BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Ekonomi: Analisis peran pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta tahun 2003-2012
Peraturan mengenai kebijakan otonomi
daerah di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1945, yaitu dengan
membagi tiga daerah
otonom menjadi wilayah karesidenan, kabupaten, dan kota.
Akan tetapi seiring dengan pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, keberadaan landasan
otonomi daerah pun mengalami pasang surut perubahan.
Perubahan undang-undang mengenai
otonomi daerah dimulai pada era tahun
1999-an dan perubahan
terakhir terjadi pada
tahun 2004 yaitu dari Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah
Daerah yang kemudian direvisi menjadi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004.
Undang-undang tersebut
menjadi landasan utama
penyelenggaraan otonomi daerah
di Indonesia dengan sistem
desentralisasi, yang memberikan kewenangan kepada
setiap daerah untuk mengelola
berbagai urusan pemerintahannya sendiri, kecuali urusan
pertahanan, keamanan, kehakiman, internasional, dan moneter.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai secara penuh sejak Januari 2001, dengan harapan dapat
menghasilkan 2 (dua) manfaat yang baik, pertama
adalah dapat mendorong peningkatan partisipasi,
prakarsa, dan kreativitas masyarakat
dalam pembangunan daerah
serta mendorong pemerataan
hasil-hasil pembangunan diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya
dan potensi yang
tersedia dimasing-masing daerah.
Sedangkan manfaat yang ke
dua adalah agar
dapat memperbaiki alokasi
sumber daya produktif melalui
pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang
paling rendah yang
memiliki informasi yang
lengkap (Mardiasmo, 2004:10).
Guna menunjang kelancaran dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang
maksimal, pemerintah mengeluarkan
kebijakan dibidang penerimaan daerah yang
berorientasi pada peningkatan
kemampuan daerah untuk membiayai urusan
rumah tangga sendiri,
yaitu Pendapatan dan Pembiayaan.
Sumber pendapatan daerah menurut
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 5, Ayat 2 terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Salah satu
sumber pendapatan yang sangat menunjang penerimaan daerah
adalah Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Bagian Laba Usaha Daerah, dan Lainlain
Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber pendapatan daerah
yang diperoleh daerah
yang pemungutannya berdasarkan peraturan daerah sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah yang
dapat menunjang dalam pelaksanaan
pemerintahan adalah penerimaan dari sektor Pajak Daerah.
Penerimaan Pajak Daerah di Kota Yogyakarta menurut Peraturan Pemerintah Daerah
Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air
Bawah Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak
Bumi dan Bangunan. Diantara kesepuluh
pos Pajak Daerah tersebut, yang
mempunyai peranan sangat penting
dalam peningkatan Pendapatan Asli
Daerah Kota Yogyakarta adalah Pajak Hotel, karena pajak tersebut
merupakan penyumbang terbesar penerimaan Pajak Daerah yang nilainya meningkat
setiap tahun.
Pajak Hotel di Kota Yogyakarta
merupakan sumber penerimaan paling dominan
dalam pos Pajak Daerah, hal
tersebut disebabkan karena adanya berbagai macam
faktor pendukung dan
daya tarik yang disajikan dan ditawarkan. Faktor
pendukung tersebut diantaranya adalah karena Kota Yogyakarta mempunyai berbagai macam predikat yang
disandang baik dari sejarah maupun
potensinya, seperti sebutan
sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Keempat faktor pendukung tersebut membuat Kota Yogyakarta
memiliki daya tarik tersendiri dan menjadi tempat favorit yang sering
disinggahi oleh para wisatawan.
Kota Yogyakarta adalah
daerah tujuan wisata
terbesar kedua setelah Bali,
hal ini dikarenakan
oleh tersedianya berbagai jenis
obyek wisata yang sudah
dikembangkan, seperti wisata
alam, wisata sejarah,
wisata budaya, wisata pendidikan,
wisata belanja, bahkan yang terbaru adalah wisata malam.
Tersedianya obyek wisata tersebut
dapat menciptakan potensi pariwisata yang tinggi dan dapat mendorong para
pengusaha untuk berinvestasi lebih banyak
lagi dengan mengembangkan dan
mendirikan fasilitas pendukungnya, sehingga terciptalah area benefit yang dapat menguntungkan seperti
tempat penginapan hotel.
Jumlah hotel di Kota Yogyakarta
dari tahun 2003 hingga 2012 hampir secara
keseluruhan setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hanya pada tahun
2005 dan 2007
saja jumlah hotel
sempat mengalami penurunan.
Jumlah hotel
paling banyak terjadi pada
tahun 2012 dengan 421
unit hotel, yang terdiri dari 34
unit jenis hotel berbintang dan 387 unit untuk jenis hotel tidak berbintang.
Sedangkan untuk jumlah
hotel terkecil terjadi
pada tahun 2007 dengan jumlah 323
unit hotel yang terdiri dari 21 unit hotel bintang dan 302 unit hotel tidak
berbinatang. Jumlah hotel di Kota Yogyakarta untuk tahun 2003-2012 dapat
dilihat pada Tabel 1.1. sebagai berikut: Tabel
1.1 Jumlah Hotel di Kota
Yogyakarta berdasar Klasifikasinya Tahun 2003 – 2012 (unit) Tahun Hotel Bintang
Hotel Non Bintang Total (1) (2) (3) (4) 2003 24 302 3 2004 23 307 3 2005 23 300
3 2006 21 315 3 2007 21 302 3 2008 22 318 3 2009 22 330 3 2010 26 340 3 2011 31
356 3 2012 34 387 4 Sumber: BPS dan DPDPK Kota Yogyakarta Banyaknya
jumlah hotel sangat
berpengaruh terhadap besarnya penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, sehingga pembangunan hotel di Kota Yogyakarta harus terus dikembangkan dan dilaksanakan karena jika
dilihat dari potensi penerimaannya, Pajak Hotel termasuk dalam pos
penerimaan pajak yang paling
tinggi dibanding dengan penerimaan pos-pos Pajak Daerah
lainnya. Perlu dilakukan startegi usaha peningkatan dan
pengembangan untuk meningkatkan penerimaan pos Pajak Hotel di Kota Yogyakarta agar
jumlah wajib pajak
terus meningkat setiap tahunnya.
Penerimaan pos Pajak Hotel
diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat yang besar
untuk menambah penerimaan daerah Kota Yogyakarta. Sehingga wilayah Kota
Yogyakarta dapat menjadi wilayah yang lebih mandiri dan dapat membiayai sendiri
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada era sistem otonomi daerah yang
berlaku seperti sekarang.
Perkembangan realisasi
penerimaan Pajak Hotel di Kota
Yogyakarta untuk 10 (sepuluh) tahun terakhir, yaitu 2003-2012 secara
keseluruhan selalu mengalami kenaikan, hanya pada tahun 2006 Pajak Hotel sempat
mengalami penurunan sebesar 19
persen menjadi Rp
14.575.296.725,00. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya dampak dari bencana alam Gempa Bumi dan Gunung Merapi yang meletus
pada saat itu
sehingga melemahkan sektor
pariwisata dan berdampak kepada penerimaan Pajak Hotel itu sendiri.
Penerimaan Pajak Hotel terbesar di Kota Yogyakarta terjadi pada
tahun 2012 sebesar Rp
56.007.418.844,00 dengan kenaikan 47,93 persen dari tahun sebelumnya dan penerimaan Pajak Hotel paling
kecil terjadi pada
tahun 2003 sebesar Rp
11.859.150.595,00 dengan kenaikan dari
tahun sebelumnya yang malah
cukup besar yaitu
21,49 persen. Rata-rata pertumbuhan
Pajak Hotel, Pajak Daerah,
Pendapatan Asli Daerah
Kota Yogyakarta tahun
2004-2012 secara berturut-turut
sebesar 0,09 persen, 0,15 persen, dan 0,38 persen.
Tabel 1.2. Realisasi Penerimaan Pajak Hotel,
Pajak Daerah dan
PAD Kota Yogyakarta Tahun 2003 – 2012 (dalam rupiah) Tahun Pajak Hotel
Pajak Daerah PAD (1) (2) (3) (4) 2003 11.859.150.595 33.526.514.267
68.621.564.0 2004 14.408.220.726 40.581.980.256 70.412.081.0 2005
17.994.725.877 46.106.723.374 79.414.345.0 2006 14.575.296.725 43.997.150.025
91.626.503.0 2007 20.529.610.846 54.782.973.892 114.098.350.9 2008
26.543.726.858 62.452.770.490 132.431.571.5 2009 30.789.901.395 71.852.539.011
161.473.838.2 2010 32.515.281.932 78.254.579.242 179.423.640.0 2011
37.859.535.936 120.457.515.127 228.870.559.6 2012 56.007.418.844
208.814.480.287 339.292.457.5 Sumber: P3ADK dan DPDPK Kota Yogyakarta Tabel
1.3. Laju Pertumbuhan Pajak Hotel, Pajak Daerah dan PAD Kota Yogyakarta Tahun
2003 – 2012 (dalam persen) Tahun Pertumbuhan Pajak Hotel Pertumbuhan Pajak
Daerah Pertumbuhan PAD (1) (2) (3) (4) 2003 - - -2004 21,49 21,04 2, 2005 24,89
13,61 12, 2006 (19,00) (4,58) 15, 2007 40,85 24,51 24, 2008 29,29 14,00 16, 2009
16,00 15,05 21, 2010 5,60 8,91 11, 2011 16,44 53,93 27, 2012 47,93 73,35 48, r = - 0,09 0,15 0, Sumber: Diolah dari Tabel 1.2.
Sektor pariwisata Kota Yogyakarta yang
maju menyebabkan penerimaan pos
Pajak Hotel menjadi cukup tinggi, sehingga bisnis perhotelan sangat potensial
dan layak untuk dikembangkan lebih lanjut lagi. Dengan adanya dukungan
pemerintah dalam visi Kota
Yogyakarta tentang pengembangan
sektor pariwisata berbasis budaya diharapkan perkembangan dari penerimaan Pajak Hotel
menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, studi ini
mengkaji peran Pajak Hotel terhadap Pajak Daerah dan PAD Kota Yogyakarta
selama 10 (sepuluh) tahun,
yaitu tahun 2003-2012 melalui beberapa alat analisis.
Hasil studi
ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan
evaluasi dan optimalisasi ke
depan pemerintah Kota Yogyakarta. Penelitian ini diberi judul “ANALISIS PERAN
PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN
2003-2012”.
Skripsi Ekonomi: Analisis peran pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta tahun 2003-2012
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi