BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Penerima Fidusia Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia
Mencermati meningkatnyakredit macet
sebagaimana diberitakan oleh media elektronik
finance.detik.com, hingga akhir
Februari 2012 jumlah kredit macet perbankan mencapai
Rp 51,42 triliun.
Jumlah ini naik
4% atau Rp2,06 triliun dibandingkan akhir Februari 2011
sebesar Rp 49,36 triliun. Jumlah kredit yang
dikucurkan perbankan Indonesia
hingga Februari 2012
juga melonjak mencapai
Rp 2.203 triliun.
Kredit ini naik
dibandingkan di Februari
2011 Rp 1.773
triliun. Jumlah kredit hingga
Februari 2012 didominasi
oleh kredit rupiah Rp 1.844 triliun, kemudian kredit valas Rp
358,6 triliun.Dari total kredit tersebut, sebanyak
Rp 2.203 triliun
masuk kategori lancar.
Sementara Rp 8,772
triliun masuk kategori kurang
lancar, lalu Rp 7,577 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp 35,073 triliun masuk kategori
macet.Sedangkan jenis kredit macetnya, Bank Indonesia merilis paling
banyak dari jenis kredit modal kerja yang mencapai Rp 29,97
triliun sedangkan kredit
investasi Rp 9,99
triliun dan kredit
konsumsi Rp 11,45 triliun
(http://finance.detik.com/read/2012/04/16/135221/1893386/5/kreditmacet-bank-di-februari-2012-capai-rp-5142-triliun,
diakses pada tanggal 22 Maret 2013 pukul
08.05 WIB).
Kredit bermasalah ini akan
berdampak pada daya tahan perusahaan antara lain likuiditas, rentabilitas, profitabilitas,
bonafiditas, tingkat kesehatan bank dan modalbank.
Jumlah kredit macet
ini menjadi permasalahan
dalam dunia perbankan. Pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan
bahwa yang dimaksud
dengan kredit adalahpenyediaan uang
atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasiutangnya setelah
jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. -
meminjam ialah persetujuan
dengan mana pihak
yang satu memberikan
kepada pihak yang
lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan Kegiatan
pinjam meminjam ini
menjadikan adanya hubungan
hukum antara subjek
hukum yaitu kreditor
dan debitor selaku orang
(persoon) atau badan
hukum (recht persoon) dengan objek hukum yaitu jaminan
kredit yang menimbulkan hak dan kewajiban.
Hak dan kewajiban
yang timbuldari hubungan hukum
tersebut harus dilindungi oleh
hukum. Kredit macet yang terjadidisebabkan oleh ketidakmampuan debitor membayar angsuran kredit. Oleh karena itu
diperlukan perlindungan hukum untuk menjamin kepastian
hukum.Terlaksananya kredit
yang baik dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional.
Pembangunan semakin menunjukkan
arah kedepandalamera globalisasi ini.
Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang melakukan usaha-usaha ke arah kemajuan
memerlukan pembangunan ekonomi
yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional sebagai pijakan
untuk menjadikan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
ini menjadi maju.
Pembangunan nasional merupakan
cara untuk mencapai
masyarakat adil dan
makmur sesuai dengan
Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun 1945 (UUD RI
1945). Oleh karena
perlu melanjutkan pembangunan
yang berkesinambungan maka
orang maupun badan hukum memerlukan dana
yang besar sehingga muncullah
kebutuhan akan dana yang berimbas munculnya pinjam meminjam dana.
Kegiatan pinjam
meminjam uang dapat
dilakukan oleh siapa
saja yang mempunyai
kebutuhan untuk meminjam
(debitor) di satu
pihak dan memberi pinjaman
di lain pihak
(kreditor). Kemudian terjadilah
kesepakatan antara para pihak yang
berlanjut dengan lahirnya
kewajiban pada diri
debitor untuk menyerahkan
kembali uang yang
dipinjamnya secara tepat
waktu disertai bunga yang telah disepakati oleh para pihak pada
saat perjanjian kredit dilakukan.
Kebutuhan akan dana melalui
kegiatan pinjam meminjam yang dilakukan debitor
dengan kreditor tersebut difasilitasi oleh munculnya lembaga pembiayaan ataupun
lembaga penghimpun dan
penyalur dana atau
yang biasa disebut
bank.
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat
banyak (Pasal 1 angka 2Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.). Fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat (Pasal 4 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan) sebagai
bentuk fasilitas terhadap kreditor yang membutuhkan pinjaman dana dalamera globalisasi ini.
Bank merupakan
salah satu badan
usaha yang memberikan
fasilitas pinjaman uang berupa kredit maupun hutang melalui suatu
perjanjian. Perjanjian yang dilakukan
oleh kreditor dengan
debitor tidak akan
terjadi permasalahan apabila kedua
belah pihak melaksanakan hak
dan kewajibannya masing-masing.
Hak debitor
untuk memperoleh pinjaman
berupa dana, hak
kreditor untuk mendapatkan
kembali dana yang
dipinjamkannya kepada kreditor
melalui pembayaran secara
angsuran maupun disertai
bunga. Kewajiban debitor
untuk mengembalikan sejumlah dana
secara angsuran yang dipinjam beserta bunga yang telah
disepakati secara tepat
waktu melalui suatu
perjanjian, kewajiban kreditor untuk memberikan pinjaman berupa dana.
Persoalan dapat
timbul apabila debitor
lalai dalam mengembalikan
uang pinjamannya terhadap
kreditor. Oleh karena
itu kreditor (bank) dalam memberikan pinjaman
(kredit) terhadap debitor
harus menggunakan prinsipprinsip kredit
perbankan yaitu prinsip
5C. Kriteria penilaian
umum dan harus dilakukan oleh
bank untuk mendapatkan
nasabah yang benar-benar
layak untuk diberikan,
dilakukan dengan analisis
prinsip 5C (Character,
Capacity, Capital, Condition
dan Colleteral) dan
7P (Personality, Party,
Purpose, Prospect, Payment,
Profitability, Protection) (Jamal
Wiwoho, 2011:95-98). Salah
satu prinsip 5C yaitu Colleteral
merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik . Jaminan
hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus
diteliti kebasahannya, sehingga
jika terjadi suatu
masalah, maka jaminan
yang dititipkan akan
dapat dipergunakan secepat mungkin
(Jamal Wiwoho, 2011:97).
Pasal 1131 KitabUndang-Undang Hukum Perdata me Segala
kebendaan si berutang,
baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk Pada prakteknya,
debitor tidak hanya
memiliki kewajiban terhadap
satu kreditor saja.
Terkadang debitor juga
berhutang terhadap beberapa kreditor. Hal demikian menjadikan jaminan secara umum hanya
memberikan jaminan sebagian saja
terhadap hutang debitor dan jaminan umum akan dibagi secara merata dengan kreditor-kreditor lain apabila debitor
wanprestasi. Kondisi demikian menyebabkan kreditor (bank) merasa dalam posisi yang tidak
aman karena tidak adanya jaminan secara
utuh terhadap uang yang dipinjamkannya. Demi penyelamatan kredit bank maka
bank sebagai pihak
kreditor akan meminta
jaminan yang dapat
menjamin uang yang dipinjamkannya
kepada debitor secara utuh apabila debitor tidak dapat mengembalikan
pinjamannyakepada kreditor. Jaminan
tersebut berupa jaminan khusus
dengan perjanjian tambahan
yang mengikuti perjanjian
pokoknya yaitu perjanjian kredit ataupun perjanjian
hutang-piutang. Untuk itu diaturlah ketentuan hukummengenai jaminan. juga memberi makna
adanya perlindungan kreditor
yang melepaskan sejumlah
uangnya yang digunakan sebagai
modal oleh debitor
dan sekaligus memberi kepastian hukum
akan Soedewi Masjchun Sofwan,
1977:2).
Terkait dengan
jaminan, Jaminan dapat
dibedakan menjadi dua
macam, yaitu jaminan
materiil (kebendaan) dan
jaminan immaterial (perorangan) (Salim.H.S,
2011:23). Jenis jaminan yang
masih berlaku berupa
gadai, hak tanggungan,
jaminan fidusia, hipotek
atas kapal laut
dan pesawat udara,
borg, tanggung-menanggung, dan
perjanjian garansi (Salim.H.S,
2011:25). Obyek jaminan
kebendaan tidak dibatasi
bentuk maupun macamnya
namun harus memilki
nilai ekonomis, mudah
dialihkan sehingga tidak memberikan beban kepada
kreditor pada saat lelang (eksekusi objek jaminan) pada saat debitor lalai melaksanakan
kewajibannya (wanprestasi) yaitu
membayar hutangnya kepada kreditor.
Gadai atau
yang dalam bahasa Belanda
adalah pandmewajibkan debitor untuk menyerahkan
barang jaminan kepada
kreditor. Padahal debitor
masih memerlukan benda yang
menjadi objek jaminan. Ketentuan undang-undang yang mengatur
tentang lembagapand(gadai)
mengandung banyak kekurangan,
tidak memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tidak
dapatmengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi
Masjhoen Sofwan, 1977:
15-116).Untuk melakukan gadai tanpa penguasaan terbentur pada Pasal
1152 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh
karena itu muncullah
lembaga jaminan fidusia
dimana lembaga ini
muncul karena kebutuhan
masyarakat akan kredit
dengan objek jaminan berupa barang bergerak tanpa harus
melepaskan barang yang digunakan sebagai
jaminan tersebut. Dengan adanya jaminan fidusia ini maka apabila debitor pailit
atau tidak dapat
melunasi hutangnya terhadap
kreditor, kreditor masih memiliki barang
sebagai jaminan hutang
debitor dimana barang
tersebut dapat dipergunakan
sebagai pelunasan hutang.
Melalui jaminan fidusia
ini maka kreditor
dapat melakukan eksekusi
tanpa melalui pengadilan
untuk pelunasan hutangnya
terhadap objek jaminan
fidusia apabila debitor
wanprestasi. Pasal 29 ayat
(1) Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa : Apabila debitor
atau Pemberi Fidusia
cidera janji, eksekusi
terhadap Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara: a.Pelaksanaan titel
eksekutorial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat
(2) oleh Penerima Fidusia; b.Penjualan
Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia
atas kekuasaan Penerima
Fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c.Penjualan di
bawah tangan yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi
dan Penerima Fidusia
jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggiyang menguntungkan
para pihak.
Jaminan fidusia
juga memberikan perlindungan terhadap
kreditor melalui pendaftaran objek
jaminan fidusia seperti
yang telah diatur
dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia
bahwa benda yang
dibebani jaminan fidusia
wajib didaftarkan. Pendaftaran
jaminan fidusia merupakan suatu
terobosan penting mengingat bahwa
pada umumnya objek jaminan fidusia
adalah benda bergerak
yang tidak terdaftar sehingga
sulit mengetahui siapa
pemiliknya. Terobosan ini akan lebih bermakna jika kita kaitkan dengan ketentuan
Pasal 1977 Kitab
Undang-Undang Perdata yang
menyatakan bahwa barangsiapa
yang menguasai benda
bergerak maka ia
akan dianggap sebagai pemiliknya (bezit geldt als volkomen
title) (Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2003:149).
Barang yang didaftarkan
akan mempunyai sifat
mendahului (droit de
preference) yaitu hak
yang didahulukan bagi
Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil
eksekusi benda yang
menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan
ini mendahului kreditor-kreditor lainnya.
Bahkan sekalipun Pemberi Fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak
hapus karena benda yang menjadi objek
jaminan fidusia tidak termasuk dalam harta pailit Pemberi Fidusia. Dengan demikian Penerima
Fidusia tergolong dalam
kelompok kreditor separatis (Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2003:132).
Skripsi Hukum: Perlindungan Hukum Penerima Fidusia Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi