BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satuunsur yang
sangat penting dalam kehidupan manusia.
Perkawinan merupakan unsur yang akan meneruskan kelangsungan kehidupan manusia dan masyarakat
di bumi ini, perkawinan menyebabkan
adanya keturunan dan keturunan akan menimbulkan keluarga yang nantinya akan berkembang menjadi kerabat dan
masyarakat, oleh karena itu keberadaan
ikatan sebuah perkawinan perlu dilestarikan demi tercapai tujuan yang dimaksudkan dalam perkawinan itu sendiri.
Adapun dalam perkawinan terdapat
bebarapa unsur yang harus terpenuhi demi
kelancaran perkawinan tersebut, diantaranya adalah rukun dan syarat.
Rukun dan syarat menentukan suatu
perbuatan hukum, terutama yang menyangkut
dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.
Kedua kata tersebut mengandung
arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan
sesuatu yang harus terpenuhi.
Dalam suatu acara perkawinan
umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh
tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang
berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah
sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mengujudkannya, sedangkan syarat
adalah sesuatu yang berada di 2 luarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat
itu ada yang berkaitan dengan rukun
dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun.
Ada pula syarat itu berdiri
sendiri dalam arti tidak merupakan criteria dari unsurunsur rukun.
Dalam hal hukum perkawinan, dalam
menempatkan mana yang rukun dan mana
yang syarat terdapat perbedaan di kalangan ulama yang perbedaan ini tidak bersifat substansial. Perbedaan di antara
perndapat tersebut disebabkan oleh karena
berbeda dalam melihat focus perkawinan itu. Semua ulama sependapat dalam dalam hal-hal yang terlibat dan yang
harus ada dalam suatu perkawinan adalah:
akad perkawinan, laki-laki yang akan kawin, perempuan yang akan kawin, wali dari mempelai perempuan, saksi
yang akan menyaksikan akad perkawinan,
dan mahar atau maskawin.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka
rukun perkawinan secara lengkap adalah
sebagai berikut: a. Calon mempelai laki-laki; b.
Calon mempelai perempuan; c. Wali dari mempelai perempuan; d. Dua
orang saksi; e. Ijabdan qabul.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang
Perkawinan,(Jakarta: Kencana, 2006), 59-61 3 Mahar
yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti
disebut dalam akar perkawinan dan tidak
mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, maka mahar itu termasuk ke dalam syarat
perkawinan.
Dari penjelasan tersebut di atas
dapat di tarik kesimpulan bahwa hukum pemberian
mahar oleh calon suami kepada calon istri adalah wajib, dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan
wajib menyerahkan mahar kepada istrinya
itu dan berdosa suami yang tidak menyerahkan mahar kepada istrinya.
Dasar wajibnya menyerahkan mahar
itu di tetapkan dalam Al-Qur’an Surah
An-nisa’ ayat 4 yang berbunyi: Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin
itu dengan senang hati, Maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Langkah awal dari perkawinan adalah menentukan
dan memilih jodoh yang akan hidup
bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu dikemukakan beberapa alternatif atau kriteria untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, 115 4 mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan
petunjuk agama, tahap selanjutnya menyampaikan
kehendak atau melamar jodoh yang telah didapatkan itu.
Akibat dari suatu pertunangan
adalah satu pihak terikat perjanjian dengan
pihak lain. Akibat hukum lainyang timbul disebabkan pertunangan tersebut adalah keharusan memberikan hadiah-hadia
yang mana berbeda-beda menurut adat
setempat. Bilamana tidak ada pemberian hadiah maka pertunangan dibatalkan.
Begitupun yang terjadi dalam perkawinan adat
suku bugis Makassar.
Perkawinan adat dalam suku Bugis
Makassar disebut pa’bungtingan.
Pa’bungtingan merupakan ritual
yang sangat sakral dimana ritual tersebut harus dijalani oleh semua orang. Seorang gadis yang
telah menginjak usia dewasa seharusnya
sudah menikah. Jika tidak demikian maka akan mmenjadi bahan pembicaraan dikalangan masyarakat luas,
sehingga terkadang orang tua mendesak si
gadis untuk menikah dengan calon suami pilihan mereka.
Sebelum prosesi pa’bungtingan
dilaksanakan, ada beberapa tahap yang harus
dilalui oleh calon mempelai laki-laki. Salah satu diantaranya adalah assuro.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi