BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Urgensi Unifikasi Lambang Kepalangmerahan Melalui Pengaturan Dalam Undang-Undang
Indonesia telah
memiliki perhimpunan nasional
gerakan Palang Merah sejak
tahun 1950, melalui
Keputusan Presiden Nomor
25 Tahun 1950
tentang Mengesahkan Anggaran
Dasar dari dan
mengakui sebagai badan
hukum -satunya organisasi
untuk menjalankan pekerjaan
Palang Merah di Republik
Indonesia Serikat, menurut
Konvensi Jenewa 1949
(1864, 1906, 1929,
1949). Berdasarkan Keppres
Nomor 25 Tahun
1950 secara resmi lambang Palang
Merah digunakan dalam
menjalankan kegiatan kemanusiaan, dengan lambang Palang Merah Indonesia. Setelah
keluarnya Keputusan Presiden Nomor 25
Tahun 1950 tentang penunjukan organanisasi Palang Merah Indonesia menjadi perhimpunan nasional
di Indonesia, maka
Indonesia meratifikasi Konvensi
Jenewa 1949 dengan
Undang-Undang Nomor 59
Tahun 1958 tentang ikut serta Negara Republik Indonesia dalam
seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.
Penggunaan tanda dan
kata-kata Palang Merahdilakukan oleh penguasa
perang tertinggi yang juga adalah Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan penguasa perang tertinggi Nomor 1
Tahun 1962 tentang pemakaian dan penggunaan
tanda kata-kata Palang Merah. Setelah Pemerintah Presiden Soekarno mengeluarkan
beberapa peraturan tentang
pelaksanaan Konvensi Jenewa 1949 dan kebijakan
dalam negeri tentang
Palang Merah, maka
Presiden Republik Indonesia
mengeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor
246 Tahun 1963
tentang perhimpunan Palang
Merah Indonesia (DPR.2012.Naskah Akademik Undang Undang RepublikIndonesia. 2012.Jakarta : DPR
RI).
Dalam Pokok pikiran pertama pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia,
berbunyi melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia . Dalam pengertian
ini diterima pengertian
negara persatuan, negara
yang melindungi dan
meliputi segenap bangsa
seluruhnya. Jadi negara mengatasi
segala paham golongan,
mengatasi segala paham per seorangan. Pengertian tersebut
menghendaki bahwa persatuan meliputi segenap
bangsa Indonesia seluruhnya,
hal ini merupakan
suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan, kemudian
pengertian ini menunjukkan bahwa pada
pokok pikiran persatuan dengan pengertian
yang lazim bahwa negara, penyelenggara negara dan setiap warga negara
wajib mengutamakan kepentingan negara di
atas kepentingan golongan ataupun perseorangan.
Dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 11 dan Pasal 28A 28J, demi kepentingan nasional
sebagai sebuah perilaku dalam menjalin
hubungan internasional, khususnya
dalam misi perdamaian
maka dibutuhkan tindakan bagi kelangsungan hidup para
pasukan perang dan
relawan dan juga perlindungan
terhadap Hak Asasi
Manusia, sehingga Negara
dapat melindungi warganya
akibat keadaan perang.
Selain itu demi
kepentingan nasional, Negara
dapat menjaga dan
melindungi sarana dan
prasarana yang dijadikan
fasilitas untuk kemanusiaan,
fasilitas yang dimaksud
adalah berupa rumah
sakit, tenda-tenda darurat
dalam menampung korban
perang dan para pengungsi, serta
tempat peribadatan yang
dijadikan pusat kemanusiaan.
Perlindungan keberlangsungan hidup
yang dilihat dari
perspektif kepentingan nasional
membutuhkan identitas yang
diterima secara universal,
misalkan lambang-lambang, seperti
lambang palang merah, Bulan Sabit merah atau Kristal.
Resolusi-resolusi hasil
Gerakan Palang Merahdan
Bulan Sabit Merah, serta hukum nasional masing-masing negara
peserta Konvensi Jenewa, salah satu permasalahan terkait
dengan penggunaan lambang
tersebut di mana maraknya penggunaan
yang tidak tepat
hingga penyalahgunaan terhadap
lambang kemanusiaan, kemudian
muncul menjadi esensi
tersendiri, hingga saat
ini.
Longgarnya berbagai
penerapan aturan dan
etika yang ada,
mendukung untuk tidak
terjaminnya Lambang Palang
Merahsebagai Tanda Pengenal
dan Tanda Perlindungan.
Akibatnya, kejadian beberapa
waktu lalu Lambang
Palang Merahkerap kali
digunakan untuk mendukung
berbagai kepentingan tertentu, mulai
yang menunjukan tim
medis partai, kampus,
media massa, LSM
hingga kelompok-kelompok yang
tidak jelas afiliasinya, bahkan kerap
kali digunakan untuk kepentingan intelijen.
Sepanjang perjalanan
Palang MerahIndonesia (PMI),
secara tidak langsung juga telah ditemukan penyalahgunaan
terhadap Lambang palang merah, menggunakan lambang
untuk suatu kepentingan
pribadi untuk mendapatkan keuntungan
seperti halnya lambang
palang digunakan untuk
suatu label produk/barang yang diproduksi untuk komersial
dan tidak hanya itu, penggunaan lambang Palang
Merahjuga dapat menimbulkan
persepsi-persepsi disebagian kalangan
masyarakat, beberapa persoalan antara lain,
muncul persepsi sebagian masyarakat melihat Lambang Palang Merahsebagai
simbol keagamaan yang saat ini sedang
digembor-gemborkan, hal ini juga mempengaruhi pemikiran sebagian masyarakat,
seperti halnya bahwa
lambang tersebut dikonotasikan
sebagai organisasi agama
yang berarti didirikan
dengan basis suatu
agama, Kemudian adanya
tindakan peniruan terhadap
penggunaan Lambang Palang
Meraholeh organisasi dan
perorangan yang tidak
memiliki hubungan sama
sekali dengan tindakan
gerkaan Palang Merahatas
sarana dan kegiatan
tertentu, termasuk produk-produk
niaga. Penyalahgunaan lambang
utamanya terjadi pada
rumah sakit, dokter swasta,
ambulan, apotik, pabrik obat, Penyalahgunaan lambang PMI ,
disebabkan karena minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai posisi
PMI, dicontohkan beberapa penyalahgunaan lambang
PMI ada dalam
kemasan obat penyembuh
luka, pada mobil
ambulans, dan beberapa
klinik kesehatan.
"Berdasarkan Konvensi
Jenewa, institusi yang menggunakan lambang PMI hanya PMI,
dinas kesehatan, dan
TNI," ungkapnya (http: //
news.okezone.com/ read/ 201109 /20/ 340/ 504843/lambang-
pmi-sering-disalahgunakan. diakses pada
18 mei 2013, pkl 9.36).
Perusahaan-perusahaan distribusi,
serta pelayanan-pelayanan umum ataupun
swasta yang berkaitan dengan kesehatan maupun hiegenis juga tak dapat dielakkan.
Seperti halnya Seharusnya
berdasarkan Konvensi Jenewa,
yang menggunakan lambang
itu hanya PMI
dan dinas kesehatan
TNI sebagai satusatunya
lambang dan organisasi
Gerakan Palang Merahatau Bulan
Sabit Internasional di
Indonesia. Sampai
saat ini di Indonesia masih terjadi
dualisme lambang palang merah,
padahal salah satu
prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap
negara peserta Konvensi
JenewaTahun 1949 yakni prinsip kesatuan (Unity). Ada 3 (tiga) lambang lain yang
juga diakui oleh Konvensi Jenewa 1949 sebagai lambang yang memiliki fungsi sama dengan lambang palang
merah, yaitu lambang Bulan Sabit merah,
singa dan matahari merah serta Kristal merah.
Saat ini ada 153 negara yang menggunakan lambang palang merah, 33 negara menggunakan lambang
Bulan Sabit merah,
1 negara menggunakan lambang
Kristal merah dan
tidak ada lagi
negara yang menggunakan lambang singa & matahari merah. Dari keempat
lambang tersebut, telah ditentukan bahwa satu negara hanya boleh menggunakan salah satu
lambang saja. Disebutkan dalam lanjutan
pasal 53 Konvensi Jenewa1949 : Larangan
yang ditetapkan dalam paragraf pertama dari pasal ini akan berlaku
juga untuk lambang-lambang dan
tanda-tanda yang disebutkan
dalam paragraf kedua
Pasal 38 (Bulan
Sabit merah, singa
& matahari merah), tanpa mempengaruhi hak apapun yang
diperoleh karena pemakaiannya
terlebih .
Tidak hanya itu
saja,hal ini juga
dijelaskan dalam pasal
4 paragraf 2, statuta
gerakan Palang Merahdan Bulan Sabit Merah Internasionalyang berbunyi : Be the only National Red Cross or Red Crescent
society of the said state and be
directed by a central body which shall alone be competent to represent it in d . Dalam satu Negara hanya diperkenankan satu perhimpunan nasional Palang
Merahatau Bulan Sabit merah yang dipimpin
oleh satu pengurus
pusat yang mempunyai
wewenang untuk mewakili dalam hubungan dengan komponen
lainnya dari Gerakan.
Penggunaan lambang
oleh pihak yang berhak menggunakannya, akan tetapi dalam
kenyataannya menerapkan penggunaannya
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
gerakan Palang Merahdan
Bulan Sabit Merah Internasional(misalnya seseorang
yang berhak menggunakan akan tetapi menyalahgunakan lambang
pada saat bebas
tugas). Saat ini,
lambang Palang Merahmasih
bebas digunakan tanpa
ada sanksi yang
menyertainya, akibatnya banyak
masyarakat yang tidak
memahami mana yang
sah dan tidak
sah untuk menggunakannya. Akibat yang paling buruk
nantinya adalah adanya kesan bahwa lambang-lambang
tersebut dianggap sebagai lambang yang tidak netral, sehingga tidak jarang menyulitkan akses pelaksanaan
tugas PMI atau mungkin kedepannya nanti dan
juga akses dinas medis
TNI, untuk melakukan
tugasnya, apalagi jika tidak
ada sanksi atas penyalahgunaannya.
Sebagai tanda
pengenal (identifikasi), lambang
berfungsi untuk memfasilitasi
kegiatan-kegiatan
kemanusiaan oleh petugas
palang merah, sehingga
mereka yang bertugas
termasuk para sukarelawan
mempunyai akses seluas-luasnya, misalnya
dalam penanggulangan konflik
dan bencana. Lambang sebagai
tanda pelindung (proteksi)
berfungsi untuk memberikan proteksi kepada petugas
yang menggunakan lambang
itu beserta sarana
dan prasarana yang digunakan misalnya
ambulans untuk memperoleh
perlindungan. Fungsi proteksi digunakan
dalam hal terjadi
konflik bersenjata. Dalam
hal-hal tertentu kedua fungsi ini berguna secara
simultan yaitu dalam
situasi konflik dan
non-konflik, seperti halnya
di Indonesia sendiri
Lambang Palang Merah
pada dasar putih digunakan
baik oleh PMI maupun dinas Kesehatan TNI sebagai tanda Pelindung, sedangkan
lambang Palang Merahdi
atas warna putih
dengan lima kelopak digunakan
PMI dalam kegiatannya sebagai
tanda pengenal. Sebagai
pengenal, lambang Palang
Merahbanyak dipakai PMI dalam berbagai kegiatan kemanusiaan seperi penanganan bencana, donor darah,
kegiatan pengobatan, maupun kegiatan kemanusiaan lainnya.
Lambang tersebut digunakan
pada baju, rompi,
dan kendaraan operasional
seperti ambulan. Sebagai
pelindung, lambang Palang Merahdigunakan
pada masa perang
atau konflik, baik
itu konflik horizontal maupun
vertikal. Sedangkan sebagai
tanda pengenal, lambang
Palang Merahdigunakan pada
masa damai seperti
saaat terjadi bencana,
dan kegiatankegiatan PMI lainnya.
Jika terjadi
konflik, tentu akan
menyulitkan semua pihak
untuk membedakannya, mana pihak
yang netral dan tidak sah, karena lambang-lambang tersebut
terlanjur telah banyak
digunakan oleh pihak
yang sebenarnya tidak berhak sesuai
aturan dalam Konvensi
Jenewa 1949. Menyikapi
hal tersebut, anggota
DPR melakukan kunjungan
kerja ke Denmark
dan Turki, kunjungan tersebut
terkait lambang Palang
Merahdan RUU yang
sedang digodok saat
ini.
Mereka butuh
perbandingan seperti apa
Palang Merahdi luar negeri, Turki
dan Denmark dipilih
karena kedua negara
tersebut adalah pusat
dua lembaga kemanusiaan, Palang Merahdan Bulan Sabit Merah. Dua negara ini juga dipilih karena dianggap
pusat perkembangan lembaga
kemanusiaan. "Jadi bukan
hanya karena mereka (anggota DPR) yang buat lambang palang merah. Kalau undangundang ini
hanya membahas lambang
tidak perlu dibuat
Undang undang ,"(http: // www.tempo.co/r ead/news
/2012/08/31 /0784266 74/Bahas- LambangPMI-DPR -Perlu-Studi-ke-L uar-Negeri. 15
maret 2013 , pkl 22.14).
Mengatasi berbagai
penyalahgunaan Lambang Palang
Merahdan perlunya pengaturan
lambang Palang Merah,
maka membuat Undang-Undang tentang Lambang Palang Merahuntuk
mengatur prinsip-prinsip penggunaan
dan sanksi atas
pelaku penyalahgunaan menjadi hal
yang penting. Saat
ini penyalahgunaan hanya mengacu
pada sanksi KUHP yaitu hanya kurungan selama satu bulan dan denda Rp 4.500, hal tersebut
tidak juga diberlakukan dan ditindak secara tegas.
Meskipun konvensi Internasional
mengenai lambang sudah
diatur namun sosialisasinya
kepada masyarakat masih minim, sehingga penyalahgunaan masih terus terjadi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dan
penulisan tentang URGENSI
UNIFIKASI LAMBANG KEPALANGMERAHAN MELALUI
PENGATURAN DALAM UNDANG UNDANG.
A. Rumusan Masalah.
1. Mengapa perlu adanya
pengaturan Unifikasi Lambang Kepalangmerahan?.
2. Bagaimana kerangka
pengaturan Undang-Undang Kepalangmerahan ditinjau dari
asas peraturan perundang-undangan
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan?.
B. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk menganalisa pentingnya
Unifikasi Lambang Kepalangmerahan yang ada di Indonesia.
b. Untuk mengkaji
kerangka pengaturannya yang
ditinjau dari asas peraturan
perundang-undangan yang baik.
2. Tujuan Subyektif.
c. Untuk menambah pengetahuan
penulis tentang pentingnya urgensi Unifikasi Lambang
Kepalangmerahan serta pengaturannya
dalam Undang Undang dalam undang-undang.
d. Untuk mengembangkan, memperluas,
dan menerapkan konsep-konsep dan teori-teori
hukum yang diperoleh
penulis selama masa
perkuliahan guna mengkaji
urgensi terhadap unifikasi
lambang Kepalangmerahan dalam undang-undang.
e. Untuk memperoleh
data-data dan informasi
yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi
sebagai salah satu
syarat guna mendapatkan
gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Skripsi Hukum: Urgensi Unifikasi Lambang Kepalangmerahan Melalui Pengaturan Dalam Undang-Undang
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi