Sabtu, 09 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA GRESIK NO: 0036/PDT. G/2008/PA GS. TENTANG CERAI GUGAT KARENA SUAMI MAFQU>D (PERSPEKTIF IMAM SYAFI’I)


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Pada dasarnya sebuah keluarga yang dibentuk dari perkawinan merupakan  sebuah aspek ajaran yang cukup signifikan, sebab keluarga merupakan pondasi  bangunan dalan masyarakat, dari sebuah keluarga yang tertata rapi kehidupannya  akan terbentuk masyarakat yang rapi pula, dan sebaliknya dari kerusakan  keluarga pula akan muncul benih yang dapat merusak kepada para anggotanya,  kerusakan moral pada keturunan, anak dan para generasi. Namun kerusakan  tersebut akan dapat terhapus apabila sebuah keluarga selalu didasari atas  tuntunan islam yang akan menghantarkan tercapainya keseimbangan, keserasian,  dan keselarasan antar anggota keluarga. Dan tujuan tersebut hanya terwujud  apabila seorang suami istri mampu memenuhi kewajibannya, dan menghormati  hak masing-masing sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT.

Surat Ar-Rum, ayat 21 Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan untukmu  isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram  kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya  pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang  berfikir.
 Pada hakekatnya perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang  berlaku pada semua makhluknya termasuk manusia, untuk menjalin hubungan  lahir dan batin dengan tujuan yang paling utama, yaitu membentuk rumah tangga  bahagia dan sejahtera, terjalinnya rasa kasih sayang antara suami istri  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam era multi dimensional ini, nuansa keharmonisan keluarga telah  mengalami kemunduran, yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya  benturan ekonomi, benturan karir, benturan kepribadian, sikap pasangan suamiistri yang mulai luntur dan berubah  dan masalah-masalah lain. Padahal  keharmonisan dalam keluarga merupakan salah satu faktor utama yang dapat  menjaga kelangsungan hidup pasangan suami-istri.
Problem-problem inilah yang kadang menjadi akar perselisihan yang  mengakibatkan konflik berkepanjangan yang kemudian berakhir dengan  perceraian. Sebagaimana agama islam telah memberikan alternatif terbaik jika  terjadi problem dalam sebuah rumah tangga, semisal dengan cara musyawarah  dan saling menyadari kekurangan antara keduanya, hal tersebut dilakukan   Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 23   mengingat tujuan dari perkawinan, yakniterbentuknya keluarga sakinah yang  sesuai dengan tuntunan agama. Perkawinanyang didasari dengan niat yang luhur  pastilah akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuannya, dan sebaliknya  perkawinan yang dibangun tanpa didasaridengan niat yang luhur dan sesuai  dengan anjuran agama, pastilah juga akan mendapatkan hasil yang kurang baik,  hal ini dapat terjadi jika perkawinanhanya dijadikan sebuah panggung komedi  dan jenaka untuk meraih sebuah kepentingan sesaat tanpa adanya tuntunan  agama.
Pengadilan merupakan penyelenggara peradilan atau organisasi yang  menyelenggarakan hukum dan keadilan, sebagai pelaksanaan dari kekuasaan  kehakiman. Sebagai pencerminan dari kekuasaan kehakiman, itu terlihat sejak  diundangkan dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sampai  berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004, disebutkan bahwa:  "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk  menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan  Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia".
 Dalam penjelasan pasal tersebut dikemukakan bahwa kekuasaan  kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bebas dari campur tangan  pihak kekuasaan lainnya. Walaupun demikian, kebebasan itu sifatnya tidak   Abdul Ghofur Anshori, Peradilan Agama di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 3  Tahun 2006 (Sejarah, Kedudukan dan Kewenangan), h. 147   mutlak karena hakim bertugas menegakkan hukum dan keadilan dengan jalan  menafsirkan hukum dan mencari dasar serta asas-asas yang menjadi landasannya  melalui perkara-perkara yang diprosesdi pengadilan sehingga putusannya  mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
 Penyelenggara kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan-badan  peradilan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Peradilan adalah kekuasaan  negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan  perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan.
 Dalam ketentuan pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004,  tugas dan kewenangan badan peradilan di bidang perdata adalah menerima,  memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan sengketa antara para pihak yang  berperkara. Hal ini yang menjadi tugas pokok peradilan.
Adapun Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lingkungan  peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun  1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang dalam  perkembangannya diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang  Kekuasaan Kehakiman, merupakan lembaga peradilan khusus yang ditujukan    A. Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, h.
  Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, h. 6   kepada umat Islam dengan kewenangan yang khusus pula, baik mengenai  perkaranya ataupun para pencari keadilan(justiciable).
Dengan demikian, Pengadilan Agama adalah lembaga yang bertugas untuk  menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan  yang mempunyai lingkup dan kewenangan: (1) Peradilan bagi rakyat pencari  keadilaan yang beragama Islam; (2) Memeriksa, memutus dan menyelesaikan  perkara perdata tertentu di bidang: (a) perkawinan; (b) kewarisan, wasiat dan  hibah yang dilakukan berdasarkan Islam; (c) wakaf dan sedekah.
 Pengadilan Agama yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor  7 Tahun 1989, hanya berwewenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris,  wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, sekarang berdasarkan pasal 49  huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, kewenangan Pengadilan Agama  diperluas, termasuk bidang Ekonomi Syari'ah.
 Di Indonesia lembaga yang berwenang memberikan rekomendasi mengenai  penyelesaian perkara perceraian bagi yang beragama islam adalah Pengadilan  Agama, yang mempunyai wilayah kekuasaan untuk menangani perkara perdata  khusus, dan Pengadilan Negeri yang mempunyai wilayah kekuasaan untuk  menangani perkara pidana dan perdata umum.
 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan  Kehakiman di Indonesia, h.
 Anshori, Peradilan Agama, h. 50   Istri diberi hak untuk mengajukan permintaan-permintaan cerai pada suami  melalui pengadilan dengan alasan-alasan :  1.  Suami melanggar ta’lik talak atau perjanjian lain yang diucapkan  ketika akad nikah,  2.  Khuluk, istri meminta dengan membayar uang iwadl (talak ini sering  disebut talak tebus),  3.  Fasakh, istri mengajukan permintaancerai karena alasan suami  berpenyakit (gila, kusta, impoten, dan lain-lain)  4.  Syiqoq pertengkaran, istri mengajukan perceraian karena antara suami  istri selalu terjadi pertengkaran.
 Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa jika suami mafqu>d,  seorang istri dibenarkan untuk mengajukan cerai, baik dengan jalan fasakh atau  dengan alasan pelanggaran ta’lik talak, sebab ta’lik talak ini diadakan dengan  tujuan untuk melindungi kepentingan si istri supaya tidak dianiaya oleh suami.
 Menurut para ahli fikih, istilah mafqu>dadalah orang yang hilang, terputus  beritanya, dan tidak diketahui keberadaanya, apakah dia masih hidup atau sudah  mati.9Sedangkan dalam putusan hakim Pengadilan Agama Gresik menjelaskan,  bahwa suami mafqu>ddianggap sudah meninggal dan hartanya bisa dibagikan  kepada ahli warisnya, dan istrinya tidak dalam ikatan perkawinan lagi, tanpa   Hilman Hadi Kusuma, Pengantar Hukum Adat, h.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi