BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Fungsi Ombudsman Untuk Pelayanan Publik Yang Berkualitas
Pelayanan publik dewasa ini
mendapatkan sorotan yang tajam oleh masyarakat Indonesia.
Salah satu masalah
mendasar yang dihadapi
oleh pemerintah Indonesia
setelah terjadinya krisis
ekonomi ialah turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap birokrasi
publik dan sistem pemerintahan pada
umumnya. Krisis kepercayaan
terhadap birokrasi publik
ini ditandai dengan
mengalirnya protes dan
demonstrasi yang dilakukan
oleh berbagai komponen
masyarakat, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Setelah melihat bahwa birokrasi
publik selama ini hanya dijadikan sebagai
alat politik bagi
rezim yang berkuasa,
rakyat kini sulit untuk menghargai
apa yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah,
birokrat, atau unsur-unsur lain
yang terdapat dalam birokrasi publik.
Masyarakat dan
warga negara memiliki
posisi tawar yang
amat rendah ketika
dihadapkan pada pemerintah
dan birokrasinya. Mereka memiliki alternatif sumber pelayanan dan ruang
yang amat terbatas untuk menyampaikan protes
ketika pelayanan publik
itu tidak sesuai
dengan aspirasi dan
kebutuhannya. Masyarakat dan
warga negara cenderung ditempatkan bukan sebagai pelanggan, tetapi
sebagai klien yang nasibnya bergantung pada
pemerintah dan birokrasinya.
Apalagi secara historis, birokrasi
publik di Indonesia
tidak memiliki tradisi
untuk menempatkan kepentingan
masyarakat dan warga
negara sebagai sentral
dalam kehidupannya. Sistem
politik yang tidak
demokratis selama ini
ikut memperlemah proses
tawar masyarakat dan
warga negara dalam berhadapan dengan
pemerintah dan birokrasinya.
Kontrol politik selama ini
tidak bisa berjalan
dengan baik karena
basis dan sumber
daya kekuasaan cenderung
terkonsentrasi pada pemerintah
dan birokrasinya (Agus Dwiyanto, dkk, 2002: 7).
Selama ini, banyak kebijakan, program dan pelayanan publik yang kurang
responsif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan
secara luas. Hal
ini disebabkan oleh,
pertama, para birokrat kebanyakan
masih berorientasi kepada
kekuasaan dan bukannya kepentingan
publik atau pelayanan
publik secara umum. Sebagian besar pejabat atau
birokrat itu selama
ini menempatkan dirinya
dalam posisi sebagai
penguasa (authorities) dan
masih sangat terbatas
pejabat yang menyadari
peranan sebagai penyedia
jasa layanan kepada
masyarakat (public servant/service provider).
Budaya paternalistik seringkali
juga mengakibatkan turunnya
kualitas pelayanan publik. Budaya semacam ini mengakibatkan
kecenderungan untuk memberikan
keistimewaan kepada para elit birokrat atau orang-orang yang memiliki
hubungan dekat dengan mereka.
Kedua, terdapat
kesenjangan yang lebar
antara apa yang diputuskan
oleh pembuat kebijakan dan apa yang benar-benar dikehendaki oleh
rakyat. Sistem administrasi
publik dan mekanisme
politik yang berlaku
ternyata gagal menjembatani
kepentingan elit politik
dan rakyat pada
umumnya. Setelah rezim
orde baru turun,
terdapat keinginan yang kuat dari
berbagai elemen masyarakat
untuk memelihara netralitas birokrasi. Namun tanpa kontrol dan sistem
akuntabilitas yang cukup kuat, senantiasa terdapat
kemungkinan bahwa aparat
birokrasi akan merumuskan
dan melaksanakan kebijakan,
melaksanakan aktivitas pelayanan publik hanya berdasarkan kepentingan
sempit (vested interest) dari elit atau
para penguasa (Wahyudi Kumorotomo, 2005: 7).
Wahyudi Kumorotomo
juga menambahkan bahwa
meluasnya praktek KKN (kolusi,
korupsi, dan nepotisme) dalam kehidupan birokrasi publik
semakin mencoreng image
masyarakat terhadap birokrasi
publik.
KKN tidak hanya telah membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit untuk
dinikmati secara wajar
oleh masyarakatnya, tetapi
juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal
pelayanan yang diselenggarakan oleh
swasta. Masyarakat harus membayar lebih mahal, tidak hanya ketika menyelesaikan urusan
KTP, paspor, dan
berbagai perizinan, tetapi
juga ketika mereka mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sektor swasta, seperti jalan tol,
semen, transportasi, dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari bureaucratic costs dan distorsi dalam mekanisme pasar seperti praktek monopoli
dan oligopoli yang amat merugikan
kepentingan publik (Wahyudi Kumorotomo, 2005: 8-9).
Ombudsman adalah
lembaga pengawasan masyarakat
yang berasaskan pancasila
dan bersifat mandiri,
serta berwenang melakukan klarifikasi,
monitoring, atau pemeriksaan
atas laporan masyarakat mengenai
penyelenggaraan negara khususnya
pelaksanaan oleh aparat pemerintahan termasuk
lembaga peradilan, terutama
dalam hal memberikan pelayanan publik terhadap
masyarakat. Ombudsman dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 44
Tahun 2000 dan
memulai melaksanakan tugasnya
sejak tanggal 20
Maret 2000. Tugas
pokok Ombudsman adalah
memberikan pelayanan publik
dengan melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan pemberian
pelayanan yang dilakukan oleh
aparat penyelenggara pemerintahan,
termasuk lembaga peradilan.
Berbagai bentuk
penyimpangan dalam melaksanakan
kewajiban (maladministrasi) sehingga
menimbulkan kerugian, ketidakpatutan atau dirasakan
tidak adil tentu akan sangat merugikan masyarakat luas, karena itu
masyarakat atau perseorangan
sendiri perlu melakukan
pengawasan agar penyimpangan
dapat dihindarkan ataupun diambil tindakan (Antonius Sujata dan R.M. Surachman, 2002: 55).
Selama ini
bentuk-bentuk pengawasan Indonesia
lebih banyak dilakukan secara vertikal, yaitu melalui
Inspektorat Jendral sehingga sulit dilakukan cross
check kebenaran dan
keberhasilannya (performance).
Terlebih lagi lembaga ini sulit
dipercaya soal independensinya mengingat lembaga
ini merupakan bagian
internal dari struktur
instansi yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan
kerjasama antara rakyat dengan pemerintahannya
untuk melaksanakan pengawasan, agar fungsi pelayanan yang
diemban oleh pemerintah
dapat berjalan dengan
baik. Sementara dibidang
hukum peranan aparat
penegak hukum diharapkan
dapat melaksanakan kewajibannya
dengan memberikan jaminan
kepastian, persamaan, impartial,
serta ketentraman kepada
pencari keadilan.
Ombudsman, adalah salah satu
alternatif yang ditawarkan sebagai
instansi pengawas oleh masyarakat yang bersifat independen.
Keberadaan Ombudsman dewasa ini
tidak hanya berkedudukan di pusat pemerintahan
atau ibukota negara.
Demi peningkatan kualitas pelayanan publik, Ombudsman telah memiliki
kantor-kantor perwakilan di berbagai kota
dan daerah. Selain
berfungsi sebagai lembaga
pengawas yang bersifat independen,
Ombudsman juga berdiri sendiri sebagai sebuah instansi
yang memberikan pelayanan
publik kepada masyarakat
dengan menerima laporan
masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan
publik oleh instansi lain.
Istilah “Ombudsman”
bagi sebagian masyarakat
Indonesia masih dinilai asing. Sebagian masyarakat belum mengenal Ombudsman terlebih mengenal
wewenang dan fungsi
lembaga ini. Hal
ini tentu saja
kontras akan kebutuhan
Ombudsman di kalangan
masyarakat itu sendiri,
ketika mereka telah memiliki
sarana namun mereka tidak mengetahuinya.
Menilik dari
wacana yang telah
terpapar dalam latar
belakang tersebut, penulis
mencoba mengangkatnya dalam
suatu penulisan hukum dengan judul
“FUNGSI OMBUDSMAN UNTUK
PELAYANAN PUBLIK YANG
BERKUALITAS DI DAERAH
(Studi terhadap Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah)”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
dan latar belakang
masalah diatas, maka penulis tertarik
untuk membahas masalah
tersebut lebih lanjut
dengan menitikberatkan pada
rumusan masalah:.
1. Bagaimana
fungsi dan pelaksanaan
pelayanan publik oleh Ombudsman
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Publik yang
Bersifat Independen?.
2. Apa
hambatan yang dialami
Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah dalam
melaksanakan kegiatan dan bagaimana
solusinya?.
C. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan
yang ingin penulis
capai dalam penelitian
ini antara lain sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk
mengetahui fungsi dan
pelaksanaan pelayanan publik
oleh Ombudsman Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah sebagai lembaga pengawas pelayanan publik yang
bersifat independen.
b. Untuk
mengetahui hambatan yang
dialami oleh Ombudsman
Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah
dalam melaksanakan kegaiatan beserta solusinya.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk
memperoleh data-data sebagai
bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi
persyaratan akademis guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam
ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah,
memperluas, dan mengaplikasikan pengetahuan
penulis dalam lingkup Hukum Tata
Negara khususnya mengenai keberadaan Ombudsman
untuk pelayanan publik di daerah.
c. Untuk menerapkan
ilmu dan teori-teori
hukum yang telah
penulis peroleh agar
dapat memberi manfaat
bagi penulis sendiri
khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat
yang diperoleh
dari penulisan hukum
ini adalah sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Dapat
bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu hukum pada
khususnya bidang Hukum
Tata Negara.
b. Diharapkan
dapat menjadi suatu
referensi serta masukan
data atau literatur
bagi penulisan hukum
selanjutnya yang berguna
bagi pihak yang berkepentingan.
2. Manfaat Praktis.
a. Dapat memecahkan masalah-masalah yang
ditimbulkan terkait dengan penelitian.
b. Dapat
lebih mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir dinamis serta
untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi
para pihak terkait dalam pelayanan
publik berkualitas oleh
Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Skripsi Hukum: Fungsi Ombudsman Untuk Pelayanan Publik Yang Berkualitas
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi