BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Turut Serta
Kemajuan suatu
Negara sangat ditentukan
oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan negara. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses perubahan yang
telah direncanakan untuk mencangkup semua
aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber
daya manusia (orang–orang yang terlibat dan terjun langsung sejak dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan)
dan pembiayaan. Diantara kedua faktor
tersebut yang paling dominan ialah faktor dari manusianya.
Indonesia yang merupakan Negara
terkaya di Asia yang dilihat dari kekayaan sumber
daya alamnya. Ironisnya,
Negara tercinta ini dibandingkan dengan
Negara lain di
Asia bukanlah sebuah
Negara yang kaya
melainkan termasuk dalam
golongan Negara miskin.
Salah satu penyebab
dikatakan sebagai Negara
miskin dikarenakan yang
salah satu penyebabnya
adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusianya.
Kualitas tersebut
bukan hanya dari
segi pengetahuannya atau intelektualnya saja melainkan menyangkut
kualitas moral dan kepribadiannya.
Perlindungan terhadap
segenap bangsa dan
tumpah darah melalui perangkat hukum
yang berlaku merupakan
hal yang mutlak
untuk diwujudkan, tidak ada artinya kata-kata “melindungi segenap
bangsa dan tumpah darah”
jika ternyata masih
ada penderitaan yang
dirasakan oleh rakyat
berupa
ketimpangan-ketimpangan
hak-hak ekonomi yang mencerminkan ketidaksejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia (Ridwan.
29:74).
Korupsi merupakan suatu
penyakit yang kerap
terjadi terutama pada
negara berkembang seperti
Indonesia, di mana
perkembangan korupsi di
Indonesia dinilai oleh
beberapa pakar sudah
sangat memprihatinkan. Bahkan
secara agak berlebihan
M. Abdul Kholik,
AF.
menyatakan “bagi bangsa Indonesia, sepertinya telah ditakdirkan
sebagai problema yang
seakan tak pernah
habis untuk dibahas
(Abdul Kholik, 2004: 29).
Rapuhnya moral
dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara
Negara menyebabkan terjadinya
korupsi. Korupsi di Indonesia
inilah yang sudah menjadi patologi sosial (penyakit social) yang sangat
berbahaya dan dapat
mengancam semua aspek
kehidupan masyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Di Indonesia
Korupsi dikenal dengan
istilah KKN singkatan
dari korupsi, kolusi
dan nepotisme. Korupsi
sudah menjadi wabah
penyakit yang menular
di setiap aparat
negara dari tingkat
yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi.
Korupsi di Indonesia bukanlah hal
yang baru dan menjadi endemik yang
sangat lama semenjak pemerintahan Suharto
dari tahun 1965 hingga tahun 1997.
Penyebab utamanya karena
gaji pegawai negeri
dibawah standar hidup
sehari-hari dan sistem
pengawasan yang lemah.
Secara sistematik telah
diciptakan suatu kondisi, baik disadari atau tidak dimana gaji
satu bulan hanya
cukup untuk satu
atau dua minggu.
Disamping lemahnya sistem
pengawasan yang ada
memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.
Sehingga hal ini
mendorong para pegawai
negeri untuk mencari
tambahan dengan memanfaatkan
fasilitas publik untuk kepentingan pribadi
walau dengan cara
melawan hukum (http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/tinjauan-yuridis-mengenaiperanan-komisi-pemberantasan-korupsi-kpk-dalam-pemberantasan-tindakpidana-korupsi-di-indonesia/).
Korupsi yang dapat
merugikan materiil keuangan
Negara yang sangat besar. Namun yang lebih memperhatinkan
lagi adanya perampasan dan pengurasan
keuangan Negara yang dilakukan secara kolektif.
Banyak kasus di Indonesia yang terjadi dengan penyertaan dalam tindak
pidana korupsi. Salah
satu perkara yang
menarik untuk dikaji adalah
perkara Putusan Pengadilan
Negeri Karanganyar Nomor 106/pid.B/2010/PN.Kray
tentang turut serta melakukan, dengan
melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan
keuangan Negara atau
perekonomian Negara.
Tindak pidana yang dilakukan
dengan adanya kerjasama seperti ini dalam
ilmu hukum pidana dikenal dengan istilah penyertaan (deelneming).
Penyertaan diatur dalam Pasal 55
KUHP dan Pasal 56 KUHP yang berarti bahwa dua
orang atau lebih
yang melakukan suatu
tindak pidana atau dengan perkataan
ada dua orang
atau lebih mengambil
bahagian untuk mewujudkan
suatu tindak pidana.
Secara luas dapat
disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil bagian dalam
hubungannya dengan orang lain, untuk
mewujudkan suatu tindak pidana, mungkin jauh sebelum terjadinya, dekat sebelum terjadinya,
pada saat terjadinya,
atau setelah terjadinya suatu tindak pidana (Erdianto Effendi, 2011:
174-175).
Dimana kasus posisi yang terjadi ialah bahwa terdakwa Handoko Mulyono
yang sebagai mantan
ketua Koperasi Serba
Usaha (KSU) Sejahtera
periode tahun 2008 bersama-sama
dengan Tony Haryono dan H.
Rina Iriani
Sri Ratnaningsih telah
melakukan atau turut
serta melakukan perbuatan
melawan hukum yaitu
tindak pidana korupsi.
Bermula adanya penyelenggaraan Program
Bantuan Subsidi Perumahan
Tahun 2007 dan Tahun 2008
yang dilaksanakan Kementrian
Negara Perumahan Rakyat dengan
dana bersumber dari
APBN TA 2007
dan TA 2008.
Kegiatan Program Bantuan Subsidi
Perumahan tersebut berupa penyaluran bantuan subsidi
perumahan untuk pembangunan
rumah melalui Kredit
Pemilikan Rumah (KPR)
Bersubsidi dan bantuan
subsidi perumahan untuk perbaikan/pemugaran rumah
melalui Kredit Perbaikan
Rumah Swadaya (KPRS) Bersubsidi.
Kasus ini
bermula dari program
Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta
Rumah (GNSPR) dari
Kemenpera RI di
Kabupaten Karanganyar tahun
2007 dan 2008.
Bupati Rina mengusulkan
KSU Sejahtera sebagai lembaga keuangan non bank yang akan
menyalurkan subsidi Kemenpera.
Diketahui, KSU Sejahtera
dikendalikan oleh suami Rina, Tony Haryono.
Tahun 2007,
KSU Sejahtera menerima
subsidi pembangunan 142
rumah senilai Rp 1,775 miliar.
Selain itu, subsidi perbaikan 1551 rumah senilai Rp 13,94 miliar. Kenyataannya, subsidi yang
tersalur hanya Rp 6,5 miliar.
Sebanyak Rp 6,9 miliar diserahkan pada pengurus tahun 2008, Handoko Mulyono (Eka Handriana,2012:1).
Berdasarkan pemaparan uraian
kasus di atas penulis tertarik untuk mengetahui
lebih jauh tentang
bagaimana hakim menjatuhkan
putusan dalam hal tindak pidana
korupsi sebagai tindak pidana penyertaan, dan hal tersebut
mendasari dan melatarbelakangi penulis
untuk mengkajikan penulisan
hukum dengan judul
“ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA
TINDAK PIDANA KORUPSI
YANG DILAKUKAN SECARA TURUT SERTA
( DEELNEMING ) (STUDI PUTUSAN PERKARA
NO. 106/pid.B/2010/PN.Kray)”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang yang telah
dipaparkan diatas, penulis merumuskan
masalah untuk mengetahui
dan menegaskan masalahmasalah apa
yang hendak diteliti
sehingga dapat memudahkan
penulis dalam mengumpulkan,
menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah:.
1. Bagaimana
bentuk penyertaan dalam
tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara
turut serta (deelneming)
dalam Putusan Perkara Nomor 106/pid.B/2010/PN.Kray? .
2. Apa yang
menjadi pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan terhadap
perkara tindak pidana korupsi dalam bentuk turut serta (Studi Putusan Nomor: 106/pid.B/2010/PN.Kray)?.
C. Tujuan Penelitian.
Setiap penelitian
haruslah memiliki tujuan
yang jelas agar memberikan hal
yang pasti sebagai
pemecahan permasalahan yang dihadapi. Dalam
penelitian ini adapun
tujuan obyektif dan
subyektif sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk
mengetahui bentuk penyertaan
dalam tindak pidana
korupsi yang dilakukan
secara turut serta
(deelneming) dalam Putusan Perkara Nomor 106/pid.B/2010/PN.Kray.
b. Untuk
mengetahui pertimbangan hakim
dalam menjatukan putusan terhadap perkara tindak pidana korupsi dalam
bentuk turut serta.
2. Tujuan Subyektif.
a. Memperoleh
data sebagai bahan
penulisan hukum (skripsi)
untuk melengkapi persyaratan
akademis guna memperoleh
gelar sarjana dibidang
hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
b. Sebagai salah satu cara untuk menerapkan
serta mendalami teori dan ilmu pengetahuan
penulis yang telah
diperoleh selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Untuk
menambah wawasan serta
pengetahuan penulis khususnya tindak pidana korupsi.
D. Manfaat Penelitian.
Tujuan dari
penelitian adalah memberikan
manfaat, terutama dalam
bidang ilmu pengetahuan
itu sendiri. Ada
beberapa manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan pemikiran dalam ilmu
hukum pada umumnya
dan hukum pidana
pada khususnya.
b. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat menambah referensi
dan literatur kepustakaan
mengenai permasalahan-permasalahan pada tindak pidana
korupsi khususnya yang
dilakukan secara turut serta.
c. Merupakan
salah satu sarana
bagi penulis untuk
mengumpulkan bahan-bahan serta
sumber-sumber yang dibutuhkan
untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
2. Manfaat Praktis.
a. Hasil
dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan
jawaban atas permasalahan yang
akan diteliti.
b. Hasil
dalam penelitian ini
diharapkan dapat membantu memberikan
sumbangan pemikiran pada
pihak-pihak terkait tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan
secara turut serta.
c. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan pola
pikir yang kritis bagi masyarakat
serta penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara Turut Serta
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi