ini adalah  bagaimana  APMK  dapat  mempengaruhi  permintaan  uang  di  masyarakat  luas  (Yilmazkuday, 2006). Kestabilan permintaan uang selanjutnya membentuk kebijakan  moneter  keseluruhan  (aggregat  monetary  policy)  sehingga  dapat  digunakan  dalam  memperkirakan pengaruhnya terhadap tingkat output, suku bunga, serta tingkat harga  (Sriram, 1999).  Dari perkiraan mengenai suku bunga dan tingkat harga tersebutlah,  urgensi penelitian ini terlihat dengan mengetahui peranan APMK terhadap inflasi dan  kegiatan perekonomian di Indonesia.
  B.  Rumusan Masalah.
Ketidakstabilan  likuiditas  perbankan  yang  dialami  Indonesia  pasca  krisis  periode 1997-1999 memaksa BI menetapkan beberapa kebijakan moneter, termasuk  diantaranya adalah kebijakan terkait pembayaran non tunai. Permasalahan yang akan  dibahas dalam penelitian ini adalah, sepuluh tahun pasca krisis ekonomi 1997-1999,  bagaimana  peranan  pemanfaatan  alat  pembayaran  menggunakan  kartu  (APMK)  dalam  kegiatan  ekonomi  di  Indonesia.  Serta  pengaruh  transaksi  APMK  terhadap  tingkat inflasi Indonesia.
C.  Tujuan Penelitian.
Berdasarkan  permasalahan  penelitian  seperti  yang  diungkapkan  sebelumnya,  tujuan  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  mengidentifikasi  seberapa  besar  peran  yang  dimainkan  APMK  dalam  kegiatan  perekonomian  Indonesia.  Serta  mengetahui  peranan APMK dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia.
D.  Manfaat Penelitian.
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:.
1.  Bagi bank sentral dalam hal ini bank  Indonesia  sebagai regulator sistem  pembayaran  dan  “policy  maker”  dari  kebijakan  moneter,  penelitian  ini  diharapkan  dapat  menjadi  bahan  kajian  serta  rekomendasi  dalam  merumuskan  pengembangan  dan  kebijakan  sistem  pembayaran  langkah  pengambil  keputusan  kebijakan  moneter,  umumnya,  dan  kebijakan    mengenai  alat  pembayaran  menggunakan  kartu,  khususnya,    yang  tepat  bagi perekonomian Indonesia.
2.  Bagi kalangan akademisi dan praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan  dapat  menjadi  sebuah  bahan  referensi  mengenai  pengembangan  sistem  pembayaran  elektronik  dan  pengaruhnya  dalam  perekonomian  di  Indonesia.

 Skripsi Ekonomi:  Analisis Pengaruh Transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia Tahun 2007-2011

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi