Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Penerima Fidusia Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Penerima Fidusia Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia
Mencermati  meningkatnyakredit  macet  sebagaimana  diberitakan  oleh  media  elektronik  finance.detik.com,  hingga  akhir  Februari  2012 jumlah  kredit  macet  perbankan  mencapai  Rp  51,42  triliun.  Jumlah  ini  naik  4%  atau  Rp2,06  triliun dibandingkan akhir Februari 2011 sebesar Rp 49,36 triliun. Jumlah  kredit  yang  dikucurkan  perbankan  Indonesia  hingga  Februari  2012  juga  melonjak  mencapai  Rp  2.203  triliun.  Kredit  ini  naik  dibandingkan  di  Februari  2011  Rp  1.773  triliun.  Jumlah kredit  hingga  Februari  2012  didominasi  oleh  kredit  rupiah  Rp 1.844 triliun, kemudian kredit valas Rp 358,6 triliun.Dari total kredit tersebut,  sebanyak  Rp  2.203  triliun  masuk  kategori  lancar.  Sementara  Rp  8,772  triliun  masuk kategori kurang lancar, lalu Rp 7,577 triliun masuk kategori diragukan, dan  Rp 35,073 triliun masuk kategori macet.Sedangkan jenis kredit macetnya, Bank  Indonesia merilis  paling  banyak dari jenis kredit modal kerja yang mencapai Rp  29,97  triliun  sedangkan  kredit  investasi  Rp  9,99  triliun  dan  kredit  konsumsi Rp  11,45  triliun  (http://finance.detik.com/read/2012/04/16/135221/1893386/5/kreditmacet-bank-di-februari-2012-capai-rp-5142-triliun, diakses pada tanggal 22 Maret  2013 pukul 08.05 WIB).

Kredit bermasalah ini akan berdampak pada daya tahan perusahaan antara  lain likuiditas, rentabilitas, profitabilitas, bonafiditas, tingkat kesehatan bank dan  modalbank. Jumlah  kredit  macet  ini  menjadi  permasalahan  dalam  dunia  perbankan. Pasal  1  Undang-Undang Republik  Indonesia Nomor 10  Tahun  1998  tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan  menyatakan  bahwa  yang  dimaksud  dengan  kredit  adalahpenyediaan  uang  atau  tagihan  yang  dapat  dipersamakan  dengan  itu,  berdasarkan  persetujuan  atau  kesepakatan pinjam-meminjam antara  bank dengan  pihak  lain  yang  mewajibkan  pihak  peminjam  untuk  melunasiutangnya  setelah  jangka  waktu  tertentu  dengan  pemberian  bunga. -  meminjam  ialah  persetujuan  dengan  mana  pihak  yang  satu  memberikan  kepada  pihak  yang  lain  suatu  jumlah  tertentu  barang-barang  yang  menghabis  karena  pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan  Kegiatan pinjam  meminjam  ini  menjadikan  adanya  hubungan  hukum  antara  subjek  hukum  yaitu  kreditor  dan  debitor  selaku orang  (persoon)  atau  badan  hukum  (recht  persoon) dengan objek hukum yaitu jaminan kredit yang menimbulkan hak dan kewajiban.
Hak dan  kewajiban  yang timbuldari  hubungan  hukum  tersebut harus dilindungi  oleh hukum. Kredit macet yang terjadidisebabkan oleh ketidakmampuan debitor  membayar angsuran kredit. Oleh karena itu diperlukan perlindungan hukum untuk  menjamin  kepastian  hukum.Terlaksananya  kredit yang  baik dapat  memberikan  kontribusi dalam pembangunan nasional.
Pembangunan semakin menunjukkan arah kedepandalamera globalisasi  ini. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang melakukan usaha-usaha ke  arah kemajuan  memerlukan pembangunan ekonomi  yang  merupakan bagian dari  pembangunan  nasional  sebagai  pijakan  untuk  menjadikan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  ini  menjadi  maju.  Pembangunan  nasional  merupakan  cara  untuk  mencapai  masyarakat  adil  dan  makmur  sesuai  dengan  Pancasila  dan  Pembukaan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  IndonesiaTahun  1945 (UUD RI  1945).  Oleh  karena  perlu  melanjutkan  pembangunan  yang  berkesinambungan  maka  orang  maupun  badan hukum memerlukan  dana  yang  besar sehingga muncullah kebutuhan akan dana yang berimbas munculnya pinjam  meminjam dana.
Kegiatan  pinjam  meminjam  uang  dapat  dilakukan  oleh  siapa  saja  yang  mempunyai  kebutuhan  untuk  meminjam  (debitor)  di  satu  pihak  dan  memberi  pinjaman  di  lain  pihak  (kreditor).  Kemudian  terjadilah  kesepakatan  antara  para  pihak  yang  berlanjut  dengan  lahirnya  kewajiban  pada  diri  debitor  untuk  menyerahkan  kembali  uang  yang  dipinjamnya  secara  tepat  waktu disertai  bunga  yang telah disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian kredit dilakukan.
Kebutuhan akan dana melalui kegiatan pinjam meminjam yang dilakukan  debitor dengan kreditor tersebut difasilitasi oleh munculnya lembaga pembiayaan   ataupun  lembaga  penghimpun  dan  penyalur  dana  atau  yang  biasa  disebut  bank.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk  simpanan dan menyalurkannya  kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau  bentuk-bentuk  lainnya  dalam  rangka  meningkatkan  taraf  hidup  rakyat  banyak  (Pasal  1 angka 2Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  10  Tahun  1998  tentang  Perubahan  Atas  Undang-Undang  Nomor  7  Tahun  1992  tentang  Perbankan.). Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan  penyalur  dana  masyarakat  (Pasal  4 Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  10  Tahun  1998  tentang  Perubahan  Atas  Undang-Undang  Nomor  7  Tahun  1992  tentang Perbankan) sebagai bentuk fasilitas terhadap kreditor yang membutuhkan  pinjaman dana dalamera globalisasi ini.
Bank  merupakan  salah  satu  badan  usaha  yang  memberikan  fasilitas pinjaman uang berupa kredit maupun hutang melalui suatu perjanjian. Perjanjian  yang  dilakukan  oleh  kreditor  dengan  debitor  tidak  akan  terjadi  permasalahan  apabila kedua  belah pihak melaksanakan  hak dan  kewajibannya  masing-masing.
Hak  debitor  untuk  memperoleh  pinjaman  berupa  dana,  hak  kreditor  untuk  mendapatkan  kembali  dana  yang  dipinjamkannya  kepada  kreditor  melalui  pembayaran  secara  angsuran  maupun  disertai  bunga.  Kewajiban  debitor  untuk  mengembalikan sejumlah dana secara angsuran yang dipinjam beserta bunga yang  telah  disepakati  secara  tepat  waktu  melalui  suatu  perjanjian,  kewajiban  kreditor  untuk memberikan pinjaman berupa dana.
Persoalan  dapat  timbul  apabila  debitor  lalai  dalam  mengembalikan  uang  pinjamannya  terhadap  kreditor.  Oleh  karena  itu  kreditor (bank)  dalam  memberikan  pinjaman  (kredit)  terhadap  debitor  harus  menggunakan  prinsipprinsip  kredit  perbankan  yaitu  prinsip  5C.  Kriteria  penilaian  umum  dan  harus  dilakukan  oleh  bank  untuk  mendapatkan  nasabah  yang  benar-benar  layak  untuk  diberikan,  dilakukan  dengan  analisis  prinsip  5C  (Character,  Capacity,  Capital,  Condition  dan  Colleteral)  dan  7P  (Personality, Party, Purpose,  Prospect,  Payment,  Profitability,  Protection)  (Jamal  Wiwoho,  2011:95-98).  Salah  satu  prinsip 5C yaitu Colleteral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik  yang bersifat fisik maupun non fisik . Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit   yang  diberikan.  Jaminan  juga  harus  diteliti  kebasahannya,  sehingga  jika  terjadi  suatu  masalah,  maka  jaminan  yang  dititipkan  akan  dapat  dipergunakan  secepat  mungkin  (Jamal  Wiwoho,  2011:97).  Pasal  1131  KitabUndang-Undang  Hukum  Perdata  me Segala  kebendaan  si  berutang,  baik  yang  bergerak  maupun yang tak bergerak, baik  yang sudah ada maupun yang  baru  akan ada di  kemudian hari, menjadi tanggungan untuk  Pada  prakteknya,  debitor  tidak  hanya  memiliki  kewajiban  terhadap  satu  kreditor  saja.  Terkadang  debitor  juga  berhutang terhadap  beberapa  kreditor. Hal  demikian menjadikan jaminan secara umum hanya memberikan jaminan sebagian  saja terhadap hutang debitor dan jaminan umum akan dibagi secara merata dengan  kreditor-kreditor lain apabila debitor wanprestasi. Kondisi demikian menyebabkan  kreditor (bank) merasa dalam posisi yang tidak aman karena tidak adanya jaminan  secara utuh terhadap uang yang dipinjamkannya. Demi penyelamatan kredit bank  maka  bank  sebagai  pihak  kreditor  akan  meminta  jaminan  yang  dapat  menjamin  uang yang dipinjamkannya kepada debitor secara utuh apabila debitor tidak dapat  mengembalikan  pinjamannyakepada  kreditor.  Jaminan  tersebut  berupa  jaminan  khusus  dengan  perjanjian  tambahan  yang  mengikuti  perjanjian  pokoknya  yaitu  perjanjian kredit ataupun perjanjian hutang-piutang. Untuk itu diaturlah ketentuan  hukummengenai jaminan. juga memberi makna adanya  perlindungan  kreditor  yang  melepaskan  sejumlah  uangnya  yang  digunakan  sebagai  modal  oleh  debitor  dan  sekaligus  memberi kepastian  hukum  akan  Soedewi Masjchun Sofwan, 1977:2).
Terkait  dengan  jaminan,  Jaminan  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam,  yaitu  jaminan  materiil  (kebendaan)  dan  jaminan  immaterial  (perorangan)  (Salim.H.S,  2011:23).  Jenis  jaminan yang  masih  berlaku  berupa  gadai,  hak  tanggungan,  jaminan  fidusia,  hipotek  atas  kapal  laut  dan  pesawat  udara,  borg,  tanggung-menanggung,  dan  perjanjian  garansi  (Salim.H.S,  2011:25).  Obyek  jaminan  kebendaan  tidak  dibatasi  bentuk  maupun  macamnya  namun  harus  memilki  nilai  ekonomis,  mudah  dialihkan  sehingga  tidak memberikan  beban  kepada kreditor pada saat lelang (eksekusi objek jaminan) pada saat debitor lalai   melaksanakan  kewajibannya  (wanprestasi)  yaitu  membayar  hutangnya  kepada  kreditor.
Gadai  atau  yang dalam  bahasa  Belanda  adalah pandmewajibkan debitor  untuk  menyerahkan  barang  jaminan  kepada  kreditor.  Padahal  debitor  masih  memerlukan benda yang menjadi objek jaminan. Ketentuan undang-undang yang  mengatur  tentang  lembagapand(gadai) mengandung  banyak  kekurangan,  tidak  memenuhi  kebutuhan  masyarakat  dan  tidak  dapatmengikuti  perkembangan  masyarakat (Sri  Soedewi  Masjhoen  Sofwan,  1977:  15-116).Untuk  melakukan  gadai tanpa penguasaan terbentur pada Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-Undang  Hukum  Perdata. Oleh  karena  itu  muncullah  lembaga  jaminan  fidusia  dimana  lembaga  ini  muncul  karena  kebutuhan  masyarakat  akan  kredit  dengan  objek  jaminan berupa barang bergerak tanpa harus melepaskan barang yang digunakan  sebagai jaminan tersebut. Dengan adanya jaminan fidusia ini maka apabila debitor  pailit  atau  tidak  dapat  melunasi  hutangnya  terhadap  kreditor,  kreditor  masih  memiliki  barang  sebagai  jaminan  hutang  debitor  dimana  barang  tersebut  dapat  dipergunakan  sebagai  pelunasan  hutang.  Melalui  jaminan  fidusia  ini  maka  kreditor  dapat  melakukan  eksekusi  tanpa  melalui  pengadilan  untuk  pelunasan  hutangnya  terhadap  objek  jaminan  fidusia  apabila  debitor  wanprestasi. Pasal  29  ayat  (1)  Undang-Undang  Nomor  42  Tahun  1999  tentang  Jaminan  Fidusia  menyatakan bahwa : Apabila  debitor  atau  Pemberi  Fidusia  cidera  janji,  eksekusi  terhadap  Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara: a.Pelaksanaan titel eksekutorial  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  15  ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b.Penjualan  Benda  yang  menjadi  objek  Jaminan  Fidusia  atas  kekuasaan  Penerima  Fidusia  sendiri  melalui  pelelangan  umum  serta  mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c.Penjualan  di  bawah  tangan  yang  dilakukan  berdasarkan  kesepakatan  Pemberi  dan  Penerima  Fidusia  jika  dengan  cara  demikian  dapat  diperoleh harga tertinggiyang menguntungkan para pihak.
Jaminan  fidusia  juga memberikan perlindungan terhadap  kreditor melalui  pendaftaran  objek  jaminan  fidusia  seperti  yang  telah  diatur  dalam  Pasal  11  Undang-Undang  Nomor  42  Tahun  1999  tentang  Jaminan  Fidusia  bahwa  benda   yang  dibebani  jaminan  fidusia  wajib  didaftarkan.  Pendaftaran  jaminan  fidusia merupakan  suatu  terobosan penting  mengingat  bahwa  pada  umumnya  objek  jaminan  fidusia  adalah  benda  bergerak  yang  tidak  terdaftar  sehingga  sulit  mengetahui siapa pemiliknya. Terobosan ini akan lebih bermakna jika kita kaitkan dengan  ketentuan  Pasal  1977  Kitab  Undang-Undang  Perdata  yang  menyatakan  bahwa  barangsiapa  yang  menguasai  benda  bergerak  maka  ia  akan  dianggap  sebagai pemiliknya (bezit geldt als volkomen title) (Gunawan Widjaja & Ahmad  Yani,  2003:149).  Barang  yang  didaftarkan  akan  mempunyai  sifat  mendahului  (droit  de  preference)  yaitu  hak  yang  didahulukan  bagi  Penerima  Fidusia  untuk  mengambil  pelunasan  piutangnya  atas  hasil  eksekusi  benda  yang  menjadi  objek  jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan ini mendahului kreditor-kreditor  lainnya. Bahkan sekalipun Pemberi Fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak  yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi  objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam harta pailit Pemberi Fidusia. Dengan demikian  Penerima  Fidusia  tergolong  dalam  kelompok  kreditor  separatis  (Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2003:132).

 Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Penerima Fidusia Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi