BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Pembangunan nasional
dilakukan secara berkesinambungan, yaitu dilakukan
secara menyeluruh, terpadu, dan terarah, yang di selenggarakan dalam rangka
mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia. Sebagaimana yang
tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut
melaksanaakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan dalam bidang
kesehatan merupakan salah satu
bagian dari pembangunan
nasional, karena kesehatan
merupakan salah satu
unsur kesejahteraan umum,
yang diarahkan guna
mencapai kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal,
sesuai dengan tujuan dari pembangunan kesehatan yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan yang menegaskan
bahwa “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi
tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.” Pasal
4 Undang-Undang No.
36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan ditegaskan bahwa “ Setiap orang berhak atas
kesehatan.” Dan di Pasal 9 UndangUndang
No. 36 Tahun
2009 tentang kesehatan
ditegaskan “Setiap orang berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.”
Dengan demikian pada dasarnya setiap
orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehataan yang optimal, dan setiap orang memiliki kewajiban
untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan
derajat baik untuk
dirinya sendiri, keluarga,
ataupun lingkungannya.
Setiap orang bertanggung jawab
atas kesehatan diriny
sendiri, keluarga, maupun lingkungannya. Akan tetapi pada waktu
tertentu seseorang memerlukan bantuan
orang lain untuk memelihara ataupun memulihkan kesehatannya. Dalam hal
ini tugas pemerintah
untuk mengatur, membina,
mengawasi dan menyelenggarakan usaha
pelayanan kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Upaya pemenuhan
pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
kesehatan Pasal 1 ayat (11) adalah “Upaya kesehatan
adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara
terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.” Di dalam
Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang
Kesehatan, dijelaskan bahwa
setiap orang berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu
dan terjangkau. Ini
artinya bahwa setiap
orang sebenarnya memiliki
hak yang sama
dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhannya masing-masing tanpa
membeda-bedakan status seseorang tersebut.
Namun banyaknya
kasus-kasus pelanggaran di
dunia medis lebih
didominan perlakuan rumah sakit
sebagai tenaga kesehatan yang terkesan
seenaknya dalam melakukan upaya
kesehatan. Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan ini untuk
menjamin hak-hak kesehatan
yang fundamental sesuai
dengan deklarasi Hak
Asasi Manusia oleh
PBB di tahun
1947. Penjaminan hak tersebut
tersebut diperkuat dalam
amandemen UUD 1945 tanggal 11 Agustus 2002 Pasal 34 ayat 2 dan ayat 3: Pasal 34 ayat (2), berbunyi : “Negara mengembangkan
jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan” dan Pasal 34 ayat (3),
berbunyi : “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak”.
Upaya peningkatan kualitas
hidup manusia di
bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang sangat luas dan
menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan
kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem Kesehatan
Nasional disebutkan, bahwa
kesehatan menyangkut semua
segi kehidupan yang ruang lingkup
dan jangkauannya sangat luas dan kompleks.
Rumah sakit
merupakan suatu tempat
untuk melakukan upaya meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan
kesehatan. Peran dan fungsi
Rumah Sakit sebagai
tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan (YANKES) yang
profesional akan erat kaitannya dengan 3
(tiga) unsur, yaitu yang terdiri dari : 1. Unsur mutu yang dijamin kualitasnya; 2.
Unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan; dan 3.
Hukum yang mengatur perumahsakitan secara
umum dan kedokteran dan/atau medik khususnya (Hermien Hadiati
Koeswadji, 2002: 118).
Masyarakat telah menganggap bahwa
rumah sakit adalah harapan terakhir bagi
orang yang sedang sakit. Bahkan ada sebagian masyarakat yang berperilaku untuk cepat-cepat berobat ke rumah sakit, jika
mereka menderita suatu penyakit tertentu. Oleh
karana itu, agar
dicapai tingkat pelayanan
kesehatan yang berkualitas,
rumah sakit mengupayakan dengan meningkatkan
mutu fasilitas pelayanan
kesehatan. Dengan meningkatnya
mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh
rumah sakit maka
kepercayaan masyarakat terhadap
rumah sakit tersebut akan meningkat.
Pada hakikatnya
seseorang sebagai pasien,
memiliki hak-hak yang
telah dilindungi oleh
undang-undang. Beberapa peraturan
perundang-undangan mengatur mengenai
hak-hak pasien. Undang-undang
tersebut antara lain
adalah Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran. Beberapa pasal di dalam peraturan perundangundangan
tersebut mengatur secara jelas tentang hak-hak pasien dalam mendapat pelayanan kesehatan. Selain ketiga
undang-undang tersebut, pengaturan hak-hak pasien
juga ada di
dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Banyak kalangan yang
tidak setuju pasien
disebut sebagai konsumen. Karena
istilah konsumen lebih tepat digunakan dalam bidang bisnis
yang berarti juga
pembeli. Namun, sebenarnya pasien juga
dapat disebut konsumen. Lebih
tepatnya pasien disebut
sebagai konsumen di
bidang medis.
Banyak terjadi perubahan terhadap
kaidah-kaidah kesehatan, terutama mengenai hak
dan kewajiban para pihak
yang terkait di
dalam upaya kesehatan
serta perlindungan hukum bagi
para pihak yang terkait. Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan
hukum yang timbul
antara pasien dan
rumah sakit dapat
dibedakan pada dua macam
perjanjian yaitu : a. Perjanjian
perawatan dimana terdapat
kesepakatan antara rumah
sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan
kamar perawatan dan di mana tenaga
perawatan melakukan tindakan perawatan.
b. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat
kesepakatan antara rumah sakit dan pasien
bahwa tenaga medis pada
rumah sakit akan
berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui
tindakan medis Inspannings Verbintenis
(Fred Ameln, 1991: 75-76).
Beberapa waktu
belakangan ini, sering
timbul gugatan yang berasal
dari pasien yang merasa hak-haknya
tidak dipenuhi oleh pihak rumah sakit. Sering kita jumpai pada media elektronik maupun media
cetak yang memberitakan terjadinya kasus
– kasus malpraktik, maupun
pelayanan kesehatan yang
buruk dan tidak sesuai standar.
Sangat memprihatinkan, karena
sebagian besar kasus
tersebut menimpa masyarakat yang
dapat dikategorikan miskin atau tidak mampu. Pihak tenaga
kesehatan sering sekali
mengabaikan standar pelayanan
kesehatan yang telah
ditentukan pada peraturan
perundang-undangan. Mengingat
pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, terjangkau
dan dilaksanakan sesuai
dengan standard pelayanan
merupakan hak dari
setiap orang maka hal
tersebut secara tidak langsung telah menciderai rasa keadilan
masyarakat.
Kasus-kasus tersebut
sering terjadi disebabkan
posisi tenaga kesehatan lebih dominan daripada pasien. Pasien bersifat
pasif, karena hanya menunggu dan menuruti
apa yang di perintahkan oleh pihak tenaga
kesehatan. Sehingga pasien tidak memiliki
keberanian untuk menolak
apa yang diperintahkan
oleh pihak tenaga
kesehatan. Posisi seperti
ini telah berlangsung
selama bertahun-tahun, dimana
pihak tenaga kesehatan
memegang peranan utama,
baik itu karena pengetahuan
dan keterampilan yang
dimiliki ataupun karena
kewibawaan yang dimiliki tenaga kesehatan karena sebagai
pemegang otoritas dalam hal pelayanan kesehatan. Karena
posisi yang lemah
itulah sering terjadi
kasus pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standard dan
terkesan mengabaikan mutu pelayanan rumah
sakit itu sendiri. Seperti yang telah
dijelaskan diatas kasus-kasus tersebut sering menimpa
mereka masyarakat miskin
dan tidak mampu
membayar biaya pengobatan di rumah sakit.
Bahkan dari
beberapa konflik tersebut
melibatkan rumah sakit
sebagai salah satu
sarana kesehatan, tempat
dokter tersebut mengabdikan
diri turut digugat. Beberapa kasus kemudian muncul di
media masa, bahkan hal ini seperti halnya puncak
gunung es yang
kelihatan muncul di
permukaan hanya sedikit, padahal
kasus-kasus yang tidak
sampai mencuat ke
media masa banyak
sekali terjadi. Sebenarnya
sorotan masyarakat terhadap
profesi dokter merupakan
satu pertanda bahwa
saat ini sebagian
masyarakat belum puas
terhadap pelayanan medis
dan pengabdian profesi
dokter di masyarakat.
Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien
terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang
tidak dapat dipenuhi
oleh para dokter,
atau dengan kata
lain terdapat kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang didapatkan oleh pasien.
Perubahan karakteristik
masyarakat bahwa dokter
sebagai pemberi jasa,
dan perubahan masyarakat
sebagai pengguna jasa
kedokteran tersebut, bila
tidak didukung oleh
peningkatan komunikasi antara
dokter dan pasien
dapat menimbulkan ketidakpuasan
dan konflik antara keduanya.
Perlindungan hukum
bagi pasien sangat
mutlak dibutuhkan. Hal
ini bertujuan menjamin
adanya kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan kepada pasien . Dapat dilihat dari pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit, apakah
sudah memenuhi hak-hak
pasien pada umunya.
Dalam hal perlindungan
pasien. Hak-hak pasien
yang diatur di
dalam undang-undang.
Undang-undang itu
antara lain adalah
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Dari permasalahan yang terjadi
seperti di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di Rumah Sakit Mulia
Hati Wonogiri, dikarenakan rumah sakit
tersebut relatif baru saja berdiri, sehingga apakah pengaturan hak-hak serta perlindungan
hukum dalam hal
pemenuhan hak pasien
bagi pasien telah
telah terjamin.
Berdasarkan latar
belakang diatas, Penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian
untuk mengetehui bagaimanakah
pelaksanaan pemenuhan hak-hak pasien
sebagai konsumen di Rumah
Sakit Mulia Hati
Wonogir, yang tertuang dalam
bentuk penulisan hukum
dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK
PASIEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
44 TAHUN 2009
RUMAH SAKIT” (STUDI
PADA RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI).
Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi