Kamis, 04 Desember 2014

Skripsi Hukum: Eksistensi Penyidik Independen Dalam Mewujudkan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk)

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Eksistensi Penyidik Independen Dalam Mewujudkan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk)
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 berbunyi ―Indonesia adalah negara hukum‖. Hal demikian  berimplikasi pada harus terpenuhinya unsur  the “Rule Of Law”. Seperti diungkapkan oleh A.V. Dicey, suatu negara hukum dalam pengertian  the  rule  of  law  setidaknya  harus  memiliki  3  (tiga)  karakteristik,  yaitu:  tegaknya  supremasi  hukum—supremacy  of  law,  persamaan  di  depan  hukum—equality  before  the  law,  dan  adanya  jaminan  serta  mekanisme  perlindungan  diri  atas  hak—due process of law.

Supremasi  hukum  berarti  warga  negara  diatur  oleh  hukum  dan  dengan  hukum  itu  sendiri  seseorang  dapat  dihukum  karena  melanggar  hukum,  bukan  dihukum karena sesuatau alasan yang lain. Tentang persamaan di depan hukum,  Dicey menerangkan, semua kelompok masyarakat memiliki ketertundukan yang  sama di mata hukum umum negara, yang dijalankan oleh peradilan umum.  The  Rule  of  law  tidak  mengenal  adanya  pengecualian  bagi  pejabat  pemerintah  atau  orang-orang  tertentu  terhadap  hukum  yang  mengatur  warganegara  secara  keseluruhan,  seperti  halnya  pada  pengadilan  administratif  (droit  administratif).
Kaitannya  dengan  due  process  of  law,  Dicey  menjelaskan  bahwa  jaminan  atas  hak-hak pribadi adalah hasil dari keputusan pengadilan, dan parlemen—  sebagai  simbolisasi  raja  dan  demos—warga,  khusus  mengenai  mekanisme  pelaksanaan  kekuasaan. Jadi konstitusi yang berisikan jaminan hak-hak pribadi warganegara  merupakan hasil dari hukum umum negara (Dicey, 2008: 262-265).
Dalam  rangka  mewujudkan  prinsip  negara  hukum  terutama  dalam  mewujudkan due proccess of law, Indonesia mulai membentuk lembaga-lembaga  independen.  Salah satu lembaga independen  yang dibentuk  yaitu KPK  (Komisi  Pemberantasan  Korupsi).  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  dibentuk  didasari  karena  adanya  2  (dua)  hal,  yaitu  yang  pertama  karena  pemberantasan  tindak    pidana  korupsi  yang  terjadi  sampai  sekarang  belum  dapat  dilaksanakan  secara  optimal.  Oleh  karena  itu  pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  ditingkatkan  secara  professional,  intensif,  dan  berkesinambungan  karena  korupsi  telah  merugikan  keuangan  negara,  perekonomiannegara,  dan  menghambat  pembangunan  nasional.  Dan  yang  kedua,  lembaga  pemerintah  yang  menangani  tindak  pidana  korupsi  belum  berfungsi  secara  efektif  dan  efisien  dalam  memberantas tindak pidana korupsi.
Adi Sulistyono, mengatakan bahwa ―Korupsi kian merajalela, merambah  ke berbagai sektor, dari tingkat pusat hingga daerah. Itu terjadi karena selama ini proses hukum pada pelaku korupsi sama sekali tak menjerakan. Koruptor  yang  menimbulkan  kerugian  negara  miliaran  sampai  triliunan  rupiah  paling  hanya  divonis  tiga  sampai  emapat  tahun.  Sehingga  tidak  ada  efek  jera.‖   (Tri  Agung  Kristanto, 2009:4) Penegakan  hukum  tanpa  efek  jera  akan  menciptakan  situasi  yang  kondusif bagi pelakunya untuk terus korupsi. Demikian pula, ongkos atau biaya  untuk  memberantas  korupsi  akan  menjadi  lebih  mahal  daripada  hasil  yang  dicapai.  Lemahnya efek  jera dalam penegakan hukum kasus  korupsi salah satu  faktor  terbesarnya  disebabkan  oleh  buruknya  integritas  penegak  hukum.
Keterlibatan  aparat  penegak  hukum  dalam  berbagai  praktek  korupsi  seperti  pembekingan aktivitas ilegal, pemerasan, pungli, setoran, suap-menyuap dan lain  sebagainya menjadikan fungsi penindakan menjadi tidak berjalan. Bahkan karena  korupnya penegak hukum, berbagai kasus korupsi yang ditangani mereka sering  berujung SP3, dipetieskan atau bahkan berakhir  'damai‘. (Tri Agung Kristanto,  2009:4) Menurut Pasal  2 dan 3  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang  Komisi Pemberantasan  Korupsi  menyebutkan bahwa  KPK merupakan lembaga  negara  yang  dalam  melaksanakan  tugas  dan  wewenangnya  bersifat  independen  dan  bebas  dari  pengaruh  kekuasaan  manapun.  Keindependensian  KPK    merupakan  faktor  penting  dalam  pemberantasan  korupsi  karena  saat  ini  para  penegak hukum dinilai tidak dapat mempertahankan keindepensian mereka.
Komisi  Pemberantasan  Korupsi  sebagai  lembaga  independen  yang  menangani  pemberantasan  korupsi  di  Indonesia  memiliki  beban  berat  dalam  melaksanakan tugas dan fungsinya. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus korupsi  yang  di  laporkan  ke  KPK.  KPK  terus  dibombardir  dengan  laporan  masyarakat  mengenai indikasi tindak pidana korupsi yang datang dari berbagai daerah. Dari  tahun  2004  hingga  2011,  KPK  telah  menerima  laporan  pengaduan  masyarakat  sejumlah  50  ribu  (http://id.berita.yahoo.com/kpk-terima-50-ribu-pengaduankorupsi-110541209.html. Diakses pada tanggal 15 Januari 2014 Pukul 20:30).
Dengan beban kerja yang begitu berat,  KPK seharusnya memiliki sekitar  3000 penyidik  apabila  berkaca pada jumlah penyidik yang ada di negara-negara  lain  yang  telah   berhasil  dalam  melakukan  pemberantasan  korupsi.  Namun  kenyataannya,  saat  ini  jumlah  penyidik  KPK  sangat  terbatas  bahkan  kurang,  yaitu  hanya  berjumlah  56  orang  penyidik  independen.
(http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2014/02/18/1/216987/PenyidikKPK-Masih-Jauh-dari-Ideal. Diakses pada tanggal 15 Januari 2014 pukul 20.30) Undang-Undang  Nomor  30  Tahun  2002  telah  menyebutkan  tugas  dan  wewenang dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satunya yaitu kewenangan  melakukan  penyelidikan,  penyidikan  dan  penuntutan  tindak  pidana  korupsi.
Dimana  dalam  menjalankan  wewenang  tersebut  KPK  bekerjasama  dengan  institusi  yang  telah  ada  dan  memiliki  fungsi  yang  sama  yaitu  Kepolisian  dan  Kejaksaan.  Kerjasama  dengan  kepolisian  serta  kejaksaan  diharapkan  dapat  memberikan hasil maksimal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Penyidikan  merupakan  tahapan  penyelesaian  perkara  pidana  setelah  penyelidikan  yang  merupakan  tahapan  permulaan  mencari  ada  atau  tidaknya  tindak  pidana  dalam  suatu  peristiwa.  Penyidikan  bertujuan  membuat  terang  tindak  pidana  yang  ditemukan  dan  juga  menentukan  pelakunya  (M.  Yahya    Harahap,  2010:109).  Jika  dilihat  dari  pengertian  serta  tujuan  penyidikan,  maka  penyidikan  dapat  diletakkan  dalam  posisi  yang  “urgent”  dalam  suatu  proses  penyelesaian  perkara.  Terutama  dalam  tindak  pidana  korupsi  yang  semakin  canggih  dan  berantai.  Perlu  dilakukan  suatu  penyidikan  yang  mendalam  agar  ditemukan bukti-bukti akurat serta para pelaku tindak pidana korupsi.
Namun  di  sisi  lain,  adanya  kerjasama  antara  lembaga  kejaksaan  dan  kepolisian  dalam  fungsi  penyidikan  dirasa  terdapat  banyak  ketidakefektifan  dalam penanganan kasus korupsi Hal ini terlihat dari adanya konflik kepentingan  antara  ketiga  lembaga  tersebut.  Telah  dijelaskan  sebelumnya  bahwa  lembaga  penegak  hukum  saat  ini  masuk  ke  dalam  lingkaran  korupsi.  Demikian  hal  nya  dengan  kepolisian  serta  kejaksaan.  Ketidakefektifan  fungsi  penyidikan  KPK  yang  dilakukan  bersama-sama  dengan  kepolisian  dan  kejaksaan  terlihat  dalam  beberapa kasus korupsi yang melibatkan anggota kepolisian.
Sebagai  contoh,  kasus  mark  up  pembelian  alat  simulator  SIM  yang melibatkan  petinggi  di  Kepolisian  yaitu  Irjen.  Djoko  Susilo  mantan  Kepala  Kakorlantas Mabes Polri. Dalam kasus ini terdapat konflik antara para penyidik  yang berasal dari kepolisian dengan KPK. Konflik kepentingan tersebut ditandai  dengan  penarikan 20 penyidik kepolisian dari  KPK. Dugaan penarikan penyidik  tersebut  bermunculan  dari  berbagai  pihak  termasuk  pihak  Polri  sendiri.  Ada  pendapat  bahwa  hal  tersebut  terkait  dengan  kasus  korupsi  simulator  SIM  yang  menyeret sejumlah perwira polisi. (Kompasiana.com: 2012) Penyidik  yang  ditarik  merupakan  suatu  gangguan  bagi  kinerja  KPK  melihat ribuan kasus korupsi yang harus diselesaikan demi mengembalikan hakhak  masyarakat  di  Indonesia.  Hal  ini  bertentangan  dengan  prinsip  keindependensian KPK yang mana dalam prinsip tersebut KPK diharapkan dapat  menjalankan  tugas  dan  wewenang  nya  dengan  baik  tanpa  intervensi  maupun  gangguan dari berbagai pihak termasuk Kepolisian.     Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas dan meneliti  lebih  jauh  mengenai  eksistensi  penyidik  independen  KPK  yang  akan  dibahas  dalam  penelitian  berjudul  “EKSISTENSI  PENYIDIK  INDEPENDEN  DALAM  MEWUJUDKAN  KEWENANGAN  KOMISI  PEMBERANTASAN  KORUPSI  (KPK)  BERDASARKAN  PRINSIP  NEGARA HUKUM DI INDONESIA”.
B.  Rumusan Masalah.
Rumusan  masalah  merupakan  bagian  penting  dalam  penulisan  hukum  agar  terarah,  sesuai  dengan  sasaran  yang  diharapkan  penulis,  dan  tujuan  tidak  menyimpang dari pokok permasalahan sehingga diperlukan untuk memfokuskan  masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Beerdasarkan latar  belakang di  atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:.
1.  Mengapa diperlukan adanya penyidik independen pada KPK?.
2.  Upaya  apa  yang  harus  dilakukan  untuk  terbentuknya  penyidik  independen  KPK demi mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia?.
C.  Tujuan Penelitian.
Penelitian  merupakan  sarana  yang  dipergunakan  oleh  manusia  untuk  memperkuat,  membina  serta  mengembangkan  ilmu  pengetahuan.  Ilmu  pengetahuan  yang  merupakan  pengetahuan  yang  tersusun  secara  sistematis  dengan  menggunakan  kekuatan  pemikiran,  pengetahuan  mana  senantiasa  dapat  diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitianpenelitian  yang  dilakukan  oleh  pengasuh-pengasuhnya  (Soerjono  Soekanto,  2007:3). Dalam setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Dikenal  ada  (2)  dua  macam  tujuan,  yaitu  tujuan  obyektif  dan  tujuan  subyektif.  Tujuan  yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut:.
1.  Tujuan Obyektif: .
  a.  Untuk mengetahui perlunya eksistensi penyidik independen di KPK  dalam  rangka  mewujudkan  kewenangan  KPK  yang  berdasarkan  prinsip  negara  hukum.
b.  Untuk  mengetahui  upaya  yang  diperlukan  untuk  membentuk  penyidik  independen KPK demi mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia.
2.  Tujuan Subyektif.
a.  Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar  strata  1  (Sarjana)  dalam  bidang  ilmu  hukum  di  Fakultas  Hukum  Universitas Sebelas Maret.
b.  Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis  peroleh  agar dapat memberi manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya  serta memberi kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di  bidang hukum.
c.  Untuk  memperdalam  pengetahuan,  pengalaman,  dan  pemahaman  aspek  hukum  di  dalam  teori  dan  praktek  menulis,  khususnya  dalam  bidang  Hukum Tata Negara.

 Skripsi Hukum: Eksistensi Penyidik Independen Dalam Mewujudkan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk)

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi