Jumat, 05 Desember 2014

Skripsi Hukum: Telaah normatif alasan peninjauan kembali kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan mahkamah agung

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Telaah normatif alasan peninjauan kembali kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan mahkamah agung
Pada  era  globalisasi  sekarang  ini  masyarakat  dihadapkan  pada  arah  perubahan  dalam  dinamika  berperilakunya,  hal  itu  diikuti  pula  dari  berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana perkembangan itu selalu  diikuti proses penyesuaian diri yang kadang-kadang proses tersebut terjadi secara  tidak  seimbang.  Dengan  kata  lain,  pelanggaran  terhadap  norma-norma  tersebut  semakin  sering  terjadi  dan  kejahatan  semakin  bertambah,  baik  jenis  maupun  bentuk  polanya  semakin  kompleks.  Perkembangan  masyarakat  itu  disebabkan  karena ilmu pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang semakin maju.

Berkembangnya  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  disertai  dengan  makin  kerasnya  arus  globalisasi,  tentunya  berkembang  pula  pengaruh  pemakaian  obatobatan  di  kalangan  masyarakat.  Hal  ini  sebagai  dampak  kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  yang  semakin  lama  semakin  berkembang  dengan  pesat, dan salah satu  yang paling marak saat ini adalah permasalahan mengenai  penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
Masalah  penyalahgunaan  Narkotika,  Psikotropika  dan  Zat  Adiktif  lainya  (NAPZA)  atau  istilah  yang  populer  dikenal  masyarakat  sebagai  NARKOBA  (Narkotika dan Obat berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang  memerlukan  upaya  penanggulangan  secara  komprehensif  (Ahmad  Syafii,  2009:  221).  Hal  itu  tentunya  harus  melibatkan  kerja  sama  multidispliner,  multisektor,  dan  peran  serta  masyarakat  secara  aktif  yang  dilaksanakan  secara  berkesinambungan,  konsekuen  dan  konsisten.  Meskipun  dalam  Kedokteran,  sebagian  besar  golongan  Narkotika,  Psikotropika  dan  Zat  Adiktif  lainnya  (NAPZA)  sangat  bermanfaat  bagi  pengobatan  dan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  namun  bila  disalahgunakan  tidak  menurut  indikasi  medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila  disertai peredaran dijalur ilegal,  akan  berakibat  sangat  merugikan  bagi  individu  maupun  masyarakat  luas  khususnya generasi muda Bangsa Indonesia.
1    Salah  satu  contoh  kasusnya  yaitu  perkara  Narkotika  dengan  terpidana  Hanky  Gunawan,  dalam  Putusan  Mahkamah  Agung  No.39  PK/Pid.Sus/2011.
Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara dan  denda  sebesar  Rp500.000.000,-(lima  ratus  juta  rupiah).  Pada  tingkat  banding,  Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman menjadi 18 tahun penjara dan  denda  sebesar  Rp600.000.000,-(enam  ratus  juta  rupiah).  Kemudian  di  tingkat  kasasi  hal  itu  berubah  menjadi  hukuman  mati.  Akan  tetapi,  hukuman  mati  itu  dianulir majelis PK Mahkamah Agung dan hukumannya menjadi 15 tahun penjara  dan  denda  Rp500.000.000,-(lima  ratus  juta  rupiah)  (Agus  Utantoro.  2012:  http://kumpulanberitahukum.blogspot.com/2012/11/ky-tetap-periksa-dugaanpemalsuan-vonis.html).
Dalam  perkara  tersebut  terpidana  Hanky  Gunawan  merasa  keberatan  dengan putusan  yang dijatuhkan oleh tingkat kasasi  yang menghukum hukuman  mati,  kemudian  terpidana  mengajukan  upaya  hukum  peninjauan  kembali  (PK).
Dapat   dikemukakan  alasan  terpidana  mengajukan  Peninjauan  Kembali  dengan  alasan kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata, yang kemudian putusan PK  itu  membatalkan  putusan  kasasi,  yang  pada  intinya  dalam  amar  putusan  PK  tersebut bahwa  berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia  yang  berlaku  umum  bahwa  mengenai  berat  ringannya  atau  ukuran  hukuman  adalah  menjadi  wewenang  Judex  Facti,  bukan  wewenang  Judex  Juris  (tidak  tunduk  pada  kasasi),  Bahwa  mendasari  Declaration  of  Human  Right  article  3  :  "everyone has the right to life, liberty and security of person". Bahwa setiap orang  berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
Selanjutnya bahwa  Hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  dan  melanggar  Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi : "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,  pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,  hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,  dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut  adalah  hak  asasi  manusia  yang  tidak  dapat  dikurangi  dalam  keadaan dan oleh siapa pun".
  Bahwa dengan adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata oleh  Majelis  Hakim  dalam  tingkat  Kasasi  dalam  memutus  perkara  No.  455  K/  Pid.Sus/2007  tanggal  28  November  2007  serta  demi  memenuhi  Rasa  Keadilan  dan Hak Asasi Manusia, maka beralasan hukum apabila putusan Kasasi tersebut  dibatalkan oleh Majelis Peninjauan Kembali.
Mencermati  penjelasan dari inti amar putusan PK di atas maka sangatlah  menarik  perhatian  khalayak  publik,  dikarenakan  satu  sisi  masyarakat  beserta  Organisasi  Masyarakat  (Ormas)  menggalakkan  kampanye  anti  penyalahgunaan  Narkotika  dan  bersemangat  memerangi  peredarannya  dikalangan  generasi  muda  maupun di lingkungan kemasyarakatan, akan tetapi putusan yang dihasilkan dari  perkara yang menyangkut narkotika tidak sesuai dengan harapan yang selama ini  di perjuangkan oleh ormas maupun masyarakat.
Menurut  penulis  karena  apabila  hukuman  yang  dijatuhkan  ringan  akan  menjadi  preseden  buruk  untuk  pemberantasan  peredaran  narkotika  dan  akan  mencontoh  perbuatan  Terdakwa,  jika  hal  itu  terjadi  maka  akan  mempengaruhi  serta  mengancam  perkembangan  generasi  muda  Bangsa  Indonesia  dan  dapat  melemahkan penegakan hukum tindak pidana narkotika.  Sejalan kondisi ini pada  dasarnya upaya penegakan hukum yang paling tepat adalah jika ditujukan kepada  para  pengedar  besar  maupun  pemasok  narkotika  secara  illegal  dan  bukan  diarahkan  kepada  kriminal  kecil  seperti  penyalahguna  narkotika  (Dani  Krisnawati,2006:99).
Menariknya dalam putusan tersebut bagi penulis adalah hakim Peninjauan  Kembali (PK) dengan mudahnya  memutuskan perkaranya jauh dari putusan yang  diberikan pada tingkat Kasasi  sedangkan banyak sekali  jika dicermati  putusan  PK  yang  menjatuhkan  hukuman  mati  terhadap  para  pengedar  serta  produsen  besar  narkotika.
Setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin  kebenaran  secara  yuridis,  karena  putusan  itu  tidak  lepas  dari  kekeliruan  dan  kekhilafan,  bahkan  tidak  mustahil  bersifat  memihak.  Agar  kekeliruan  dan  kekhilafan  itu  dapat  diperbaiki,  maka  demi  tegaknya  kebenaran  dan  keadilan,    terhadap  putusan  hakim  itu  dimungkinkan  untuk  diperiksa  ulang  demi  mendapatkan kepastian dan keadilan hukum.
Kepastian hukum dan keadilan pada hakikatnya merupakan sisi mata uang  yang tidak dapat dipisahkan. Tidak ada keadilan tanpa kepastian hukum dan tidak  ada kepastian hukum tanpa keadilan. Sebab pada dasarnya, adanya ketidakpastian  hukum  merupakan  pangkal  dari  timbulnya  ketidakadilan.  Kedua  hal  tersebut  merupakan tujuan utama dari sebuah sistem hukum yang harus diwujudkan secara  bersama (Mosgan Situmorang, 2010:20).
Berdasarkan  uraian  pada  latarbelakang  di  atas,  penulis  tertarik menuangkannya  dalam  sebuah  tulisan  yang  tertuang  dalam  penulisan  hukum  (skripsi)  mengenai  alasan  pengajuan  Peninjauan  Kembali  tentang  perkara  narkotika  yang  dibenarkan  menurut  Undang-Undang  dengan  judul  “TELAAH  NORMATIF ALASAN PENINJAUAN KEMBALI KEKHILAFAN HAKIM  ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH  AGUNG  (NOMOR:39PK/PID.SUS/2011)  DALAM  PERKARA  NARKOTIKA DENGAN TERPIDANA HANKY GUNAWAN”.
B.  Perumusan Masalah.
Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memfokuskan  masalah  tersebut  dapat  dipecahkan  secara  sistematis.  Hal  ini  agar  dapat  memberikan  gambaran  yang  jelas  dan  memudahkan  pemahaman  terhadap  permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki.
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:.
1.  Apakah  alasan  pengajuan  peninjauan  kembali  kekhilafan  hakim  atau  kekeliruan yang nyata dalam perkara narkotika Nomor: 39PK /Pid.Sus/  2011 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 263 KUHAP ?.
2.  Bagaimana  pertimbangan  hukum  hakim  Mahkamah  Agung  dalam  memeriksa  dan  memutus  peninjauan  kembali  oleh  terpidana  Hanky  Gunawan dalam perkara narkotika Nomor: 39PK /Pid.Sus/ 2011 telah  memenuhi ketentuan Pasal 263 KUHAP ?.
  C.  Tujuan Penelitian.
Berdasarkan  perumusan  masalah  di  atas,  maka  tujuan  yang  ingin  dicapai  penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a.  Untuk mengetahui pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana dengan  alasan  kekhilafan  hakim  atau  kekeliruan  yang  nyata  dalam  perkara  narkotika sudah memenuhi ketentuan Pasal 263 KUHAP.
b.  Untuk  mengetahui  alasan  atau  dasar  pertimbangan  hakim  Mahkamah  Agung  dalam  memeriksa  dan  memutus  pengajuan  peninjauan  kembali  oleh terpidana dalam perkara narkotika sudah memenuhi ketentuan Pasal  263 KUHAP.
2. Tujuan Subyektif.
a.  Untuk memperdalam pengatahuan dan wawasan penulis di  bidang  ilmu  hukum khususnya pada bagian hukum acara pidana mengenai pengajuan  peninjauan kembali dalam perkara narkotika.
b.  Untuk  mengembangkan  penalaran  dan  membentuk  pola  pikir  yang  dinamis  sekaligus  untuk  mengetahui  kemampuan  penulis  dalam  menerapkan  ilmu  yang  diperoleh  serta  dapat  bermanfaat  bagi  penulis  serta masyarakat pada umumnya.
c.  Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan  dalam  Ilmu  Hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas  Maret Surakarta.

 Skripsi Hukum: Telaah normatif alasan peninjauan kembali kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan mahkamah agung

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi