Kamis, 07 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG “UANG PANAIK” (UANG BELANJA) DALAM PERKAWINAN ADAT SUKU BUGIS MAKASSAR KELURAHAN UNTIA KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Perkawinan merupakan salah satuunsur yang sangat penting dalam  kehidupan manusia. Perkawinan merupakan unsur yang akan meneruskan  kelangsungan kehidupan manusia dan masyarakat di bumi ini, perkawinan  menyebabkan adanya keturunan dan keturunan akan menimbulkan keluarga yang  nantinya akan berkembang menjadi kerabat dan masyarakat, oleh karena itu  keberadaan ikatan sebuah perkawinan perlu dilestarikan demi tercapai tujuan  yang dimaksudkan dalam perkawinan itu sendiri.
Adapun dalam perkawinan terdapat bebarapa unsur yang harus terpenuhi  demi kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat.
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang  menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya  merupakan sesuatu yang harus terpenuhi.
Dalam suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak  boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau  tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun  itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau  unsur yang mengujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di  2  luarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan  rukun dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun.
Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan criteria dari unsurunsur rukun.
Dalam hal hukum perkawinan, dalam menempatkan mana yang rukun dan  mana yang syarat terdapat perbedaan di kalangan ulama yang perbedaan ini tidak  bersifat substansial. Perbedaan di antara perndapat tersebut disebabkan oleh  karena berbeda dalam melihat focus perkawinan itu. Semua ulama sependapat  dalam dalam hal-hal yang terlibat dan yang harus ada dalam suatu perkawinan  adalah: akad perkawinan, laki-laki yang akan kawin, perempuan yang akan  kawin, wali dari mempelai perempuan, saksi yang akan menyaksikan akad  perkawinan, dan mahar atau maskawin.
 Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka rukun perkawinan secara  lengkap adalah sebagai berikut:  a.  Calon mempelai laki-laki;  b.  Calon mempelai perempuan;  c.  Wali dari mempelai perempuan;  d.  Dua orang saksi;  e.  Ijabdan qabul.
 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan  Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: Kencana, 2006), 59-61  3  Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam  rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akar perkawinan dan  tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian,  maka mahar itu termasuk ke dalam syarat perkawinan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa hukum  pemberian mahar oleh calon suami kepada calon istri adalah wajib, dengan arti  laki-laki yang mengawini seorang perempuan wajib menyerahkan mahar kepada  istrinya itu dan berdosa suami yang tidak menyerahkan mahar kepada istrinya.
Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu di tetapkan dalam Al-Qur’an  Surah An-nisa’ ayat 4 yang berbunyi: Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu  nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka  menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,  Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi  baik akibatnya.
 Langkah awal dari perkawinan adalah menentukan dan memilih jodoh  yang akan hidup bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu dikemukakan  beberapa alternatif atau kriteria  untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah   Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 115  4  mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk agama, tahap selanjutnya  menyampaikan kehendak atau melamar jodoh yang telah didapatkan itu.
Akibat dari suatu pertunangan adalah satu pihak terikat perjanjian  dengan pihak lain. Akibat hukum lainyang timbul disebabkan pertunangan  tersebut adalah keharusan memberikan hadiah-hadia yang mana berbeda-beda  menurut adat setempat. Bilamana tidak ada pemberian hadiah maka pertunangan  dibatalkan.
 Begitupun yang terjadi dalam perkawinan adat suku bugis  Makassar.
Perkawinan adat dalam suku Bugis Makassar disebut pa’bungtingan.
Pa’bungtingan merupakan ritual yang sangat sakral dimana ritual tersebut harus  dijalani oleh semua orang. Seorang gadis yang telah menginjak usia dewasa  seharusnya sudah menikah. Jika tidak demikian maka akan mmenjadi bahan  pembicaraan dikalangan masyarakat luas, sehingga terkadang orang tua  mendesak si gadis untuk menikah dengan calon suami pilihan mereka.
Sebelum prosesi pa’bungtingan dilaksanakan, ada beberapa tahap yang  harus dilalui oleh calon mempelai laki-laki. Salah satu diantaranya adalah assuro.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi