BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai makhluk
sosial secara kodrati, manusia tidak
akan bisa hidup tanpa ketergantungan dengan pihak lain, baik secara langsung dengan sesama jenisnya atau
dengan yang lain.
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat
al-Hujurat ayat 1: Artinya: ”Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah ialah
orang yang bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal".
Ayat
tersebut di atas menunjukkan kepada manusia bahwa manusia saling membutuhkan untuk berinteraksi antara
sesama. Agar terjadi ketentraman yang
terjalin antara mereka, maka salah satunya adalah melalui perkawinan.
Dengan adanya suatu jalinan perkawinanitulah
terjadi pula peranan yang esensial dalam masyarakat yaitu membentuk
keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Seperti
yang tercantum pada Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria Depag RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Dirjen Bimas Islam, 1998), 518 Rahmat
Hakim, Hukum Perkawinan Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), 13 2 dan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tonggak
utama dalam menjalankan aktivitas kehidupan adalah keluarga.
Dari keluarga muncul sebuah ekspresidimana
adanya sebuah keinginan dan tindakan
untuk membentuk terjadinya keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Dalam Islam juga tidak kalah serunya
dalam pembentukannya yang disebut
keluarga saki>nah, mawaddahdan rahmah. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Rum ayat 21Artinya: ”Dan di
antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan sayang sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir”.
Dalam
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang saki>nah, mawaddah, wa
rahmah. Dalam Pasal 77 ayat 1 juga ditegaskan, suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga
yang saki>nah, mawaddah dan rahmahyang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Depag RI,Al-Qur’an dan Terjemanahnya,407 3 Perkawinan
adalah suatu cara yang diberikan oleh Allah SWT sebagai jalan bagi mereka untuk mengembangkan
keturunan dan melestarikan kehidupan setelah
masing-masing pasangan dari mereka (laki-laki dan perempuan) siap melakukan peran positifnya dalam mewujudkan
tujuan perkawinan, sebagaimana tersebut
dalam hadits: ْ Artinya:
"Dari Abdillah bin Mas’ud ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Hai para pemuda, apabila dari kalian semua telah
mampu kawin, maka kawinlah sesungguhnya
kawin itu menundukkan penglihatan dan menjaga
kemaluan. Barang siapa dari kalian semua belum mampu melakukannya maka lebih baik bagimu berpuasa.
Sesungguhnya puasa itu mengebirinya”.
Membina keluarga ini dipandang dari sisi
prakiraan seolah-olah perkara yang mudah.
Tapi perlu diwaspadai, bahwa pembinaan keluarga yang saki>nah, mawaddah, wa rahmahbukanlah suatu hal yang
mudah selayaknya kita membalikkan kedua
telapak tangan. Banyak keluarga yang terjerumus dalam harmoni cinta tanpa mempedulikan dampak
negatif yang dilakukannya. Dari sisi inilah
Islam memberikan wawasan, tujuanuntuk keselarasan sehingga terbentuk keluarga saki>nah, mawaddah dan
rahmah,sebagaimana tertera dalam surat alRum ayat 21.
Al-Imam
Abdillah Muhammad bin Ismail, Shohih Bukhori,Juz 5, (Bairut: Dar al-Fikr,
2000), 117 Lihat pula pada shohih muslim
juz.1452 4 Oleh sebab itu, banyak cara dan ide dalam
mewujudkan terbentuknya keluarga
saki>nah, mawaddah, wa rahmahbaik secara preventif maupun kuratif.
Dari berbagai macam cara dan ide keluarga,
masyarakat, bahkan pemerintah ikut andil
dalam menciptakan keluarga sejahtera
atau keluarga saki>nah, mawaddah dan
rahmahdalam Islam. Salah satu contoh yang populer dan tidak asing terdengar di
telingakita ialah penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana
adalah salah satu bentuk program pemerintah
yang ditempuh untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, cara pengaturan kelahiran
(fertilitas) dengan tujuan mencapai keluarga
(ayah, ibu, anak) yang sehat,baik fisik dan mental maupun sosial ekonomis.
. , V � e k � @ p}A
telah menghibahkan seekor Sayyid Sadiq
, Fiqh Sunnah Jilid 14 ,,,,,,,,,,,,,h Ibid
h. 157-158 T. M. Hasbi Ash Shiddiq,
Hukum-Hukum Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) h 502 5 kuda
yang bagus kepada seorang yang ikutberperang di jalan Allah, kemudian orang itu menyia-nyiakannya. Aku menyangka
bahwa ia akan menjualnya dengan harga
yang murah. Maka hal itu aku tanyakan kepada Rasulullah saw.
Beliau bersabda: Janganlah kamu
membelinya dan jangan pula kamu tarik kembali
sedekahmu itu, karena orang yang menarik kembali sedekahnya seperti seekor anjing yang memakan muntahnya Wakaf merupakan perwujudan dari imamkepada
Allah, Oleh karena itu dalam fungsinya
sebagai ibadah dapat di harapkan menjadi bekal bagi si wakif setelah berakhir hidup di dunia ini, sebagai
bentuk amal perbuatan yang pahalanya
akan terus-menerus mengalir selama harta wakaf itu di manfaatkan.
Sedangkan dalam fungsi sosialnya
wakaf merupakan salah satu ahli waris memberdayakan
ekonomi umat, untuk buat bekal selamanya kalau ada tanah wakaf ini.
Di dalam hukum Islam di kenal
banyak cara untuk mendapatkan hak atas tanah.
Dengan Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara jualbeli,
tukar-menukar, hibah, infak, sedekah, wakaf, hal ini menyangkut tentang perolehan atau peralihan hak yang di kenal
dalam hukum Islam. Maka ternyata wakaf
mendapat peraturan secara khususdi antara dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, diantaranya yang
berbentuk PP No 42 Tahun 2006, Undang-undang
no 41 tahun 2004, Kompilasi Hukum Islam ( KHI )yang menyangkut tentang wakaf. Wakaf merupakan
salah satu lembaga hukum Islam 6 yang mempunyai titik temu secara langsung
dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi