Rabu, 10 Desember 2014

Skripsi Hukum: Analisis Kritis Tentang Persyaratan Calon Gubernur Dan Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I .
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Analisis Kritis Tentang Persyaratan Calon Gubernur Dan Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  (NKRI)  yang  membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi-provinsi yang  berjumlah 33 (tiga puluh tiga) termasuk 5 (lima) provinsi yang berstatus khusus  atau  istimewa,  yakni  Jakarta,  Aceh, Papua,  Papua  Barat,  dan  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  (DIY).  Nusantara  telah  mempunyai  dua  buah  wilayah  merdeka  sebelum NKRI terbentuk yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan  Ngayogyakarta  Hadiningrat  (Pitoyo,  2010:  6).  Pengakuan  terhadap  daerah  bersifat khusus atau istimewa, dimuat dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dilihat  dari  syarat-syarat  terbentuknya  negara  pada  Pasal  1  Konvensi  Montevideo Tahun 1933, yaitu kualifikasi adanya populasi yang tetap, wilayah,  pemerintahan,  dan  memiliki  kemampuan  untuk  menjalankan  hubungan  antar  negara  maka  DIY  telah  mampu  berdiri  sebagai  negara.  Menyadari  bahwa  DIY  bisa  lepas  dari  NKRI,  Bung  Karno  menjadi  khawatir  namun  GBPH  Puruboyo  menyampaikan informasi pada Bung Karno bahwa Sultan Hamengku Buwono IX  dan  Adipati  Paku  Alam  VIII  setia  pada  NKRI  (Aloysius  dalam  Hariadi  SN.,  et.al.,  2011:  x).  Tanggal  19  Agustus  1945,  Bung  Karno  mengirim  surat  yang  dikenal sebagai Piagam Kedudukan,  yang intinya berisi tentang pengakuan atas  Sultan  Hamengku  Buwono  IX  dan  Adipati  Paku  Alam  VIII  sebagai  penguasa  DIY dan  memberi  status khusus  bagi DIY  (Aloysius dalam  Hariadi  SN., et.al., 2011:  x).  Tanggal  5  September  1945  Sultan  Hamengku  Buwono  dan  Adipati  Paku  Alam  VIII  mengeluarkan  Maklumat  untuk  bergabung  dengan  NKRI.
Terdapat  dua  arti  penting  atas  Piagam  Kedudukan,  Maklumat,  dan  keluarnya  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan DIY (UU 3/1950),  yaitu: (i) bahwa  keistimewaan  bukan hadiah dari negara;  dan (ii)  keistimewaan  1  merupakan ijab kabul  antara penguasa DIY dan  pendiri NKRI (Aloysius dalam  Hariadi SN., et.al., 2011: xi).
Sejarah mencatat,  DIY  mengambil  peran  penting  dalam  masa  revolusi.
Beberapa  bulan  setelah  kemerdekaan  Republik  Indonesia  (RI),  Belanda  yang  membonceng Sekutu kembali masuk ke Indonesia yang menyebabkan beberapa  daerah jatuh  ke  tangan Sekutu,  yaitu Jakarta,  Surabaya, Semarang, Medan, dan  Palembang  (Aloysius  dalam  Hariadi  SN., et.al.,  2011:  xi).   Tanggal  4  Januari  1946, ketika kondisi Ibukota Jakarta semakin tidak kondusif karena pendudukan  Sekutu,  Bung  Karno  ditemani  Ibu  Fatmawati  serta  Bung  Hatta  bersama  Ibu  Rahmi Hatta menuju DIY untuk berlindung (Aloysius dalam Hariadi SN., et.al., 2011:  xi).  Sejak saat  itu  sampai dengan tahun  1949,  Ibukota RI  berpindah dari  Jakarta  ke  DIY.  Pemimpin  DIY  saat  itu,  Sultan  Hamengku  Buwono  IX  dan  Adipati Paku Alam VIII telah membantu perjuangan rakyat Indonesia baik secara  moral maupun materiil.
Sosok  pemimpin  DIY  kala  itu  menegaskan  bahwa  DIY  telah  mampu  berdiri sebagai wilayah yang mandiri di bawah kepemimpinan Sultan Hamengku  Buwono  dan  Adipati  Paku  Alam  serta  memiliki  pengaruh  bagi  rakyatnya.
Pengisian  jabatan  Gubernur  dan  Wakil  Gubernur  DIY  oleh  Sultan  Hamengku  Buwono  dan  Adipati  Paku  Alam  telah  berlangsung  selama  puluhan  tahun.
Mekanisme pengisian jabatan tersebut sempat menimbulkan perdebatan sebelum  Rancangan  Undang-Undang  tentang  DIY  (RUU  DIY)  resmi  disahkan.  Harian  Kompas  sejak  tahun  2008  hingga  2010  mengadakan  jajak  pendapat  apakah  sebaiknya Gubernur DIY dipilih langsung oleh rakyat atau penetapan. Berikut ini  adalah hasil jajak pendapat tersebut:  Sumber:Bambang Sumantri dalam Hariadi SN., et.al., 2011: 75 Gambar 1. Hasil Jajak Pendapat Harian Kompas 2008-2010 tentang Penetapan  atau Pilkada di Provinsi DIY Hasil  jajak  pendapat  di  atas  menunjukkan  sebesar  53,5%-79,9%  masyarakat  DIY  pada  umumnya  masih  menginginkan  penetapan  (Bambang  Sumantri dalam Hariadi SN., et.al., 2011: 76). Undang-Undang Nomor 13 Tahun  2012 tentang Keistimewaan DIY yang selanjutnya disebut sebagai UU 13/2012,  memuat  tentang  kewenangan  istimewa  yang  dimiliki  DIY,  yaitu  wewenang  tambahan tertentu  selain  wewenang  sebagaimana  ditentukan  dalam  undangundang  tentang  pemerintahan  daerah,  meliputi:  (i) tata  cara  pengisian  jabatan,  kedudukan,  tugas,  dan  wewenang  Gubernur  dan  Wakil  Gubernur;  (ii)  kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; (iii) kebudayaan; (iv) pertanahan; dan (v)  tata  ruang. Berbeda  dengan  daerah  lain,  dalam  Pasal  18  ayat  (1)  UU  13/2012  telah  ditentukan  bahwa  Cagub  DIY  bertakhta  Sultan  Hamengku  Buwono  dan  Cawagub DIY bertakhta Adipati Paku Alam. Salah satu persyaratan bagi cagub  dan  cawagub  DIY  yang  tercantum  dalam  UU  13/2012  adalah  bukan  sebagai  anggota  partai  politik.  Melihat  pada  Undang-Undang  Nomor  12  Tahun  2008  tentang  Perubahan  Kedua  atas Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan Daerah (UU 12/2008), tidak ada satu aturan pun yang menyatakan   bahwa  cagub  dan  cawagub  di  provinsi  lain  di  Indonesia  dilarang  merangkap  sebagai  anggota  partai  politik.  Tiga  UU  DIY  terdahulu  yang  mengatur  tentang  pembentukan  DIY  yaitu UU  3/1950,  Undang-Undang  Nomor  19  Tahun  1950  (UU  19/1950),  dan Undang-Undang  Nomor  9  Tahun  1955  (UU  9/1955),  kesemuanya tidak mencantumkan mengenai syarat bukan sebagai anggota partai  politik bagi Cagub dan Cawagub DIY.
Menjadi  anggota  partai  politik  merupakan  salah  satu  hak  politik.  Hak  politik  adalah  hak-hak  untuk ikut  serta  dalam  kehidupan  politik,  meliputi  hak  untuk  berserikat,  berkumpul,  berpendapat,  memilih,  dipilih,  ikut  serta  dalam  pemerintahan,  dan  hak  untuk  memilih  agama serta beribadah.  Pengakuan  terhadap  hak  politik  secara  terperinci  tercantum  dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia  (DUHAM)  Tahun  1948,  Undang-Undang  Nomor  12  Tahun  2005  tentang  Pengesahan International  Covenant  On  Civil  And  Political  Rights (Kovenan  Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) selanjutnya disebut sebagai UU  12/2005,  dan  Undang-Undang  Nomor  39  Tahun  1999  tentang  Hak  Asasi  Manusia (UU 39/1999).
Cagub  dan  Cawagub  DIY  sebagaimana  juga  seperti  warga  negara  yang  lainnya,  pemenuhan  Hak  Asasi  Manusia  (HAM),  khususnya hak  politik  harus  dijamin. Indonesia adalah negara demokrasi yang bercirikan salah satunya adalah  perlindungan  HAM.  Konstitusi telah  menjamin perwujudan  HAM  bagi  seluruh  rakyatnya  yang  termuat  dalam  Pasal  28A  s.d.  28J  sehingga  untuk  semua  peraturan  di  bawahnya  harus  sesuai  dan  tidak  melanggar  norma-norma  HAM.
Pelanggaran  HAM  tidak  hanya  diartikan  dalam  konteks  pelanggaran  kemanusiaan  saja  namun  apabila  ada  sebuah  aturan  yang  melanggar  aturan  tentang HAM yang termuat dalam konstitusi atau peraturan perundang-undangan  lain maka dapat dikatakan pula sebagai pelanggaran HAM.
Berdasarkan  pemaparan  di  atas,  maka  Penulis  tertarik  mengkaji  lebih  dalam  tentang  persyaratan  Cagub  dan  Cawagub  DIY  bukan  sebagai  anggota  partai  politik  dalam  UU  13/2012  melalui  penulisan  hukum  yang  berjudul   DAN  CALON  WAKIL  GUBERNUR  DAERAH  ISTIMEWA  YOGYAKARTA  BUKAN  SEBAGAI  ANGGOTA  PARTAI  POLITIK  .
B.Perumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  yang telah  dipaparkan,  Penulis  merumuskan  permasalahan  untuk  dikaji  lebih  mendalam.  Beberapa  permasalahan  yang  akan  dibahas dalam penelitian ini adalah:.
1. Mengapa  Cagub  dan  Cawagub  DIY  disyaratkan  bukan  sebagai  anggota  partai  politik dalam UU 13/2012?.
2. Apakah  persyaratan  Cagub  dan  Cawagub  DIY  bukan  sebagai  anggota  partai  politik  dalam  UU  13/2012  bertentangan  dengan  jaminan  terhadap  hak  politik  Warga Negara Indonesia?.
C.Tujuan Penelitian.
Terdapat  beberapa  tujuan  yang  ingin  dicapai  dalam  melakukan  penelitian  hukum ini. Tujuan tersebut antara lain:.
1. Tujuan Obyektif.
a. Mengkaji  tentang  hal-hal  yang  mendasari  Cagub  dan  Cawagub  DIY  disyaratkan bukan sebagai anggota partai politik dalam UU 13/2012.
b. Mengetahui  apakah  Cagub  dan  Cawagub  DIY  yang  disyaratkan  bukan  sebagai  anggota  partai  politik  bertentangan  atau  tidak  dengan  jaminan  terhadap hak politik Warga Negara Indonesia.
2. Tujuan Subjektif.
a. Memperluas  wawasan  dan  melatih  Penulis  dalam  penulisan  hukum melalui  ilmu-ilmu  yang  telah  diterima  selama  menempuh  pendidikan  di  Fakultas  Hukum,  khususnya  di  bidang  hak  politik  warga  negara  dikaitkan  dengan  persyaratan Cagub dan Cawagub DIY.
b. Memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  S1  dalam  bidang  Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
D.Manfaat Penelitian.
Penulis berharap dalam penulisan hukum ini dapat memberi manfaat bagi diri  Penulis  sendiri  maupun  bagi  orang  lain.  Manfaat  yang  ingin  diperoleh  dalam  penelitian hukum ini antara lain:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Memberikan  sumbangsih  pemikiran  dalam  bidang  hukum  tata  negara  khususnya yang terkait tentang persyaratan Cagub dan Cawagub DIY bukan  sebagai  anggota  partai  politik  yang  dihubungkan  dengan  hak  politik  warga  negara; dan.
b. Memperkaya  literatur  penulisan  hukum  bidang  tata  negara  dalam  hal  hak  politik dan daerah istimewa di Indonesia, khusunya DIY.
2. Manfaat Praktis.
a. Mengetahui dan meningkatkan kemampuan Penulis dalam bidang penelitian  hukum dan penerapannya;.
b. Mendapatkan  jawaban  atas  permasalahan  yang  diteliti  serta  mengukur  kemampuan  berpikir  Penulis  melalui  ilmu-ilmu  yang  diterima  selama  di  Fakultas Hukum; dan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta  tambahan  pengetahuan  bagi  pihak  lain  yang  terkait  dengan  permasalahan  yang  diteliti  dan  yang  pada  kesempatan  lain  mempunyai  minat  untuk  mengkajipermasalahan yang sejenis.

 Skripsi Hukum: Analisis Kritis Tentang Persyaratan Calon Gubernur Dan Calon Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi