BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup yang ada di dunia ini
dijadikan oleh Allah SWT untuk
berpasang-pasangan bertujuan untuk dapat menjalani kehidupan dengan sempurna. Para sarjana Ilmu Alam mengatakan:
“bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri
dari dua pasangan, misalnya air yang kita minum terdiri dari oksigen dan hidrogen, listrik ada positif dan
negatifnya, dan sebagainya” .
Kesemuanya itu berkolerasi dengan firman Allah
SWT dalam surat Ya>sin ayat 36 Artinya : “Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui.“( Q.S. Ya>sin : 36 ).
Dari
pengertian ayat di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di
dunia ini saling berpasangpasangan satu sama lain.
H.S.A.
Al Hamdani, Risalah Nikah, h.
Depag
RI, al Qur’a>n dan Terjemahnya, h. 710 2 Sesungguhnya
dari penciptaan makhluk hidup yang ada di dunia ini, Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai
makhluk yang paling sempurna dan mulia.
Sebagaimana yang ditegaskanoleh Allah SWT dalam firman-Nya surat at}-T}i>n ayat 4 Artinya : “Sesungguhnya telah Kami ciptakan
manuisa itu atas sebaik-baik pendirian.”(
Q.S. At}-T}i>n : 4 ).
Ayat di
atas diawali oleh Allah SWT dengan kalimat sumpah, yang berarti bahwasannya di antara makhluk Allah
SWT di atas permukaan bumi ini, manusialah
yang diciptakan oleh Allah SWT dalam sebaik-baik bentuk.
Allah SWT juga telah menciptakan manusia yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
firman Allah SWT di dalam surat al-Hujurat
ayat 13 Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (
Q.S. Al-Hujurat : 13).
Depag
RI, al Qur’an dan Terjemahannya, h.
Hamka,
Tafsir al Azhar Juz 30, h. 185 Deparg
RI, Al-Qur’a>n....., h. 847 3 Sejarah telah membuktikan bahwa setiap makhluk
hidup di muka bumi ini tidak dapat
menjalani kehidupan dengan sempurna tanpa adanya pasangan mereka. Sebagaimana kisah manusia pertama yang
diciptakan oleh Allah SWT yaitu Adam dan
Hawa di muka bumi ini,jumlah bilangan umat manusia di dunia ini terus bertambah dan berkembang
biakmemenuhi seluruh pelosok dunia. Hal ini
terjadi setelah Allah SWT menjadikan setiap makhluk hidup itu mempunyai pasangan hidup masing-masing, Allah SWT juga
memberikan bekal nafsu syahwat yang
merangsang manusia untuk saling mempunyai rasa cinta dan kasih sayang terhadap lawan jenisnya. Dalam
hal ini Allah SWT juga menjelaskan dalam
firman-Nya surat Ali’Imran ayat 14 : َﻦ Artinya : “Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia
dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (syurga).”( Q.S. Ali ‘Imran : 14 ).
Melihat
redaksi ayat di atas, bahwasannya Allah SWT memberikan manusia rasa cinta agar menjadi sesuatu yang
indah, namun untuk masalah mencintai
lawan jenis manusia harus bisa membatasi dengan suatu aturan.
Oleh ibid, h.
Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misba>h, h. 25 4 karena itu, Allah SWT telah memerintahkan
manusia supaya melakukan perkawinan atau
pernikahan.
Pada dasarnya perkawinan atau pernikahan itu
adalah untuk memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat. Selain itu perkawinan merupakan wadah untuk mewujudkan suatu kehidupan yang sakinah,
mawadah, warahmah.
Islam bertujuan menciptakan kedamaian dan
keberhasilan dalam pernikahan
berdasarkan prinsip saling membantu di antara suami dan istri.
Tidak diragukan lagi, semakin kuat keluarga
maka akan semakin bersatu bangsa-bangsa,
karena keluarga merupakan inti dari masyarakat yang sehat dan stabil. Oleh karena itu, Islam sangat
mementingkan keluarga, dan telah menguraikan
berbagai permasalahan yang berhubungan dengan keluarga secara serius.
Tujuan dari perkawinan adalahuntuk membentuk
mahliga yang langgeng dipenuhi rasa
kasih sayang. Saling mencintai, dan dapat mendidik anak-anak sehingga dapat menjadi anak yang
sholeh dan sholihah.
Untuk hal perkawinan dapat dikatakan sebagai
perjanjian yang kokoh atau fundamental
yang kuat adalah perjanjian antara suami isteri untuk hidup bersama sedemikian kukuh, sehingga bila mereka
dipisahkan di dunia oleh kematian, maka
mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Illahi, masih akan digabungkan dan hidup bersama kelak di hari
kemudian.
ibid.,
h 368 5 Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukanlah
hanya urusan perdata semata, bukan pula
sekadar urusan keluarga dan masalah-masalah budaya, tetapi masalah dan peristiwa agama, oleh karena
perkawinan itu dilakukan untuk memenuhi
sunnah Allah dan sunnah Nabiserta dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk Nabi. Di samping
itu, perkawinan juga bukan untuk
mendapatkan ketenangan hidup sesaat, tetapi untuk selama hidup.
a� z a a �=A 8�: ata umum.
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari,
Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, h.
Anshori, Peradilan Agama, h. 50 Istri diberi hak untuk mengajukan
permintaan-permintaan cerai pada suami melalui
pengadilan dengan alasan-alasan : 1. Suami melanggar ta’lik talak atau perjanjian
lain yang diucapkan ketika akad nikah, 2.
Khuluk, istri meminta dengan membayar uang iwadl (talak ini sering disebut talak tebus), 3.
Fasakh, istri mengajukan permintaancerai karena alasan suami berpenyakit (gila, kusta, impoten, dan
lain-lain) 4. Syiqoq pertengkaran, istri mengajukan
perceraian karena antara suami istri
selalu terjadi pertengkaran.
Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa
jika suami mafqu>d, seorang istri
dibenarkan untuk mengajukan cerai, baik dengan jalan fasakh atau dengan alasan pelanggaran ta’lik talak, sebab
ta’lik talak ini diadakan dengan tujuan
untuk melindungi kepentingan si istri supaya tidak dianiaya oleh suami.
Menurut para ahli fikih, istilah
mafqu>dadalah orang yang hilang, terputus beritanya, dan tidak diketahui keberadaanya,
apakah dia masih hidup atau sudah mati.9Sedangkan
dalam putusan hakim Pengadilan Agama Gresik menjelaskan, bahwa suami mafqu>ddianggap sudah meninggal
dan hartanya bisa dibagikan kepada ahli
warisnya, dan istrinya tidak dalam ikatan perkawinan lagi, tanpa Hilman Hadi Kusuma, Pengantar Hukum Adat, h.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi