Selasa, 02 Desember 2014

Skripsi Sastra: Serat Darma Duhita (suatu tinjauan fisiologis)

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Skripsi Sastra: Serat Darma Duhita (suatu tinjauan fisiologis)
Bangsa  Indonesia  adalah  bangsa  yang  memiliki  beragam  kebudayaan  beserta  suku  bangsanya,  salah  satunya  adalah  suku  Jawa.  Kebudayaan  yang  tercipta  meliputi tradisi tulis dan tradisi lisan. Kebudayaan tersebut terbentuk  dari  hasil  sintesa  pengalaman-pengalaman  masa  lalu,  sehingga  untuk  memahami  kebudayaan  suatu masyarakat  diperlukan adanya informasi dari masa lalu yang  dapat  diperoleh  melalui  beberapa  hal  yang  masih  tersisa  dari  masa  lalu  seperti  cerita lisan, benda artefak, dan tulisan. (Bani Sudardi, 2003:1).

Tradisi  tulis  yang  dihasilkan  dari  kebudayaan  masa  lalu  adalah  suatu  jembatan  menuju  suatu pemahaman  atas  suatu  kebudayaan  yang  ada  pada  masa  itu. Pengetahuan ini perlu dipahami untuk menilik kembali nilai-nilai luhur yang  terkandung dalam budaya tulis tersebut. Meskipun jaman telah berubah dan pola  pikir masyarakat sedikit banyak juga telah mengalami perubahan, namun nilai dari  kebudayaan  tersebut  perlu  diketahui  agar  terungkap  identitas  dari  suatu  bangsa  yang tercermin dari warisan budaya itu sendiri.
Kekhawatiran  hilangnya  nilai-nilai  luhur  dari  kebudayaan  yang  ada  menjadikan  masyarakat  harus  menggali  kembali  warisan  budaya  yang  sudah  mulai tersisih, namun keterbatasan pengetahuan dan waktu semakin mempertajam  jarak antara masyarakat dan budaya tulis yang ada. Salah satu peran Ilmu Filologi  adalah  membantu  masyarakat  untuk  memahami  kembali  nilai  yang  terkandung  dalam budaya tulis suatu masyarakat.  Seperti yang diungkapkan Edwar Djamaris     (2002:7) bahwa ilmu filologi tidak hanya sibuk  dengan kritik teks serta komentar  penjelasannya saja, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan suatu bangsa.
Masyarakat  Jawa  merupakan  masyarakat  yang  mengedepankan  rasa,  sehingga  dalam  kehidupan  mereka  akan  menyampaikan  sesuatu  dengan  halus.
Begitu pula dengan cara menyampaikan suatu ilmu atau nasihat kepada anaknya.
Nasihat yang ingin disampaikan  dapat  menggunakan media tembang atau cerita.
Hal ini begitu melekat pada kehidupan  masyarakat  di  Jawa  pada masanya. Ajaran  yang disampaikan begitu beragam, mulai dari ajaran kepemimpinan hingga  ajaran  berumah  tangga.  Cara  yang  digunakan  pun  tidak  hanya  disampaikan  secara  langsung atau dari mulut ke mulut, namun juga sering  dituangkan kedalam bentuk  tulisan tangan atau naskah yang dapat diwariskan secara turun temurun, namun  adanya  kekhawatiran  jika  terjadi  sesuatu  dengan  naskah  asli  misalnya  hilang,  terbakar  atau  rusak  dimakan  zaman  atau  karena  orang  ingin  memiliki  sendiri  naskah  itu  dengan  berbagai  tujuan.  Hal  tersebut  menjadi  latar  belakang  terjadi  penyalinan  naskah  yang  berulang-ulang.  Kegiatan  penyalinan  tersebut  tidak  menutup  kemungkinan  timbul  berbagai  kesalahan  atau  perubahan  pada  naskah  salinan.  Berbagai  perbedaan  yang  timbul  karena  mungkin  si  pen yalin  kurang  memahami  bahasa  atau  pokok  persoalan  naskah  yang  disalin,  mungkin  pula  karena tulisan tidak terang, salah baca, atau karena kurang ketelitian dari penyalin  sehingga  timbul  berbagai  perbedaan  pada  naskah  salinan.  (Siti  baroroh,dkk.
1994:60)  Keadaan  karya  tulis  dengan  kondisi  seperti  di  atas  menuntut  pendekatan  yang  lebih  memadai.  Untuk  membaca  karya  tersebut  perlu  disiplin  ilmu  yang  mampu menyiangi kesulitan akibat kondisi sebagai produk masa lampau. Dalam     hal  inilah  ilmu  filologi  diperlukan  untuk  dapat  menggali  kembali  nilai-nilai  peninggalan tulisan masa lampau. (Siti baroroh,dkk. 1994:2) Menurut Gerardet-Sutanto (1983: v–vi),  naskah  dikelompokkan atas lima  jenis, yaitu: a.  Kronik,  Legenda  dan  Mite.  Di  dalamnya  termasuk  naskah-naskah  babad, pakem, wayang purwa, panji, pustaka raja dan silsilah.
b.  Agama, Filsafat dan Etika. Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang  mengandung unsur-unsur: Hinduisme, Budhisme, Islam, mistik Jawa,  Kristen, magis dan ramalan, sastra wulang.
c.  Peristiwa kraton, hukum, peraturan-peraturan.
d.  Buku teks dan penuntun, kamus ensiklopedi tentang linguistik, obatobatan,  pertanian,  antropologi,  geografi,  perjalanan,  perdagangan,  masak-memasak dan sebagainya.
e.  Seni dan pertunjukan seni. Di dalamnya termasuk tari Jawa, gamelan,  tembang  Jawa,  buku  seni,  cerita,  fabel  dan  legenda,  ikhtisar,  periodisasi, bunga rampai.
Dalam  penelitian  ini  telah  diputuskan  untuk  mengambil  objek  dari  jenis  sastra  wulang.  Sastra  wulang  atau  jenis  karya  sastra  yang  berisi  tentang  ajaran  sendiri  masih  terbagi  lagi  menjadi  ajaran   untuk  para  raja,  ajaran  untuk  kaum  wanita,  ajaran  untuk  menjadi  prajurit  yang  baik,  serta  ajaran  moral.    Dalam  penelitian  ini,  peneliti  tertarik  untuk  meneliti  naskah  yang  berisi  ajaran  untuk  kaum  wanita.    Beberapa  naskah  yang  berisi  tentang  ajaran  untuk  wanita  atau  wulang  èstri  yang  disampaikan  dengan  menggunakan  media  tembang  seperti  :  Sêrat Candra Rini, Sêrat Darmalaksita, Sêrat Darmarini, Sêrat Wulangreh Putri,     Sêrat  Sandi  Wanita,  Sêrat  Wulang  Putri  dan  Sêrat  Darma  Duhita.  Dalam  penelitian ini, peneliti memutuskan untuk meneliti Sêrat Darma Duhita. Keunikan  baik dari segi filologi maupun isi dari naskah ini membuat peneliti tertarik untuk  meneliti naskah ini.
Dalam  Poerwadarminta  (1939:64)  darma  berarti  keutamaan,  atau  kewajiban  serta  melakukan  sesuatu  hanya  karena  memenuhi  kewajibannya  dan  duhita  berarti  putri,  juwita,  baik  sekali,  sehingga  dapat  diartikan  Darma  Duhita mengandung makna kewajiban yang sebaiknya dijalankan seorang putri.  Teks ini  bercerita  tentang  seorang  ayah  yang  memberi  wejangan  atau  nasihat  kepada  putrinya tentang bagaimana cara menjadi seorang istri yang baik. Selain itu juga  diceritakan  pula  tentang  ajaran  yang  pernah  disampaikan  oleh  leluhur  tentang  makna dari kelima jari manusia.
Dalam  masyarakat  Jawa  ajaran  kehidupan  rumah  tangga  begitu  penting,  sehingga pendidikan seorang anak perempuan merupakan suatu hal  yang sangat  berharga.  Hal  ini  dikarenakan  wanita  memegang  peranan  terpenting  dalam  berumah  tangga.  Keberlangsungan  rumah  tangga  sangat  tergantung  dari  cara  seorang  wanita  atau  istri  membawa  diri  dalam  keluarga  yang  dibinanya,  oleh  karena itu gadis Jawa sejak dini sudah diberi bekal untuk menjadi seorang wanita  dan  istri  yang  baik.  Anggapan  bahwa  dalam  hidup  berkeluarga,  kebahagiaan suami adalah yang paling utama membuat seorang wanita Jawa akan melakukan apapun  demi  mewujudkan  kebahagiaan  suami  dan  untuk  mempertahankan  keutuhan  rumah  tangga.  Hal  itu  menyebabkan  berkembangnya  tradisi  tulis  maupun  lisan  masyarakat  Jawa  yang  berisi  dan  mencerminkan  bahwa  bagaimanapun seorang wanita harus menghormati dan mematuhi suaminya.
   Teks Sêrat Darma Duhita meskipun hanya terdiri dari satu pupuh tembang  Kinanthi  namun  memiliki  keunikan  dalam  segi  penyampaiannya.  Penyalin  menyampaikan ajaran atau nasihat secara langsung. Pada bagian awal teks  Sêrat  Darma  Duhita  disebutkan  bahwa  terhadap  suami,  seorang   istri  harus  berbakti,  bisa mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik,  dan patuh pada suaminya,  namun  terdapat  pula  pengungkapan  makna  dari  kelima  jari  manusia  yang  diharapkan  menjadi  pegangan  dari  seorang  istri  dalam  menjalani  kehidupan  berumah tangga.
Sêrat Darma Duhita berisi ajaran yang mendalam dalam segi feminis serta  perkembangannya  pada  masa  sekarang.  Mengingat  wanita  sekarang  berbeda  pandangan  dengan  wanita  jaman  dahulu,  meskipun  dari  dulu  hingga  sekarang  tujuan  daripada  kehidupan  tetap  masih  sama  yaitu  mencapai  kebahagiaan  lahir  dan  batin.  Selain  itu  ditinjau  dari  segi  historis  sistem  kekeluargaan  Jawa  yang  notabene  menggunakan  garis  patrilinial,  dan  mengingat  bahwa  naskah-naskah  Jawa  merupakan  arsip  sejarah  perkembangan  kebudayaan  di  Indonesia,  maka  naskah  ini  juga  dipandang  penting  dalam  sejarah  perkembangan  kebudayaan  karena isinya berbeda dengan keadaan yang terjadi jaman sekarang.
Perlu disampaikan pula sedikit informasi sebagai pembanding. Perbedaan  isi  dari  Sêrat  Candra  Rini,  Sêrat  Darmalaksita,  Sêrat  Darmarini,  Sêrat  Wulangreh  Putri,  Sêrat  Sandi  Wanita,  Sêrat  Wulang  Putri.  Sêrat  Candra  Rini merupakan  ajaran  dari  seorang  raja  kepada  para  wanita  atau  isteri,  untuk  dapat  setia kepada suami agar mencontoh sifat 9 orang tokoh wanita  istri Arjuna  dalam  pewayangan  (Dewi  Wara  Sumbadra,  Manohara,  Dewi  Ulupi,  Retna  Gandawati,  Wara  Srikandi,  Dewi  Manikarja,  Dyah  Maheswara,  Retna  Rarasati,  dan  Dewi     Sulastri).  Kesembilan  sifat  tersebut  adalah  setia  pada  lelaki,  rela  dimadu,  mencintai sesama, terampil pada pekerjaan wanita, pandai berdandan dan merawat  diri, sederhana, pandai melayani kehendak suami, menaruh perhatian pada mertua,  dan gemar membaca buku yang berisi nasihat (Murniati, 2000:24) Melalui  website  Yayasan Sastra Lestari  diperoleh informasi mengenai isi  dari  Sêrat Darmalaksita  dan  Sêrat Darmarini.  Sêrat Darmalaksita    berisi  ajaran  untuk pemuda agar mengetahui kewajiban hidup, menjauhkan diri dari perbuatan  tercela,  dan  ajaran  untuk  membina  kehidupan  berumah  tangga.  Keinginan  manusia  akan  tercapai  apabila  didasarkan  pada  delapan  hal  (astagina)  yaitu  pandai, trampil, hemat, cermat, tahu perhitungan, suka bertanya, tidak boros, dan  bersungguh-sungguh,  sedangkan  Sêrat  Darmarini  berisi  ajaran  untuk  istri  agar  mengetahui  sembilan  perkara,  antara  lain:  memiliki  hati  mantap,  bersungguhsungguh,  mau  menerima  (narima),  sabar,  bakti,  penuh  perhatian  (gumati),  menurut (mituhu), menjaga (rumêksa) rahasia suami, dan kuat serta sentosa pada  suami.
Sêrat  Wulang  Putri  mencerminkan  bagaimana  kehidupan  kaum  putri  di  dalam  tembok  kerajaan.  Kaum  putri  kerajaan  memegang  teguh  adat  yang  harus  ditaati,  sehingga dapat dicontoh oleh kaum putri di luar tembok kerajaan dalam  arti masyarakat umum. Sêrat ini juga mengandung amanat-amanat tertentu yaitu  nasihat  bagi  wanita  menjelang  perkawinan,  kewajiban  serta  larangan  bagi  kaum wanita, serta masalah poligami  (Hartini, 2013:53), selain itu juga  terdapat  Sêrat  Sandi Wanita  yang bercerita tentang kehidupan generasi Raden Mas Panji dimana  wanita  merasa  dirinya  pria,  tidak  menghormati  suami  dan  berani  menjawab  apa  yang  dikatakan  oleh  suami,  termasuk  menentang  bila  dinasehati.  Wanita  yang     demikian  tidak  dapat  diajak  bermusyawarah.  Meskipun  tidak  semua  demikian  namun perlu diberitahukan supaya seorang wanita tidak terlanjur memiliki watak  yang demikian (Hartini, 2013:34).
Skripsi Sastra: Serat Darma Duhita (suatu tinjauan fisiologis)

    

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi