Jumat, 08 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERKAWINAN WANITA BERPENYAKIT GILA


BAB I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah  Merupakan sunnatullahbahwa banyak hal di dunia ini diciptakan  berpasang-pasangan dan berlawanan, ada siang ada malam, ada laki-laki ada  perempuan, ada kelahiran ada kematian. Antara kelahiran dan kematian masingmasing mempunyai akibat hukum yang berbeda. Dari peristiwa kelahiran  mengandung beberapa akibat hukum seperti pemeliharaan anak, pemberian  nama, pendidikan sampai pada tahap menikahkan.
Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini, maka hukum  perkawinan yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang  berlaku dalam masyarakat, sebab disetiap masyarakat mempunyai tata cara  sendiri-sendiri dalam mengatur hukum perkawinan, di dunia ini ada tiga sistem  kekeluargaan yang berkembang membentuk corak, karakteristik serta ragam  budaya masing-masing, yaitu sistem kekeluargaan patrinial, matrinial, dan  parental atau bilateral.

 Allah SWT menjelaskan bahwa seseorang itu telah ditentukan jodohnya,  hal ini dikarenakan Allah menciptakan semua makhluk-Nya selalu berpasang- Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, h. 128    pasangan. Ada laki-laki ada perempuan, ada hujan ada terang, ada siang ada  malam. Sesuai dengan firman-Nya dalam al-Qur’an pada surat Ya<si<n ayat 36  َ Artinya: Maha suci Tuhan yang telah menciptakan berpasang-pasangan  semuanya, baik dari apa yang di tumbuhkan oleh bumi dan dari diri  mereka dan maupun apa yang mereka tidak ketahui. (QS. Ya>sin: 36)  Dari penjelasan ayat di atas, kita dapat memahami bahwa semua  makhluk yang diciptakan di atas dunia ini semuanya berpasang-pasangan. AlQur’an adalah merupakan pedoman dan petunjuk bagi kaum yang meyakini.
Kehidupan berpasang-pasangan dalam hukum Islam disebut perkawinan.
Perkawinan adalah salah satu sunnatullah. Banyak sekali ayat-ayat Qur’an dan  H}adi>s| Nabi yang memberikan anjuran untuk nikah.
Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan  untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tentram kepadanya, dan di jadikannya diantara kamu rasa  kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda  bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ru>m: 21)   Departemen Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 70   Ibid, h. Artinya:  Menceritakan kepadaku Sufyan bin Waki’ menceritakan kepadaku  Hafsun bin Ghiyas dari al-Hajjaj dari Abi Syamal dari Abi Ayyub  telah berkata: telah berkata Rasulullah SAW: Empat perkara yang  termasuk sunnah para Rasul yaitu: berpacar, memakai wangiwangian, bersiwak dan nikah.
 Pernikahan merupakan sunnahtullahyang umum dan berlaku pada setiap  makhluknya, baik pada hewan maupun padatumbuh-tumbuhan. Ia adalah salah  satu cara yang telah di pilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluknya  untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.
Salah satu pokok pembahasan dalam hukum Islam yang mendapatkan  penjelasan dari Allah dan Rasul-Nya adalah masalah perkawinan, baik mengenai  pelaksanaannya maupun larangan-larangannya. Di hukum Islam tidak dikenal  istilah  kebiaraanyaitu seorang yang tidak mau menikah. Islam sangat  menganjurkan pernikahan dan bahkan jugabisa pernikahan tersebut berhukum  wajib. Hal tersebut disebabkan adanyabeberapa faktor yang menyebabkan  hukum pernikahan bagi seseorang itu menjadi wajib yang pada dasarnya  menikah adalah boleh (mubah).
  At-Tirmudzi, Jami<’us S}ah}i<h}, juz III, h. 1   Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, Juz I, h. 33    Di dalam sebuah perkawinan Allah menjanjikan akan memberikan  penghidupan bagi mereka berupa sandang dan pangan, dan akan mengentaskan  dari kemiskinan dengan tambahnya rizqi yang mereka peroleh. Karena dengan  perkawinan berarti ia menuju jalan yang mulia dan diridlai, dan melangsungkan  kehidupan rumah tangga, mendapatkan keturunan. Karena dengan adanya  keturunan maka akan muncullah generasi muda yang akan meneruskan  perjuangan Islam. engaB � e t � @ p}A 2 Undang-Undang Nomor Tahun 1974 telah  diletakkan fundamentum yuridis perkawinan Nasional. a. Dilakukan menurut  hukum agama dan, b. Dicatat menurut Undang-Undang berlaku. Fundamental  yuridis ini di perjelas penekanannya pada Pasal 4, 5, 6 dan 7 berbarengan dengan  penekanan itu sekaligus diaktualkan ketertiban perkawinan masyarakat Islam .
Juga sekaligus dianulir kebolehan yang dirumuskan dalam al-Qur’an Surat alMaidah: 5 menjadi larangan seperti yang diatur dalam Pasal 40 Kompilasi  Hukum Islam atas alasan kondisi situasi, dan maslahat.
 Sahnya Perkawinan apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai  dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 1974, namun, agar terjamin  ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat  oleh pegawai pencatat nikah. Sesuai dengan permasalahan yang penulis bahas  yaitu masalah Isbat Nikah, didalam kompilasi hukum Islam jika akta nikah tidak  bisa ditunjukkan (hilang) maka dapat mengajukan Isbat Nikah ke Pengadilan  Agama, Isbat Nikah yang dapat diajukan ke pengadilan agama terbahas  mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:  a.  Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaikan perceraian  b.  Hilangnya akta nikah  c.  Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan  d.  Adanya perkawinan yang berlaku sebelum Tahun 1974  e.  Perkawinan yang dilakukan merekayang tidak mempunyai halangan  perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989), h. 39    f.  Yang berhak mengajukan permhonan Isbat Nikah ialah suami istri, anakanak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan  perkawinan itu.
 Dari uraian di atas tidak lepas dari wewenang peradilan agama yang  tersurat dalam Bab I Pasal 2 jo Bab III Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun  1989 ditetapkan tugas dan wewenangnya yaitu memeriksa, memutuskan, dan  menyelesaikan perkara-perkara perdata bedasarkan hukum Islam . Dengan  demikian, kewenangan peradilan agama, sekaligus pesonalitas (dasar-dasar  hukum yang dipakai atau epistimologi) majlis hakim dalam menetapkan atau  memutuskan terjadinya Isbat Nikah.
ِﺑ َﻮ ِﻟ ﱟﻲﻩﺍﻭﺭ   ﻡﺎﻣﻹﺍ   ﺔﺴﻤﳋﺍ   ﻻﺍ   ﻰﺋﺎﺴﻨﻟﺍ ( Artinya : “tidak ada nikah sama sekalikecuali dengan adanya seorang wali”  (H.R Kelompok Imam lima kecuali an-Nasa>’i).
 Dari hadits di atas menunjukkan bahwa adanya wali merupakan  bagian yang mutlak untuk sahnya pernikahan. Akan tetapi adanya keberanian  muda-mudi melakukan nikah tanpa walibukan tidak berdasar, melainkan  karena adanya sebagian ulama yangmembolehkan wanita gadis menikah  tanpa wali. Salah seorang di antaranya adalah Ahmad Hassan yang  menegaskan :  Keterangan-keterangan itu tak dapat dijadikan alasan untuk  mewajibkan perempuan menikah harus disertai wali, karena berlawanan  dengan beberapa keterangan dari al-Qur'an, Hadits dan riwayatnya yang  sahih dan kuat. Dengan tertolaknya keterangan-keterangan yang mewajibkan  wali itu, berarti wali tidak perlu, artinya tiap-tiap wanita boleh menikah  tanpa wali. Jika sekiranya seorang wanita tidak boleh menikah kecuali harus  ada wali, tentunya al-Qur'an menyebutkan tentang itu.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi