BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Yuridis Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemberian Kredit
Dewasa ini, berbicara tentang
pembangunan berarti menyangkut mengenai pembiayaan yang
digunakan sebagai penentu
dan pendorong bagi
pelaksanaan pembangunan itu. Hal
tersebut digunakan untuk mendukung pembangunan yang berkesinambungan guna
mewujudkan masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Selain
itu, pembiayaan dalam
pembangunan juga sangat
menunjang kelancaran perekonomian nasional yang perkembangannya
senantiasa bergerak cepat. Dalam pelaksanaannya, pembangunan
nasional membutuhkan dana
yang sangat besar diperoleh dari
beberapa sumber dana,
salah satunya diperoleh
dari lembaga perbankan
yang memberikan kredit
bank, baik disalurkan
oleh bank pemerintah maupun bank swasta (Badrulzaman, 1991:20).
Masyarakat tidak
bisa lepas dari
dunia perbankan dalam
kehidupan sekarang ini
karena perbankan memegang
peranan sangat penting
dalam fungsinya sebagai
penyalur dana dari
pihak yang mempunyai
kelebihan dana kepada
pihak yang membutuhkan
dana, serta untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional (Imron Rosyadi dan Fauzan,
2011:129). Bank dalam
perkembangannya dimaksudkan sebagai suatu
jenis pranata finansial
yang melaksanakan jasa-jasa
keuangan yang cukup beraneka ragam,
seperti pinjaman, memberi
pinjaman, mengedarkan mata
uang, mengadakan pengawasan
terhadap mata uang,
bertindak sebagai tempat penyimpanan
untuk benda-benda berharga,
membiayai usaha-usaha perusahaan (Rachmadi Usman, 2011:2).
Berdasarkan Pasal
1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, dijelaskan mengenai
pengertian perbankan, yaitu
“segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan
proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya”. Di
sini bank diartikan sebagai
badan usaha yang
menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan,
dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk
lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Hal
ini sesuai dengan
tujuan yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
yang mengarahkan lembaga
perbankan untuk mendukung kesinambungan, dan peningkatan pelaksanaan
pembangunan. Serta tetap memiliki rasa
tanggap terhadap lingkungan sekitarnya guna mewujudkan masyarakat adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 (Djumhana 2003:18).
Manusia pasti mempunyai
beraneka ragam kebutuhan dan kegiatan
guna meningkatkan taraf
hidupnya. Setiap manusia
mempunyai kemampuan terbatas dalam berusaha untuk memenuhi kebutuhannya,
dan mereka pun menempuh cara efektif, yaitu
dengan berusaha memperoleh
pinjaman atau bantuan
permodalan pada bank
dalam bentuk kredit.
Kegiatan pinjam meminjam
uang ini telah dilakukan sejak
lama dalam kehidupan
masyarakat yang telah
mengenal uang sebagai
alat pembayaran. Istilah
kredit sendiri bukanlah
hal yang asing
dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, karena pada
umumnya mereka mengartikan kredit sama dengan utang karena jangka waktu
tertentu mereka harus membayar lunas dengan
dibebani bunga. Kredit
ini pada awal
perkembangannya bertujuan untuk merangsang kedua belah pihak untuk
mencapai kebutuhannya baik dalam dunia
usaha maupun dalam kebutuhan hidup sehari-hari.
Pada Pasal
1 angka 11
Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992
tentang Perbankan dinyatakan
bahwa Kredit adalah
“penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan
pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”.
Pengertian kredit dalam
Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992
tentang Perbankan menunjukkan bahwa debitur dalam memenuhi
prestasi atas kredit yang diberikan oleh
bank bukan hanya
untuk melunasi hutangnya
saja, namun juga
disertai dengan bunga yang sudah
disepakati dalam perjanjian antara debitur dan kreditur.
Kredit yang
diberikan oleh bank
bertujuan untuk menyediakan
uang didasarkan atas perjanjian
pinjam-meminjam. Pemberian fasilitas
kredit tertuang dalam suatu
perjanjian kredit oleh
bank kepada debitur
bukanlah tanpa risiko.
Risiko mungkin saja terjadi
karena debitur dalam pembayarannya diberikan suatu kepercayaan
oleh undang-undang dalam
perjanjian kredit untuk
membayar belakangan secara
bertahap. Risiko yang
umumnya terjadi adalah
kemacetan dalam pelunasan kredit
(risiko kredit), risiko yang timbul karena pergerakan pasar (risiko
pasar), risiko karena
bank tidak mampu
memenuhi kewajibannya yang telah
jatuh tempo (risiko likuiditas), serta risiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundangundangan yang mendukung (risiko hukum) (Badriyah
Harun, 2010:2).
Risiko-risiko haruslah
diperhatikan secara seksama
oleh pihak bank, sehingga dalam
proses pemberian kredit
bisa berjalan dengan
lancar dengan memperhatikan
asas-asas perkreditan bank
yang sehat. Oleh
karena itu, dalam perjanjian kredit
pada bank terdapat
suatu jaminan untuk
kepastian hukum mengenai
kredit yang telah
diberikan, untuk dikembalikan
sesuai jangka waktu yang disepakati,
dan yang telah
tertuang dalam perjanjian
kredit. Pengaturan tentang
jaminan dapat dilihat
dalam Pasal 1131
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyebutkan “segala kebendaan
si berhutang baik
yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan”. Pengaturan kebendaan
terdapat dalam Pasal
1132 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya
pendapatan penjualan benda-benda
itu di bagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut
besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali apabila
di antara para berpiutang
itu ada alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan.
Jaminan umum seperti yang diatur
dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tersebut mempunyai dua kelemahan, yaitu: 1. Kalau seluruh harta atau sebagian harta kekayaan
tersebut dipindahtangankan kepada pihak
lain, karena bukan
lagi kepunyaan debitur
maka bukan lagi merupakan
jaminan bagi pelunasan piutang kreditur.
2. Kalau
hasil penjualan harta
kekayaan debitur tidak
cukup untuk melunasi piutang
semua krediturnya, tiap
kreditur hanya memperoleh
pembayaran sebagian seimbang
dengan jumlah piutangnya masing-masing.
Oleh karena itu, bank dalam
menerima suatu jaminan kredit ada 2
(dua) pertimbangan, yaitu
marketable artinya jaminan
tersebut mudah dijual
atau diuangkan untuk
melunasi hutang debitur,
dan secured artinya
benda jaminan dapat diikat secara yuridis formal sesuai
dengan ketentuan hukum dan perundangundangan,
jika suatu hari
bank melakukan tindakan
eksekusi (Purnamasari, 2011:19).
Sebelum memberikan fasilitas pelayanan kredit, pihak bank melakukan penilaian
secara seksama terhadap
5 (lima) hal
yang dikenal dengan
istilah 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral,
Condition of Economy). Salah satu hal yang
dipersyaratkan oleh bank dalam pemberian kredit adalah adanya Collateral atau jaminan
yang harus diberikan
debitur guna menjamin
pelunasan utangnya demi
kepastian hukum apabila
setelah jangka waktu
yang diperjanjikan, debitur tidak melunasi hutangnya (wanprestasi)
(Badriyah Harun, 2010:13).
Apabila dalam
penilaian pemberian fasilitas
kredit perbankan sudah terdapat
penilaian yang meyakinkan bank atas kemampuan debitur, maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan bank
tidak wajib meminta jaminan tambahan. Jaminan
pokok yang dimaksud
adalah jaminan yang
berupa benda yang
berkaitan langsung dengan
kredit yang dimohon.
Dalam praktek, nilai jaminan
kredit lebih besar daripada jumlah kredit yang diberikan oleh bank. Hal ini diharapkan pihak debitur segera melunasi
hutangnya supaya tidak kehilangan harta yang
diserahkannya sebagai jaminan
kredit apabila nanti
kemudian ditetapkan sebagai
kredit macet. Kredit
perbankan dibutuhkan banyak
pihak dalam menata
kehidupan ekonomi yang
lebih baik. Kebutuhan
akan kredit perbankan
tidak hanya dibutuhkan
oleh masyarakat yang
berpenghasilan tidak tentu,
tetapi juga masyarakat
yang berpenghasilan tetap
seperti Pegawai Negeri
Sipil. Kredit perbankan
bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan bagi kehidupan para PNS (Pegawai Negeri Sipil), yang pembayarannya
dilakukan dengan pemotongan gaji oleh
bendahara gaji pada
instansi dimana Pegawai
Negeri Sipil tersebut bekerja.
Lembaga perbankan
dalam memberikan pelayanan
kredit untuk masyarakat yang membutuhkannya selalu berusaha
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi
nasabahnya. Termasuk Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD BKK) Wedi Kabupaten Klaten Cabang
Utama selalu berusaha untuk menata diri
dalam bisnis perbankan
di zaman modern
ini. Jasa kredit
yang diberikan Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD
BKK) Wedi Kabupaten Klaten Cabang Utama
dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan kalangan di antaranya para
PNS (Pegawai Negeri
Sipil) menggunakan jaminan
berupa asli Surat Keputusan Pengangkatan
Pertama dan asli
Surat Keputusan Pengangkatan Terakhir sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jasa Kredit yang bisa dimanfaatkan oleh PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pegawai lainnya
yang berpenghasilan tetap biasa disebut
dengan Kretap (Kredit Tetap) Pegawai Negeri.
Meskipun Surat
Keputusan Pegawai Negeri
Sipil ini bukan
merupakan benda-benda yang
dapat dipindahtangankan tetapi di dalam
perkembangan dunia perkreditan surat
tersebut dapat diterima oleh bank-bank tertentu sebagai jaminan kredit karena adanya kebutuhan. Caranya adalah
dengan menyerahkan asli Surat Keputusan
Pegawai Negeri Sipil dan memberikan surat kuasa kepada pihak bank untuk
mengambil gaji. Surat
kuasa ini ditandatangani oleh
bendahara kantor pemohon kredit.
Pemberian kredit
meskipun sudah ada
jaminan yang dipertanggungkan, namun guna kelancaran angsuran pinjaman kredit
yang berasal dari gaji pegawai dan mengantisipasi kemungkinan risiko yang
timbul karena adanya kebijakan dari instansi
tempat PNS (Pegawai Negeri Sipil) bekerja, maka dalam pelayanan kredit haruslah didukung adanya Perjanjian Kerja
sama (PKS) antara Perusahaan Daerah Badan Kredit
Kecamatan (PD BKK)
Wedi Kabupaten Klaten
Cabang Utama dengan instansi
tempat Pegawai Negeri
Sipil tersebut bekerja
selain adanya perjanjian
kredit antara bank
dengan debitur. Adanya
perjanjian kredit dan Perjanjian Kerja
sama (PKS) antara
bank dengan debitur
atau instansi debitur bekerja dimaksudkan untuk memudahkan manajemen
kredit yang berdasar pada ketelitian dan kehati-hatian, serta
memperkecil risiko yang merugikan bank.
Berdasarkan latar belakang di
atas, penulis berkeinginan untuk mengetahui lebih
jauh mengenai pelaksanaan
perjanjian kredit oleh
Pegawai Negeri Sipil, maka
dalam penelitian hukum
ini penulis menyusun
penulisan hukum dengan judul: “ANALISIS YURIDIS
JAMINAN SURAT KEPUTUSAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL
DALAM PEMBERIAN KREDIT
DI PERUSAHAAN DAERAH
BADAN KREDIT KECAMATAN
(PD BKK) WEDI KABUPATEN
KLATEN.
Skripsi Hukum: Analisis Yuridis Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemberian Kredit
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi