BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan pemilihan kepala daerah yang bersih
Indonesia merupakan Negara
kepulauan dimana terdapat kurang lebih 13.000 pulau yang tersebar
di seantero nusantara.
Suku dan budaya
di Indonesia pun sangatlah
beragam pula. Keanekaragaman suku dan budaya Indonesia ini terpecah ke dalam 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota.
Sungguh luas dan kaya Negara ini.
Terbaginya Indonesia
ke dalam 33
provinsi dan 497
kabupaten/kota ini menimbulkan
konsekuensi yang logis
akan pembagian wewenang
dalam pemerintahaan. Pembagian
wewenang dalam pemerintahan terbagi menjadi 2, yaitu pemerintahan
pusat dan pemerintahan
daerah. Pembagian ini
didasarkan pada asas otonomi
daerah yang diarahkan untuk dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran
serta masyarakat dalam
pembangunan daerahnya masing-masing. Prinsip ini memberikan kewenangan daerah seluas-luasnya untuk dapat
mengeksplorasi potensi-potensi yang dimiliki daerahnya
masing-masing. Daerah juga
diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua
urusan pemerintahan diluar
yang menjadi urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam
undang-undang.
Selain pemberian
wewenang dalam mengatur
dan mengelola daerahnya sendiri, daerah juga diberi wewenang untuk
menentukan dan memilih pemimpinnya sendiri. Ini
dimaksudkan agar daerah
dipimpin oleh putra-putri
daerah yang mengetahui dan paham akan potensi-potensi yang
dimiliki oleh daerahnya. Sehingga, ketika pemerintah
daerah mengeluarkan suatu
kebijakan, harapannya adalah kebijakan
tersebut tepat guna bagi masyarakat daerah tersebut.
Inilah yang
disebut desentralisasi, dimana
ada penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(pasal 1 ayat
(7) Undang-Undang No.
32 Tahun 2004).
Desentralisasi diterapkan didalam tatanan
pemerintahan di Indonesia
dengan harapan agar
terjadi pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Proses PEMILUKADA
(Pemilihan Umum Kepala
Daerah) dilakukan oleh KPU Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Proses
PEMILUKADA ini diatur
lebih lanjut dalam
Undang-Undang 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan
Daerah jo UndangUndang No 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang No 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.
Tiap-tiap calon kepala
daerah diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik,
atau perseorangan yang
didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan
dalam UndangUndang.
PEMILUKADA Gubernur
adalah suatu proses
tahapan pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi. Rakyat memilih
pasangan calon yang diusung oleh partai poitik atau
perseorangan untuk menjadi
Gubernur dan Wakil
Gubernur di provinsinya.
Proses pemilihan ini
diselenggarakan oleh KPU
Provinsi dengan memerhatikan
pedoman dari KPU.
Mekanisme pemilihan gubernur
dan wakil gubernur
ini pun telah
diatur dalam Undang-Undang
No 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo Undang-undang No 12
Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dewasa ini
pemilihan kepala daerah
di tingkat provinsi
ini memunculkan beberapa
pertanyaan. Melihat kondisi
riil saat ini,
gubernur memiliki 2
wewenang yaitu selain sebagai
kepala daerah juga sebagai kepala administrasi. Terkait sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, gubernur
sangat minim peranannya dalam upaya peningkatan
potensi daerah. Kerangka otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia telah
memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya terhadap kepala
daerah dalam hal
ini bupati dan
walikota untuk dapat
mengelola daerahnya masing-masing
guna pemerataan kesejahteraan
masyarakat.
Pemilihan gubernur
langsung oleh rakyat
membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Kita lihat saja
biaya pilkada Jawa Timur Desember 2008 misalnya, menelan Rp
830 milyar. Pemilihan
Gubernur Sumbar 2005
yang berpenduduk 8%
dari penduduk Jawa Timur,
menghabiskan Rp 24 milyar. Pemilihan Gubernur Sumbar 2010 diperkirakan sekitar Rp 110 milyar
(http://kerjasamarantau.sumbarprov.go.id).
Sementara biaya
untuk pemilihan gubernur
DKI Jakarta sendiri
menelan biaya mencapai
Rp 254 milyar
(http://megapolitan.kompas.com).
Hal tersebut kuranglah efisien, melihat kondisi bangsa ini yang
sedang mengalami krisis dan melihat kondisi ekonomi
masyarakat Indonesia masih
cukup memprihatinkan. Anggaran
tersebut alangkah baiknya
jika digunakan untuk
menjalankan program-program pemerintah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Pemilukada gubernur
pastilah berpotensi menimbulkan
konflik. Tidak dipungkiri
jika konflik pasti
akan mengiringi demokrasi
dalam pemilihan kepala daerah.
Adanya konflik tentu
bukan untuk diperbesar
atau sebaliknya dihilangkan sama
sekali, tapi justru
yang paling penting
konflik perlu dikelola
dengan baik.
Konflik yang
biasa muncul mengiringi
pemilihan kepala daerah
dibagi menjadi 2 kategori, konflik
horizontal dan konflik
vertikal. Konflik horizontal
adalah konflik diantara
pasangan kandidat, sedangkan
konflik vertikal berarti
konflik antara kandidat
dengan KPU sebagai
lembaga penyelenggara pilkada.
Konflik horizontal yang melibatkan antar pasangan cagub/cawagub
ini terkait dengan persaingan secara tidak
sehat antar pasangan cagub/cawagub dalam usahanya untuk merebut perhatian dan
mencari pendukung guna
menduduki jabtan no
1 di tingkat
provinsi. Peta persaingan yang ketat antar pasangan
cagub/cawagub memunculkan adanya indikasiindikasi praktik
kecurangan dalam persaingan
(black campaign). Konflik
vertikal contohnya ketidakpuasan
salah satu pasangan cagub/cawagub terhadap KPU terkait daftar pemilih tetap (DPT) dan konflik
sengketa hasil penghitugan suara.
Biaya dalam
pemilukada gubernur selain
biaya untuk menyelenggarakan hajatan
provinsi, juga ada
pula biaya modal
yang digunakan masing-masing
calon pasangan gubernur
dan wakil gubernur
untuk mempromosikan dirinya
kepada masyarakat atau
sebagai modal kampanye.
Anggaran yang keluar
untuk proses kampanye
ini cukuplah besar.
Kita ambil contoh
pemilihan gubernur Jawa
Timur.
pasangan calon Soekarwo-Saifullah
Yusuf (Karsa), yang mulai mempublikasikan diri sejak sebelum pilgub Jatim bergulir, telah
menghabiskan biaya sekitar Rp 1,3
triliun.
Pasangan Khofifah-Mudjiono (Kaji)
juga tidak berbeda. Pada 2 Juli lalu, uang Rp 1 miliar
disumbangkan pasangan itu
sebagai dana abadi
kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jatim. Pasangan
Achmady-Soehartono (Achsan) dalam diskusi
Publik Bicara di
Surabaya, Kamis pekan
lalu, mengatakan, tim
ini akan mengutamakan hal yang lebih substansial
ketimbang sosialisasi dan kampanye yang menghabiskan uang
banyak. Namun, dalam
proposal pencarian biaya
politik untuk pemenangan pasangan calon kepala daerah itu tertulis anggaran
yang diperlukan Rp 709 miliar.
Hal ini sangat
sulit dipantau oleh
KPU karena pelaporan
penggunaan dana kampanye
wajib dilaporkan selambat-lambatnya 3
(tiga) hari (http://andichairilfurqan.wordpress.com). Munculnya
biaya-biaya yang besar
itu karena dalam pembiayaan
pemilukada tidak hanya untuk kampanye saja, melainkan juga untuk tim sukses dan tim kampanye, bahkan
indikasi kecurangan berupa money politic
pun juga. Padahal jika dihitung secara cermat, gaji seorang gubernur
selama satu periode
tidak akan cukup
untuk bisa mengembalikan
modal kampanye pemilukada.
Pemilihan gubernur
langsung oleh rakyat
saat ini memang
masih menjadi solusi yang terbaik untuk digunakan dalam
sistem pemerintahan daerah di Indonesia.
Namun satu
hal yang perlu
dicermati, bahwa pemilihan
gubernur langsung oleh rakyat
ini juga memiliki problematika. Walaupun problem yang muncul tidak begitu besar,
namun cukup mempengaruhi
kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat.
Berangkat dari
permasalahan tersebut diatas,
maka penulis mengangkat permasalahan
tersebut dan menuangkannya
dalam penulisan hukum
dengan judul “Tinjauan
Pemilihan Kepala Daerah
Yang Bersih (Studi
Terhadap Pemilihan Gubernur DKI Jakarta)”.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah diperlukan guna
menegaskan masalah-masalah yang akan diteliti, sehingga
memudahkan pengerjaannya serta
dapat mencapai sasaran
yang diinginkan. Berdasarkan
uraian dalam latar
belakang penulisan hukum
ini, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :.
1. Apakah pelaksanaan Pemilukada di DKI Jakarta
sudah mencerminkan PEMILU yang bersih?.
2. Apa saja hambatan yang terjadi selama
penyelenggaraan Pemilukada di DKI
Jakarta?.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian pada hakikatnya
adalah penelitian merupakan bagian pokok ilmu
pengetahuan yang bertujuan
untuk lebih mendalami
segala segi kehidupan.
Penelitian juga
merupakan sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan
baik segi teoritis maupun praktek
(Soerjono Soekanto, 1984 : 3).
Demikian pula
penulis dalam melakukan
penelitian ini mempunyai
tujuan tertentu yang
ingin dicapai, baik
tujuan obyektif maupuan
tujuan subyektif bagi kepentingan
penulis sendiri. Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk
mengetahui kesesuaian pemilihan
umum kepala daerah (Gubernur
dan Wakil Gubernur)
DKI Jakarta dengan
aturan pemilu yang berlaku.
b. Untuk
mengetahui hambatan yang
terjadi selama penyelenggaraan pemilukada dan solusi yang diberikan untuk penyelesaiannya.
2. Tujuan Subjektif.
a. Untuk
menambah dan mengembangkan
pengetahuan penulis dalam bidang
hukum khususnya Hukum Tata Negara.
b. Untuk melengkapi
syarat akademis mencapai
jenjang kesarjanaan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.
c. Menerapkan
ilmu dan teori-teori
hukum yang telah
penulis peroleh agar bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian.
Suatu penelitian
akan mempunyai nilai
apabila penelitian tersebut
memberi manfaat bagi para pihak.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan disiplin
ilmu hukum pada
umumnya dan hukum tata negara
pada khususnya;.
b. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya referensi
dan literatur dalam
dunia kepustakaan tentang
pemilihan umum kepala daerah yang bersih;.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai
sebagai acuan terhadap pengkajian dan
penulisan karya ilmiah
sejenis untuk tahapan selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a. Hasil
penelitian ini mampu
memberikan sumbangan pemikiran tentang pemilihan umum kepala daerah khususnya
di tingkat provinsi.
b. Hasil penelitian ini mampu memberikan
gambaran tentang pemiluhan umum kepala
daerah yang bersih.
Skripsi Hukum: Tinjauan pemilihan kepala daerah yang bersih
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi