Jumat, 08 Agustus 2014

Skripsi Syariah:PERAN HAKIM MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN PERKARA Nomor 98/Pdt.G/2009/PA.Sby. TENTANG CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Akad pernikahan dalam Hukum Islam bukanlah perkara perdata semata,  melainkan ikatan suci (mi>s|a>qangali@z}an) yang terkait dengan keyakinan dan  keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam sebuah  pernikahan. Namun, seringkali apa yang menjadi tujuan pernikahan kandas di  tengah jalan. Sebenarnya putusnya pernikahan merupakan hal yang wajar saja,  karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan  pernikahan pada dasarnya adalah kontrak.

 Dalam konteks keindonesiaan yang notabene adalah negara hukum, maka  segala sesuatu Permasalahan harus diselesaikan secara hukum. Tak berbeda  dengan Permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan. Semuanya telah diatur  dan dituangkan dalam bentuk undang-undang. Seluruh sahabat Nabi SAW  menetapkan bahwa di antara hal-hal yang ditetapkan oleh agama ialah  mendirikan peradilan.
 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 206   Mereka menetapkan peradilan itu adalah “Suatu fard}u yang dikokohkan dan suatu tradisi yang harus diikuti”.
 Lembaga peradilan bertujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan  berdasarkan undang-undang dalam kehidupan bernegara. Karena itu lembaga ini  tidak mungkin terlepas dari negara.
 Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dinyatakan:  “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk  menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan  berdasarkan Pancasila dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik  Indonesia”.
 Menurut Yahya Harahap, lahirnya Undang-Undang Peradilan Agama  Nomor 7 Tahun 1989 yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1989,  sepintas telah membawa kejelasan dan kejernihan fungsi dan kewenangan  Peradilan Agama sebagai salah satu badan peradilan pelaksana kekuasaan  kehakiman. Karena bila ditinjau dari segi tujuan kelahirannya, undang-undang ini  bermaksud mengidentifikasikan serta mempositifkan bidang hukum perdata apa  saja yang menjadi kewenangan yurisdiksi lingkungan Peradilan Agama, terutama  berhadapan dengan lingkungan Peradilan Umum.
 Sedangkan menurut Daniel S.
 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 36-  Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, h.
 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman  Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.v   Lev, pengadilan merupakan salah satu simbol kekuasaan dan Pengadilan Agama  Islam adalah simbol dari kekuasaan Islam.
 Dalam sistem peradilan di Indonesia terdapat saluran yang bisa  digunakan oleh masyarakat agar sengketa bisa diselesaikan dengan sederhana,  cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 4 ayat 2  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yaitu melalui lembaga perdamaian  (dading). Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg mengatur mengenai perdamaian. Di  dalam pasal tersebut diaturbahwa pada hari sidang yang ditentukan dan dihadiri  oleh para pihak, pengadilan melalui ketua sidang berusaha untuk mendamaikan  sengketa yang terjadi. Bila perdamaiandisepakati maka dibuatlah akta  perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum layaknya putusan, terhadap  putusan yang demikian tidak dapat diupayakan banding.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi