BAB I .
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Kritis Tentang Persyaratan Calon Gubernur Dan Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi
dalam provinsi-provinsi yang berjumlah
33 (tiga puluh tiga) termasuk 5 (lima) provinsi yang berstatus khusus atau
istimewa, yakni Jakarta, Aceh, Papua,
Papua Barat, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Nusantara telah
mempunyai dua buah
wilayah merdeka sebelum NKRI terbentuk yaitu Kasunanan
Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
(Pitoyo, 2010: 6).
Pengakuan terhadap daerah bersifat khusus atau istimewa, dimuat dalam
Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dilihat dari
syarat-syarat terbentuknya negara
pada Pasal 1
Konvensi Montevideo Tahun 1933, yaitu
kualifikasi adanya populasi yang tetap, wilayah, pemerintahan,
dan memiliki kemampuan
untuk menjalankan hubungan
antar negara maka
DIY telah mampu
berdiri sebagai negara.
Menyadari bahwa DIY bisa lepas
dari NKRI, Bung
Karno menjadi khawatir
namun GBPH Puruboyo menyampaikan informasi pada Bung Karno bahwa
Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati
Paku Alam VIII
setia pada NKRI
(Aloysius dalam Hariadi
SN., et.al., 2011:
x). Tanggal 19
Agustus 1945, Bung
Karno mengirim surat
yang dikenal sebagai Piagam
Kedudukan, yang intinya berisi tentang
pengakuan atas Sultan Hamengku
Buwono IX dan
Adipati Paku Alam
VIII sebagai penguasa DIY dan
memberi status khusus bagi DIY
(Aloysius dalam Hariadi SN., et.al., 2011: x).
Tanggal 5 September
1945 Sultan Hamengku
Buwono dan Adipati Paku
Alam VIII mengeluarkan
Maklumat untuk bergabung
dengan NKRI.
Terdapat dua
arti penting atas
Piagam Kedudukan, Maklumat,
dan keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan DIY (UU 3/1950), yaitu: (i)
bahwa keistimewaan bukan hadiah dari negara; dan (ii)
keistimewaan 1 merupakan ijab kabul antara penguasa DIY dan pendiri NKRI (Aloysius dalam Hariadi SN., et.al., 2011: xi).
Sejarah mencatat, DIY
mengambil peran penting
dalam masa revolusi.
Beberapa bulan
setelah kemerdekaan Republik
Indonesia (RI), Belanda
yang membonceng Sekutu kembali
masuk ke Indonesia yang menyebabkan beberapa daerah jatuh
ke tangan Sekutu, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Palembang
(Aloysius dalam Hariadi
SN., et.al., 2011: xi).
Tanggal 4 Januari 1946, ketika kondisi Ibukota Jakarta semakin
tidak kondusif karena pendudukan Sekutu, Bung
Karno ditemani Ibu
Fatmawati serta Bung
Hatta bersama Ibu Rahmi
Hatta menuju DIY untuk berlindung (Aloysius dalam Hariadi SN., et.al., 2011: xi).
Sejak saat itu sampai dengan tahun 1949,
Ibukota RI berpindah dari Jakarta
ke DIY. Pemimpin
DIY saat itu,
Sultan Hamengku Buwono
IX dan Adipati Paku Alam VIII telah membantu
perjuangan rakyat Indonesia baik secara moral
maupun materiil.
Sosok pemimpin
DIY kala itu
menegaskan bahwa DIY
telah mampu berdiri sebagai wilayah yang mandiri di bawah
kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono dan
Adipati Paku Alam
serta memiliki pengaruh
bagi rakyatnya.
Pengisian jabatan
Gubernur dan Wakil
Gubernur DIY oleh
Sultan Hamengku Buwono
dan Adipati Paku
Alam telah berlangsung
selama puluhan tahun.
Mekanisme pengisian jabatan
tersebut sempat menimbulkan perdebatan sebelum Rancangan
Undang-Undang tentang DIY
(RUU DIY) resmi
disahkan. Harian Kompas
sejak tahun 2008
hingga 2010 mengadakan
jajak pendapat apakah sebaiknya Gubernur DIY dipilih langsung oleh
rakyat atau penetapan. Berikut ini adalah
hasil jajak pendapat tersebut: Sumber:Bambang
Sumantri dalam Hariadi SN., et.al., 2011: 75 Gambar 1. Hasil Jajak Pendapat
Harian Kompas 2008-2010 tentang Penetapan atau Pilkada di Provinsi DIY Hasil jajak
pendapat di atas
menunjukkan sebesar 53,5%-79,9% masyarakat
DIY pada umumnya
masih menginginkan penetapan
(Bambang Sumantri dalam Hariadi
SN., et.al., 2011: 76). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY yang selanjutnya
disebut sebagai UU 13/2012, memuat tentang
kewenangan istimewa yang
dimiliki DIY, yaitu
wewenang tambahan tertentu selain
wewenang sebagaimana ditentukan
dalam undangundang tentang
pemerintahan daerah, meliputi:
(i) tata cara pengisian
jabatan, kedudukan, tugas,
dan wewenang Gubernur
dan Wakil Gubernur;
(ii) kelembagaan Pemerintah
Daerah DIY; (iii) kebudayaan; (iv) pertanahan; dan (v) tata
ruang. Berbeda dengan daerah
lain, dalam Pasal
18 ayat (1)
UU 13/2012 telah
ditentukan bahwa Cagub
DIY bertakhta Sultan
Hamengku Buwono dan Cawagub
DIY bertakhta Adipati Paku Alam. Salah satu persyaratan bagi cagub dan
cawagub DIY yang
tercantum dalam UU
13/2012 adalah bukan
sebagai anggota partai
politik. Melihat pada Undang-Undang
Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (UU
12/2008), tidak ada satu aturan pun yang menyatakan bahwa
cagub dan cawagub
di provinsi lain
di Indonesia dilarang
merangkap sebagai anggota
partai politik. Tiga
UU DIY terdahulu
yang mengatur tentang pembentukan
DIY yaitu UU 3/1950,
Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1950 (UU
19/1950), dan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1955
(UU 9/1955), kesemuanya tidak mencantumkan mengenai syarat
bukan sebagai anggota partai politik
bagi Cagub dan Cawagub DIY.
Menjadi anggota
partai politik merupakan
salah satu hak
politik. Hak politik
adalah hak-hak untuk ikut
serta dalam kehidupan
politik, meliputi hak untuk berserikat,
berkumpul, berpendapat, memilih,
dipilih, ikut serta
dalam pemerintahan, dan
hak untuk memilih
agama serta beribadah. Pengakuan terhadap
hak politik secara
terperinci tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Tahun
1948, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2005
tentang Pengesahan International Covenant
On Civil And
Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik) selanjutnya disebut sebagai UU 12/2005, dan
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (UU 39/1999).
Cagub dan
Cawagub DIY sebagaimana
juga seperti warga
negara yang lainnya,
pemenuhan Hak Asasi
Manusia (HAM), khususnya hak
politik harus dijamin. Indonesia adalah negara demokrasi
yang bercirikan salah satunya adalah perlindungan HAM.
Konstitusi telah menjamin
perwujudan HAM bagi
seluruh rakyatnya yang
termuat dalam Pasal
28A s.d. 28J
sehingga untuk semua peraturan di
bawahnya harus sesuai
dan tidak melanggar
norma-norma HAM.
Pelanggaran HAM
tidak hanya diartikan
dalam konteks pelanggaran kemanusiaan
saja namun apabila
ada sebuah aturan
yang melanggar aturan tentang HAM yang termuat dalam konstitusi atau
peraturan perundang-undangan lain maka
dapat dikatakan pula sebagai pelanggaran HAM.
Berdasarkan pemaparan di
atas, maka Penulis
tertarik mengkaji lebih dalam tentang
persyaratan Cagub dan
Cawagub DIY bukan
sebagai anggota partai
politik dalam UU
13/2012 melalui penulisan
hukum yang berjudul DAN
CALON WAKIL GUBERNUR
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BUKAN SEBAGAI ANGGOTA
PARTAI POLITIK .
B.Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan,
Penulis merumuskan permasalahan
untuk dikaji lebih
mendalam. Beberapa permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:.
1. Mengapa Cagub
dan Cawagub DIY
disyaratkan bukan sebagai
anggota partai politik dalam UU 13/2012?.
2. Apakah persyaratan
Cagub dan Cawagub
DIY bukan sebagai
anggota partai politik
dalam UU 13/2012
bertentangan dengan jaminan
terhadap hak politik Warga Negara Indonesia?.
C.Tujuan Penelitian.
Terdapat beberapa
tujuan yang ingin
dicapai dalam melakukan
penelitian hukum ini. Tujuan
tersebut antara lain:.
1. Tujuan Obyektif.
a. Mengkaji tentang
hal-hal yang mendasari
Cagub dan Cawagub
DIY disyaratkan bukan sebagai
anggota partai politik dalam UU 13/2012.
b. Mengetahui apakah
Cagub dan Cawagub
DIY yang disyaratkan
bukan sebagai anggota
partai politik bertentangan
atau tidak dengan
jaminan terhadap hak politik
Warga Negara Indonesia.
2. Tujuan Subjektif.
a. Memperluas wawasan
dan melatih Penulis
dalam penulisan hukum melalui ilmu-ilmu
yang telah diterima
selama menempuh pendidikan
di Fakultas Hukum,
khususnya di bidang
hak politik warga
negara dikaitkan dengan persyaratan Cagub dan Cawagub DIY.
b. Memenuhi persyaratan
akademis guna memperoleh
gelar S1 dalam
bidang Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
D.Manfaat Penelitian.
Penulis berharap dalam penulisan
hukum ini dapat memberi manfaat bagi diri Penulis
sendiri maupun bagi
orang lain. Manfaat
yang ingin diperoleh
dalam penelitian hukum ini antara
lain:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Memberikan sumbangsih
pemikiran dalam bidang
hukum tata negara khususnya yang terkait tentang persyaratan
Cagub dan Cawagub DIY bukan sebagai anggota
partai politik yang
dihubungkan dengan hak
politik warga negara; dan.
b. Memperkaya literatur
penulisan hukum bidang
tata negara dalam
hal hak politik dan daerah istimewa di Indonesia,
khusunya DIY.
2. Manfaat Praktis.
a. Mengetahui dan meningkatkan
kemampuan Penulis dalam bidang penelitian hukum dan penerapannya;.
b. Mendapatkan jawaban
atas permasalahan yang
diteliti serta mengukur kemampuan
berpikir Penulis melalui
ilmu-ilmu yang diterima
selama di Fakultas Hukum; dan.
c. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan
pengetahuan bagi pihak
lain yang terkait
dengan permasalahan yang
diteliti dan yang
pada kesempatan lain
mempunyai minat untuk mengkajipermasalahan
yang sejenis.
Skripsi Hukum: Analisis Kritis Tentang Persyaratan Calon Gubernur Dan Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi