BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Telaah normatif alasan peninjauan kembali kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan mahkamah agung
Pada era
globalisasi sekarang ini
masyarakat dihadapkan pada
arah perubahan dalam
dinamika berperilakunya, hal
itu diikuti pula
dari berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang
kadang-kadang proses tersebut terjadi secara tidak
seimbang. Dengan kata
lain, pelanggaran terhadap
norma-norma tersebut semakin
sering terjadi dan
kejahatan semakin bertambah,
baik jenis maupun bentuk
polanya semakin kompleks.
Perkembangan masyarakat itu
disebabkan karena ilmu
pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang semakin maju.
Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi
disertai dengan makin kerasnya arus
globalisasi, tentunya berkembang
pula pengaruh pemakaian
obatobatan di kalangan
masyarakat. Hal ini
sebagai dampak kemajuan
ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin
lama semakin berkembang
dengan pesat, dan salah satu yang paling marak saat ini adalah
permasalahan mengenai penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika.
Masalah penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat
Adiktif lainya (NAPZA)
atau istilah yang
populer dikenal masyarakat
sebagai NARKOBA (Narkotika dan Obat berbahaya) merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif
(Ahmad Syafii, 2009: 221). Hal
itu tentunya harus
melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat
secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen
dan konsisten. Meskipun
dalam Kedokteran, sebagian
besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA)
sangat bermanfaat bagi
pengobatan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan
teknologi, namun bila
disalahgunakan tidak menurut
indikasi medis atau standar
pengobatan terlebih lagi bila disertai
peredaran dijalur ilegal, akan berakibat
sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat
luas khususnya generasi muda
Bangsa Indonesia.
1 Salah
satu contoh kasusnya
yaitu perkara Narkotika
dengan terpidana Hanky
Gunawan, dalam Putusan
Mahkamah Agung No.39
PK/Pid.Sus/2011.
Pengadilan Negeri Surabaya
menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara dan denda
sebesar Rp500.000.000,-(lima ratus
juta rupiah). Pada
tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman
menjadi 18 tahun penjara dan denda sebesar
Rp600.000.000,-(enam ratus juta
rupiah). Kemudian di
tingkat kasasi hal
itu berubah menjadi
hukuman mati. Akan
tetapi, hukuman mati
itu dianulir majelis PK Mahkamah
Agung dan hukumannya menjadi 15 tahun penjara dan
denda Rp500.000.000,-(lima ratus
juta rupiah) (Agus
Utantoro. 2012: http://kumpulanberitahukum.blogspot.com/2012/11/ky-tetap-periksa-dugaanpemalsuan-vonis.html).
Dalam perkara
tersebut terpidana Hanky
Gunawan merasa keberatan dengan putusan
yang dijatuhkan oleh tingkat kasasi
yang menghukum hukuman mati, kemudian
terpidana mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali
(PK).
Dapat dikemukakan
alasan terpidana mengajukan
Peninjauan Kembali dengan alasan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang
nyata, yang kemudian putusan PK itu membatalkan
putusan kasasi, yang
pada intinya dalam
amar putusan PK tersebut
bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia yang berlaku
umum bahwa mengenai
berat ringannya atau
ukuran hukuman adalah
menjadi wewenang Judex
Facti, bukan wewenang
Judex Juris (tidak tunduk
pada kasasi), Bahwa
mendasari Declaration of
Human Right article
3 : "everyone has the right to life, liberty
and security of person". Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keselamatan sebagai individu.
Selanjutnya bahwa Hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28
ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan
melanggar Pasal 4 Undang-Undang
No. 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi : "Hak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan
di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia
yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun".
Bahwa dengan adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata oleh Majelis
Hakim dalam tingkat Kasasi
dalam memutus perkara
No. 455 K/ Pid.Sus/2007 tanggal
28 November 2007
serta demi memenuhi
Rasa Keadilan dan Hak Asasi Manusia, maka beralasan hukum
apabila putusan Kasasi tersebut dibatalkan
oleh Majelis Peninjauan Kembali.
Mencermati penjelasan dari inti amar putusan PK di atas
maka sangatlah menarik perhatian
khalayak publik, dikarenakan
satu sisi masyarakat
beserta Organisasi Masyarakat
(Ormas) menggalakkan kampanye
anti penyalahgunaan Narkotika
dan bersemangat memerangi
peredarannya dikalangan generasi
muda maupun di lingkungan
kemasyarakatan, akan tetapi putusan yang dihasilkan dari perkara yang menyangkut narkotika tidak sesuai
dengan harapan yang selama ini di
perjuangkan oleh ormas maupun masyarakat.
Menurut penulis
karena apabila hukuman
yang dijatuhkan ringan
akan menjadi preseden
buruk untuk pemberantasan
peredaran narkotika dan
akan mencontoh perbuatan
Terdakwa, jika hal
itu terjadi maka
akan mempengaruhi serta
mengancam perkembangan generasi
muda Bangsa Indonesia
dan dapat melemahkan penegakan hukum tindak pidana
narkotika. Sejalan kondisi ini pada dasarnya upaya penegakan hukum yang paling
tepat adalah jika ditujukan kepada para pengedar
besar maupun pemasok
narkotika secara illegal
dan bukan diarahkan
kepada kriminal kecil
seperti penyalahguna narkotika
(Dani Krisnawati,2006:99).
Menariknya dalam putusan tersebut
bagi penulis adalah hakim Peninjauan Kembali
(PK) dengan mudahnya memutuskan
perkaranya jauh dari putusan yang diberikan
pada tingkat Kasasi sedangkan banyak
sekali jika dicermati putusan
PK yang menjatuhkan
hukuman mati terhadap
para pengedar serta
produsen besar narkotika.
Setiap putusan yang dijatuhkan
oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara
yuridis, karena putusan
itu tidak lepas
dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan
tidak mustahil bersifat
memihak. Agar kekeliruan
dan kekhilafan itu dapat diperbaiki,
maka demi tegaknya
kebenaran dan keadilan, terhadap
putusan hakim itu
dimungkinkan untuk diperiksa
ulang demi mendapatkan kepastian dan keadilan hukum.
Kepastian hukum dan keadilan pada
hakikatnya merupakan sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Tidak ada keadilan tanpa kepastian hukum dan tidak ada kepastian hukum tanpa keadilan. Sebab pada
dasarnya, adanya ketidakpastian hukum merupakan
pangkal dari timbulnya
ketidakadilan. Kedua hal
tersebut merupakan tujuan utama
dari sebuah sistem hukum yang harus diwujudkan secara bersama (Mosgan Situmorang, 2010:20).
Berdasarkan uraian
pada latarbelakang di
atas, penulis tertarik menuangkannya dalam sebuah
tulisan yang tertuang
dalam penulisan hukum (skripsi) mengenai
alasan pengajuan Peninjauan
Kembali tentang perkara narkotika
yang dibenarkan menurut
Undang-Undang dengan judul
“TELAAH NORMATIF ALASAN
PENINJAUAN KEMBALI KEKHILAFAN HAKIM ATAU
KEKELIRUAN YANG NYATA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
(NOMOR:39PK/PID.SUS/2011)
DALAM PERKARA NARKOTIKA DENGAN TERPIDANA HANKY GUNAWAN”.
B. Perumusan Masalah.
Perumusan masalah dalam suatu
penelitian diperlukan untuk memfokuskan masalah tersebut
dapat dipecahkan secara
sistematis. Hal ini
agar dapat memberikan
gambaran yang jelas
dan memudahkan pemahaman
terhadap permasalahan serta
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dalam penelitian ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:.
1. Apakah
alasan pengajuan peninjauan
kembali kekhilafan hakim
atau kekeliruan yang nyata dalam
perkara narkotika Nomor: 39PK /Pid.Sus/ 2011
telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 KUHAP ?.
2. Bagaimana
pertimbangan hukum hakim
Mahkamah Agung dalam memeriksa dan
memutus peninjauan kembali
oleh terpidana Hanky Gunawan
dalam perkara narkotika Nomor: 39PK /Pid.Sus/ 2011 telah memenuhi ketentuan Pasal 263 KUHAP ?.
C. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan perumusan
masalah di atas,
maka tujuan yang
ingin dicapai penulis dalam penelitian hukum ini adalah
sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui pengajuan peninjauan kembali
oleh terpidana dengan alasan kekhilafan
hakim atau kekeliruan
yang nyata dalam
perkara narkotika sudah memenuhi
ketentuan Pasal 263 KUHAP.
b. Untuk
mengetahui alasan atau
dasar pertimbangan hakim
Mahkamah Agung dalam
memeriksa dan memutus
pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana dalam perkara narkotika sudah
memenuhi ketentuan Pasal 263 KUHAP.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk memperdalam pengatahuan dan wawasan
penulis di bidang ilmu hukum
khususnya pada bagian hukum acara pidana mengenai pengajuan peninjauan kembali dalam perkara narkotika.
b. Untuk
mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir
yang dinamis sekaligus
untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh
serta dapat bermanfaat
bagi penulis serta masyarakat pada umumnya.
c. Untuk melengkapi syarat akademis guna
memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Skripsi Hukum: Telaah normatif alasan peninjauan kembali kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan mahkamah agung
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi