Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Kendala yang dihadapi hakim pengadilan agama dalam pelaksanaan mediasi perceraian di pengadilan agama

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
 Skripsi Hukum: Kendala yang dihadapi hakim pengadilan agama dalam pelaksanaan mediasi perceraian di pengadilan agama
Semua manusia pasti akan melalui proses kehidupan yang sama dari mulai  hidup  hingga  mati.  Salah  satu  proses  kehidupan  yang  dilalui  oleh  manusia  adalah  perkawinan atau pernikahan. Perkawinan inilah yang  menjadikan manusia sempurna  agamanya seperti dalam hadist berikut, Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam pernah  bersabda,  “Jika  seorang  hamba  menikah,  maka  ia  telah  menyempurnakan  separuh  agamanya. Oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk separuh yang  tersisa.”  Hadits  ini  diriwayatkan  oleh  Baihaqi.((rinaldimunir.wordpress.com/2012/11/20/setengah-dar-agam-menikah/) diakses tanggal 1 Mei 2013)).

Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  tentang  Perkawinan  Pasal  1  menyatakan  bahwa  perkawinan  adalah  ikatan  lahir  bathin  antara  seorang  pria  dan  wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)  yang  bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dari definisi perkawinan  tersebut dapat kita ambil beberapa unsur yang penting yaitu: 1.  Perkawinan merupakan ikatan lahir batin.
2.  Antara seorang pria dan wanita.
3.  Sebagai suami isteri.
4.  Untuk membentuk keluarga yang bahagia.
5.  Untuk membentuk keluarga yang kekal.
6.  Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  Sesuai penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa perkawinan  atau pernikahan ini menjadi bagian yang sangat penting di dalam kehidupan manusia.
Oleh  karena  itu,  hendaknya  setiap  orang  yang  telah  menikah  dengan  pasangannya  tidak  akan  berpikir  untuk  berpisah  atau  sering  disebut  perceraian,  karena  terdapat  tujuan  membentuk  keluarga  yang  kekal  berarti  selamanya.  Namun  dalam  perjalanannya,  sebuah  pernikahan  terkadang  mengalami  ujian-ujian  di  dalamnya  seperti ketidakharmonisan dan sebagainya. Bentuk-bentuk ujian seperti itu, jika tidak  bisa  dikelola  dengan  baik  akan  menjadi  sebuah  konflik  rumah  tangga  yang  dapat  berujung pada perceraian.
Hukum  perceraian  di  dalam  Hukum  Islam  yaitu  diperbolehkan  meskipun  ada serangkaian hal yang mempersulit. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun  1974 tentang Perkawinan Pasal 38 Perkawinan dapat putus karena tiga hal yaitu:  1.  Kematian  2.  Perceraian, dan 3.  Atas keputusan Pengadilan.
Perkawinan  yang  putus  dikarenakan  perceraian  terdapat  beberapa  ketentuan  yang  harus  terpenuhi  agar  perceraian  tersebut  dapat  terlaksana,  yaitu  terdapat dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan  yaitu: 1.  Perceraian  hanya  dapat  dilakukan  di  depan  Sidang  Pengadilan  setelah  Pengadilan  yang  bersangkutan  berusaha  dan  tidak  berhasil  mendamaikan  kedua belah pihak.
2.  Untuk   melakukan   perceraian  harus  ada   cukup alasan  bahwa  antara  suami  istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
3.  Tata  cara  perceraian  di  depan  sidang  Pengadilan  diatur  dalam  peraturan  perundangan tersebut.
  Selain  itu, perceraian  ini merupakan suatu perbuatan  yang dibenci oleh Alloh SWT  sesuai  dalam  hadist  berikut  ini,  “Sesuatu  yang  halal  tapi  dibenci  Allah,  adalah  perceraian”  (H.R.  Abu  Dawud  dan  Hakim  dari  Umar  bin  Khaththab  sebgaimana  dikutip sukanitha.blogspot.com/2011/01/perceraian.html) diakses Rabu tanggal 1 Mei  2013 pukul 10.47)).
Memasuki  proses  persidangan  ada  satu  upaya  lagi  yang  menjadi  penghalang seseorang untuk bercerai yaitu Mediasi. Menurut Takdir Rahmadi, dalam  bukunya  yang  berjudul  Mediasi  –  Penyelesaian  Sengketa  melalui  Pendekatan  Mufakat,  mediasi  adalah  suatu  proses  penyelesaian  sengketa  antara  dua  pihak  atau  lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak  memiliki  kewenangan  memutus  (Takdir  Rahmadi,  2011:  12).  Proses  mediasi  ini  sendiri sudah mulai wajib dilakukan pada tahun 2008 seiring dengan dikeluarkannya  Peraturan  Mahkamah  Agung  Republik  Indonesia  Nomor  1  Tahun  2008.  Dalam  perjalanannya  dimungkinkan  adanya  kendala-kendala  dalam  aplikasi  pelaksanaan  mediasi  tersebut,  baik  yang  dialami  oleh  para  pihak  maupun  para  hakim  yang  bertanggung jawab dalam proses mediasi.
Kendala-kendala  yang  dialami  oleh  Hakim  ini  menurut  penulis  menjadi  penting  untuk  diteliti  agar  tujuan  mediasi  yang  dilakukan  dapat  tercapai  secara  efektif.  Sebagai  tempat  penelitian  penulis  memilih  Pengadilan  Agama  Sragen  disebabkan  menurut  penulis  terdapat  kendala  yang  dihadapi  hakim  dalam  mediasi  berdasarkan  pengamatsn  atau observasi  yang  dilakukan  ketika  kegiatsn  Perkuliahan  Magang  di  sana.  Sebagai  gambaran  di  Pengadilan  Agama  Sragen  berdasarkan  observasi bahwa    pada Tahun 2012  jumlah kasus yang masuk di Pengadilan Agama  berjumlah 2459  berarti rata-rata setiap bulannya ada 204,9 kasus yang masuk, hal ini  menjadi beban  tersendiri  yang dialami  hakim Pengadilan Agama Sragen mengingat  jumlah  hakim  hanya  berjumlah  8  orang,  dari  2459  kasus  tersebut  tidak  adayang  berhasil  mediasi  yang  berarti  mediasi  gagal  dan  persidangan  lanjut  ke  tahap  berikutnya. Sebagai gambaran juga bahwa tiap hari persidangan ada 2 majelis hakim    yang  harus  bersidang  sehingga  hanya  tersisa  2  hakim  yang  bertugas  di  luar  ruang  persidangan,  hal  ini  masih  dikurangi  lagi  oleh  hakim  yang  menjadi  mediator  maka  tinggal  tersisa  1  hakim  yang  menjala nkan  tugas  organisasi,  hal  ini  tentu  dapat  menghambat  kinerja  pengadilan  Agama  sebagai  sebuah  organisasi.Gambaran  kendala-kendala  awal  hasil  observasi  inilah  yang  menjadi  latar  belakang  penulisan  hukum  ini.    Oleh  karena  Itu,  penulis  mengangkat  judul  KENDALA  YANG  DIHADAPI  HAKIM  PENGADILAN  AGAMA  DALAM  PELAKSANAAN  MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN.
B.  Rumusan Masalah.
Untuk  memperjelas  fokus  permasalahan  sehingga  pembahasan  dapat  disusun  secara  lebih  terarah  dan  sesuai  dengan  sasaran  yang  diharapkan,  maka  penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:.
1.  Bagaimana pelaksanaan mediasi perceraian di Pengadilan Agama Sragen?.
2.  Apa  kendala  yang  dihadapi  hakim  dalam  mediasi  perceraian  di  Pengadilan  Agama Sragen serta bagaimana solusinya?.
C.  Tujuan Penelitian.
Suatu  penelitian  harus  memiliki  tujuan  yang  jelas  sehingga  dapat  memberikan  arah  dalam  pelaksanaan  penelitian  tersebut.  Terdapat  dua  jenis  tujuan  dalam  suatu penelitian,  yaitu  tujuan  obyektif  dan  tujuan  subyektif.  Tujuan  obyektif  merupakan  tujuan  yang  berasal  dari  tujuan  penelitian  itu  sendiri,  sedangkan  tujuan  subyektif  berasal  dari  penulis.  Adapun  tujuan  obyektif  dan  subyektif  yang  hendak  dicapai dalam penelitian ini adalah: .
  1.  Tujuan Obyektif.
a.  Mengetahui  pelaksanaan  mediasi  perceraian  di  Pengadilan  Agama  Sragen.
b.  Mengetahui  kendalayang  dihadapi  hakim  dalammediasi  perceraian  di  Pengadilan Agama Sragen.
2.  Tujuan Subyektif.
a.  Memperoleh data-data dan informasi  yang dibutuhkan bagi penyelesaian  penyusunan  skripsi  sebagai  salah  satu  syarat  untuk  mendapatkan  gelar  kesarjanaan  di  bidang  Ilmu  Hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas Maret Surakarta.
b.  Menambah  dan  memperluas  pengetahuan  serta  wawasan  penulis  di  bidang  hukum perkawinan,  dan  sebagai  sarana  untuk  menerapkan  teoriteori  dan  pengetahuan  yang  telah  diperoleh  selama  kuliah  di  Fakultas  Hukum UNS.
D.  Manfaat Penelitian.
Penulisan  suatu  penelitian  diharapkan  mampu  memberikan  manfaat  yang  dapat diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari  penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Hasil  penelitian  penulisan  hukum  ini  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  bagi  pengembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum  pada  umumnya dan Hukum dan Masyarakat pada khususnya.
b.  Menambah  referensi  ilmiah  di  bidang  hukum  tentang  perkawinan khususnya dibidang mediasi perceraian.    c.  Penulisan  hukum  ini  dapat  digunakan  sebagai  acuan  untuk  melakukan  penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Menjadi  wahana  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran,  membentuk  pola  pikir  ilmiah,  sekaligus  menerapkan  ilmu  yang  telah  diperoleh.
b.  Memberikan  pemikiran  alternatif  yang  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  bahan  informasi  dalam  kaitannya  dengan  hal-hal  yang  menyangkut permasalahan yang diangkat  kepada semua pihak, khususnya  Pengadilan Agama Sragen.

 Skripsi Hukum: Kendala yang dihadapi hakim pengadilan agama dalam pelaksanaan mediasi perceraian di pengadilan agama

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi