BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Pengajuan Tuntutan Provisionil Dalam Perkara Pelanggaran Merek
Belakangan ini kesadaran
masyarakat, baik perorangan maupun badan hukum untuk
mengajukan permohonan pendaftaran
merek dagang baik
produk barangdan atau
jasa dari tahun
ke tahun semakin
meningkat. Data Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual,Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia pada
tahun 2009 tercatat
56.219 permohonan
pendaftaran merek, baik permohonan
baru maupun perpanjangan. Dari 56.714 permohonan pendaftaranmerek tersebut, sebanyak 45.029 permohonan merupakan
permohonan pendaftaran baru dan 11.190permohonan merupakan
permohonan perpanjangan. Sedangkan
pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 60.186 permohonan pendaftaran merek, dimana 47.794merupakan permohonan
baru dan 12.392 merupakan permohonan perpanjangan.
Sedangkan pada tahun
2011kembali terjadi kenaikan
permohonan pendaftaran merek, yaitu
tercatat 67.756 permohonan, terdiri dari 53.196 permohonan baru
dan 14.560 permohonan
perpanjangan(http://www.dgip.go.id/statistik-merek diakses 7 mei 2013
jam16.58 WIB).
Peningkatan pendaftaran
merek tidak lepas
dari fungsi merek itu
sendiri bahwa penggunaan
merek tersebut selain untuk memperkenalkan produk
tertentu melalui tanda baik
berupa gambar maupun
tulisan dan juga dapat
digunakan konsumen agar tepat
dalam menjatuhkan pilihan yang sesuai dengan kebutuhannya.
(M.Janis, 2007: 1609) Alasan diatas menjadikanprodusen berlomba-lomba menciptakan
produkproduk unggulan mereka
dan memasarkannya kepada
masyarakat yang menjadi ladang subur bagi usahanya dan perkembangan
produk yang dihasilkan juga diiringi dengan
adanya merek yang turut menyertai pemasaran.
Berdasarkan alasan tersebut, maka perlindungan
hukum atas merek menjadi sangat penting
agar tidak digunakan oleh pihak lain secara hukum seperti pemalsuan, peniruan yang
dapat menciptakan persaingan
dagang tidak sehat dan pada akhirnya akan
merugikan pemilik merek.
Saat ini perlindungan
hukum merek di
Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dimana sesuai prinsip
yang dianut dalam
Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001tentang Merek tersebut, perlindungan
hukum diberikan kepada
pemilik merek yang mendaftarkan untuk pertama kalinya.
Sebagai tindak
lanjut dari perlindungan
hukum atas merek,maka
segala bentuk pelanggaran
dapatdiajukan gugatan oleh pemilik merek atau penerima lisensi.
Dalam suatu
gugatan sering kali
penggugat turut mengajukan
tuntutan provisionil untuk
mencegah terjadinya suatu
kerugian yang semakin
besar. Umumnya permohonan
provisi ini diajukan pada perkara perdata ditingkat
Pengadilan Negeri.
Namun pada
prakteknya permohonan ini
dapat pula diajukan
di Pengadilan Niaga saat
penyelesaian sengketa merek setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek dengan ketentuan
permohonan provisi diajukan penggugat selama gugatan
pelanggaran merek masih
pada tahap pemeriksaan
(Adrian Sutedi,2009:183) Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara, menghadapi suatu kenyataan, bahwa
hukum tertulis tersebut
ternyata tidak selalu
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan
seringkali hakim sering
menemukan sendiri hukum
itu (Rechtsvinding ), dan/atau
menciptakan ( Rechtsscheping ), untuk melengkapi hukum yang
sudah ada, dalam
memutus suatu perkara.
Hakim atas dasar
inisiatif sendiri harus menemukan hukum, karena hakim tidak
boleh menolak perkara dengan alasan hukum
tidak ada, tidak lengkap, atau hukum samar-samarsebagaimana diatur dalam Pasal
5 dan 10
Undang-Undang Nomor48 tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk itu hakim senantiasa harus
melengkapi diri dengan ilmu hukum, teori
hukum dan filsafat hukum. Hakim tidak boleh membaca hukum itu hanya secara normatif saja.Hakim dituntut untuk dapat
melihat hukum itu secara lebih mendalam, lebih luas
dan lebih jauh kedepan.
Dia harus mampu
melihat hal-hal yang menjadi latar belakang suatu ketentuan-ketentuan
tertulis, pemikiran-pemikiran apa yang ada disana, dan bagaimana rasa keadilan dan
kebenaran masyarakat akan hal itu(Sudikno Mertokusumo.1993:47).Putusan hakim
yang demikian, akan
dapat menjawab permasalahan utama sekarang ini. Kaitannya
pada hal ini meskipun secara jelas datur dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15
tahun 2001 tentang Merek bahwa hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk
menghentikan produksi,peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang
menggunakan merek yang disengketakan namun tidak
serta merta semua
permohonan provisi dapat
dikabulkan. Dalam memutuskan suatu
permohonan yang diajukan
hakim memiliki pertimbanganpertimbangan yang digunakan.
Selain masalah
tersebut mengenai putusan
provisi sebenarnya sudah
diatur secara khusus
pada SEMA Nomor
3 Tahun 2000 tentang
Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij
Voorraad) dan Provisionil dan
SEMA No.4 Tahun
2001 tentang Permasalahan
Serta Merta Merta
(Uitvoerbaar bij Voorraad) dan
Provisionil.
Berdasarkan alasan
tersebut apakah pengaturan mengenai
putusan provisionil pada UU
No.15 tahun 2001 tentang Merek dengan
SEMA Nomor 3 Tahun 2000 tentang Putusan
Serta Merta (Uitvoerbaar
bij Voorraad) dan
Provisionil telah berkesinambungan atau
belum. Sebagaimana kita
tahu bahwa aturan
hukum tidak boleh saling bertentangan antara satu sama
lain.
Berdasarkan alasan-alasan
yang diuraikan tersebut,
penulis tertarik untuk memilih
judul skripsi Pelanggaran Merek Di
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat(Studi Putusan Nomor 55/Merek/2007/PN Niaga Jkt.Pst).
B.Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut;.
1. Apakah pengaturan pengajuan permohonan
provisi dalam sengketa Merek menurut Undang-Undang
Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek
telah sejalan dengan
persyaratan pengajuan provisi
pada SEMA Nomor 3 Tahun
2000 tentang Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil?.
2. Apakah dasar
pertimbangan hakim dalam
menolak pengajuan provisi dalam putusan Nomor 55/Merek/2007/PN
Niaga Jkt.Pst?.
C.Tujuan Penelitian.
Setiap penelitian
yang menjadi acuan
dan dasar kegiatan
penelitian agar penelitian
yang dilakukan terarah
dan dapat mengenai
sasaran. Maka berdasarkan
permasalahan yang telah
dikemukakan di atas,
tujuan penulisan hukum ini
adalah:.
1. Tujuan Objektif.
a. Untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai kesesuaian pengajuan provisi pada sengketa
Merek antara Undang-Undang
Nomor 15 tahun
2001 tentang Merek dengan
persyaratan pengajuan provisi pada SEMA Nomor 3
Tahun 2000 tentang
Putusan Serta Merta
(Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil.
b. Mendapatkan pengetahuan
tentang dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan provisi dalam sengketa
Merek.
2. Tujuan Subjektif.
a. Untuk memperluas
pengetahuan dan wawasan penulis
dibidang Hukum khususnya mengenai tuntutan provisionil
dibidang Merek.
b. Untuk melengkapi syarat
akademis guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta D.Manfaat Penelitian.
Dalam kegiatan penelitian tentu
ada suatu manfaan dan kegunaan yang dapat diambil.Adapun manfaat
yang diharapkan dari
adanya penelitian ini adalah
:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitia
ini dapat dijadikan
sumbangan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuankhususnya ilmu
pengetahuan dalam hukum acara perdata
dibidang provisi.
b. Dapat memberikan jawaban
terhadap jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti.
2. Manfaat Praktis.
a. Dapat dijadikan sebagai referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang
akan dating.
b. Sebagai praktek
dan teori penelitian
dalam bidang hukum
dan juga sebagai praktek dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu
metode ilmiah.
Skripsi Hukum: Analisis Pengajuan Tuntutan Provisionil Dalam Perkara Pelanggaran Merek
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi