BAB I .
PENDAHULUAN .
A.Latar Belakang Masalah .
Skripsi Hukum: Kajian Hukum Pidana Terhadap Pembunuhan Berencana Aktivis Ham Munir Yang Melibatkan Intelijen Negara
Dimana ada
masyarakat disitu ada
hukum, pernyataan ini
senada dengan perkataan bahwa “hukum ada pada setiap
masyarakat manusia di manapun juga di muka
bumi ini. Bagaimana pun primitifnya dan bagaimana pun modernnya suatu masyarakat
pasti mempunyai hukum.
Oleh karena itu,
keberadaan (eksistensi) hukum sifatnya universal. Hukum tidak bisa
dipisahkan dengan masyarakat, tetapi justru mempunyai
hubungan timbal balik”
(Teguh Prasetyo, dan
Abdul Halim Barkatullah, 2009: 38).
Dewasa ini perkembangan zaman
membawa pengaruh yang besar terhadap perubahan sosial
masyarakat, budaya, ekonomi,
politik, dan hukum.
Beragam perubahan yang
terjadi di masyarakat
berpengaruh pada segi
positif dan segi negatif. Segi
positif membawa pada
kemajuan dan perkembangan
pola pikir masyarakat,
segi negatif berdampak
pada timbulnya berbagai
permasalahan kompleks yang
berkaitan dengan kepentingan
masyarakat baik sebagai
individu maupun kelompok dalam
masyarakat hukum.
Sebagai mahluk
sosial (zoon politicon),
manusia dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak
dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan kepentingan
(conflict of interest)
di antara mereka.
Konflik yang terjadi
dapat menimbulkan kerugian,
karena biasanya disertai
pelanggaran hak dan
kewajiban dari pihak
satu terhadap pihak
lain. Konflik-konflik semacam
itu tidak mungkin dibiarkan
begitu saja, tetapi
memerlukan sarana hukum
untuk menyelesaikannya. Dalam
keadaan seperti itulah,
hukum diperlukan kehadirannya
untuk mengatasi berbagai
persoalan yang terjadi.
Sebagaimana sebuah ungkapan “ubi
societas ibi ius” atau dimana ada masyarakat maka
disitu ada hukum,
maka eksistensi hukum
sangat diperlukan dalam
mengatur kehidupan manusia.
Tanpa hukum kehidupan
manusia akan liar,
siapa yang kuat
dialah yang menang.
Tujuan hukum
adalah untuk melindungi
kepentingan manusia dalam mempertahankan
hak dan kewajibannya(Bambang Sutiyoso, 2012: 2).
Interaksi dalam
masyarakat yang seringkali menimbulkan berbagai macam konflik, disebabkan
oleh berbagai faktor
diantaranya adalah adanya
perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok. Sebagai anggota masyarakat, manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan
yang berbeda.
Oleh
karena itu, dalam
waktu yang bersamaan,
terkadang masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang
berbeda-beda dan seringkali melakukan hal yang sama akan tetapi untuk
tujuan yang berbeda.
Kepentingan yang
berbeda-beda dalam suatu
kelompok atau individu tersebut
terkadang menimbulkan berbagai pro
dan kontra dari
berbagai pihak, sehingga
memunculkan suatu perbedaan
pendapat. Dengan adanya
perbedaan pendapat tersebut
seringkali timbul dari dalam diri sesorang berupa perasaan tidak menyenangkan
atau rasa tidak
suka terhadap orang
lain disebabkan karena terkadang perbedaan pendapat tersebut mengarah pada sesuatu hal yang sensitif.
Dan apabila seseorang tidak dapat
mengendalikan dirinya, cenderung akan timbul rasa
amarah yang berpotensi terhadap
suatu keinginan atau
niat jahat dalam
diri seseorang tersebut.
Dari persoalan itulah
maka muncul suatu
kejahatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang
terdiri dari individu dan kelompok ini.
Kejahatan adalah suatu fenomena
yang terjadi di masyarakat di mana antara individu
atau kelompok melakukan
suatu perbuatan berupa
niat buruk yang ditujukan kepada
orang lain baik
individu maupun kelompok
dengan maksud untuk menyesatkan orang lain tersebut atau
agar mengalami suatu penderitaan. R.
Susilo mengartikan
“kejahatan sebagai suatu
perbuatan/tingkah laku yang bertentangan
dengan undang-undang” (A.Gumilang, 1993: 3).
Kejahatan juga
merupakan sebagian dari masalah
manusia. Di dalam kehidupan sehari-hari
kejahatan dan masyarakat
tidak dapat dipisahkan,
karena pelaku maupun
korban kejahatan itu
merupakan bagian dari
masyarakat.
Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi
berpengaruh pada tingkat kejahatan
yang terjadi dimasyarakat.
Media massa baik cetak maupun elektronik tidak lepas dari pemberitaan mengenai
kejahatan.
“Kejahatan adalah
sisi sebaliknya dari
perbuatan baik yang
seyogyanya dilakukan oleh setiap warga
masyarakat untuk hidup bersama dengan rasa aman sejahtera. Rasa aman sejahtera selalu diusik oleh sisi lainnya itu, yaitu kejahatan dalam
berbagai pola manifestasinya serta
modus operandinya yang
senantiasa berkembang. Kejahatan
adalah perbuatan manusia
yang memenuhi rumusan kaedah
hukum pidana untuk
dapat dihukum” (Rena Yulia,
2010: 72). Kejahatan tersebut
mulai dari kejahatan
yang dilakukan baik
itu secara individu
maupun kelompok/korporasi. Kejahatan
terhadap nyawa dan
kejahatan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah beberapa dari sekian bentuk kejahatan yang terjadi di Indonesia.
Sebagai suatu
perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang, Indonesia
sebagai negara hukum
yang berdasarkan pada
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 memberikan tempat yang khusus
dalam menempatkan kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar undangundang,
yaitu melalui KUHP. KUHP Indonesia sebagai hukum tertulis yang telah dikodifikasikan tidak
memberikan definisi secara
jelas mengenai pengertian kejahatan,
namun dalam Buku
II (kedua) disebutkan
dan diklasifikasikan mengenai
perbuatan-perbuatan yang termasuk
dalam kategori kejahatan
dan sebagai suatu
perbuatan tindak pidana,
disamping ada peraturan
perundangundangan tertulis lain yang tidak dikodifikasi yang menyebutkan
perbuatan mana yang termasuk dalam
tindak pidana.
Suatu tindak
pidana tidak selalu
dilakukan oleh satu
pelaku saja, tapi kadang-kadang dapat
juga oleh beberapa orang. Jika
beberapa orang tersangkut dalam terwujudnya suatu tindakan, maka disitu
dapat kita lihat adanya kerjasama.
Juga di
dalam mewujudkan suatu
tindak pidana kadang-kadang
perlu ada pembagian
pekerjaan diantara orang
itu (http://trisnadelniasari.
blogspot.com/2010/12/percobaan-penyertaan-danperbarengan.html).
Tindak pidana
yang dilakukan dengan
adanya kerjasama seperti
ini dalam ilmu
hukum pidana dikenal dengan istilah penyertaan
(deelneming). “Penyertaan diatur dalam
Pasal 55 KUHP
dan Pasal 56 KUHP
yang berarti bahwa
ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan
perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu
tindak pidana.
Secara luas
dapat disebutkan bahwa
seseorang turut serta
ambil bagian dalam hubungannya dengan
orang lain, untuk
mewujudkan suatu tindak
pidana, mungkin jauh sebelum
terjadinya, dekat sebelum terjadinya, pada saat terjadinya, atau setelah terjadinya suatu tindak pidana”
(Erdianto Effendi, 2011: 174-175).
Bentuk tindak pidana yang dapat
disertai dengan penyertaan ini bermacammacam,
seperti kejahatan yang
telah direncanakan yang
dalam hal ini
telah melibatkan oleh
lebih dari satu
orang. Kejahatan terhadap
nyawa, pembunuhan berencana adalah salah satu dari tindak pidana
yang dilakukan oleh lebih dari satu orang,
dimana pembunuhan berencana itu sendiri adalah tindak kejahatan berupa membunuh,
menghilangkan nyawa dan
hak hidup orang
lain secara terencana.
Perencanaan yang dilakukan
biasanya berkaitan dengan waktu,
bagaimana calon korban tersebut
akan dihabisi serta
mengatur hal-hal kecil
berkaitan dengan pembunuhan.
Motif yang melatar
belakangi pembunuhan berencana
bisa bermacam-macam. Selain
karena faktor pemenuhan kebutuhan dengan merampas barang yang dimiliki korban, dendam,
kecemburuan sosial, dan politik, juga bisa melatarbelakangi pembunuhan
berencana itu tadi.
Berdasarkan kejiwaan, seseorang
yang melakukan pembunuhan
berencana adalah orang
yang siap.
Dalam hal ini siap mental untuk
melihat nyawa seseorang melayang, siap mental untuk
dihantui rasa bersalah
seumur hidup, dan
siap mental untuk
menanggung segala macam
hukuman yang akan
dijatuhkan (http://www.anneahira.com/pembunuhan-berencana.htm).
Dalam KUHP
Indonesia, pembunuhan berencana
diatur dalam Pasal
340.
Bagi siapapun
yang melakukan tindak
pidana pembunuhan dengan
disertai dengan perencanaan
terlebih dahulu akan
dikenakan hukuman dengan
pasal ini.
Dimana sanksi dari ketentuan ini
adalah pidana dua puluh tahun penjara, seumur hidup,
bahkan hukuman mati.
Hal ini sesuai
dengan bunyi dari
pasal ini yaitu: “Barang
siapa sengaja dan
dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana
mati atau pidana
penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh
tahun”.
Tindak pidana
pembunuhan berencana ini
pada dasarnya adalah
suatu pembunuhan biasa
dalam Pasal 338
KUHP, akan tetapi
tindak pidana ini direncanakan terlebih
dahulu. Maksud dari direncanakan terlebih
dahulu adalah antara
timbulnya niat untuk
membunuh dengan pelaksanaannya itu
masih ada tenggang
waktu bagi pembuat
untuk dengan tenang
memikirkan dengan cara bagaimana pembunuhan
itu akan dilakukan.
Tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh lebih dari satu
orang maksudnya, bahwa pembuat dalam menjalankan
niatnya untuk menghilangkan
nyawa orang tidak melakukannya sendiri
secara langsung, akan
tetapi melibatkan orang
lain yang dalam
hal ini untuk
membantu melancarkan niat
dari pembuat. Bisa
saja dalam pelaksanaan
bukan pembuat sendiri yang membunuh,
tetapi ada orang lain yang memang disuruh/dilibatkan oleh pembuat untuk
menghilangkan nyawa orang. Hal ini sudah
merupakan satu rangkaian
untuk mewujudkan tindak
pidana dengan direncanakan
terlebih dulu. Disini
pembuat ada dua
pihak, yakni bertindak sebagai
pembuat langsung (manus
ministra/auctor physicus) dan
pembuat tidak langsung (manus domina/auctor
intellectual) dalam rangkaian
tindak pidana ini.
Dalam hukum
pidana rangkaian perbuatan
inilah yang dikenal
dengan istilah penyertaan.
Banyak kasus
di Indonesia yang
terjadi dengan penyertaan
dalam pembunuhan berencana.
Salah satu perkara
yang menarik untuk
dikaji adalah perkara
putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 1488/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel tentang
pembunuhan berencana yang
dilakukan secara
bersama-sama dengan terdakwa Muchdi Purwopranjono
(Muchdi Pr) dan korban Munir
Said Thalib (Munir).
Dimana kasus posisi
yang terjadi adalah, korban
Munir tewas dalam
pesawat Garuda GA-974
yang sedang membawanya ke
Amsterdam. Pelaku pembunuhan
itu adalah Pollycarpus
Budihari Priyanto (Pollycarpus), seorang pilot garuda yang
merangkap agen Badan Intelijen Negara (BIN). Polly
pada 25 Januari
2008 telah divonis
Mahkamah Agung 20
tahun penjara. Pollycarpus
membunuh Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke dalam
minuman kopi saat
pesawat transit di
singapura pada waktu
keduanya berada di Coffee Bean
Bandara Changi Singapura.
Tim
penyidik kasus Munir
terus berusaha untuk
mengungkap kasus ini.
Setelah memeriksa
saksi-saksi yang terlibat
kasus ini, termasuk
sejumlah agen BIN,
polisi kemudian menahan
Muchdi Pr. Deputi
bidang penggalangan BIN yang diduga
sebagai pihak yang
berperan penting dalam
operasi pembunuhan Munir.
Motif utama yang
membuat Muchdi ingin
membunuh Munir adalah dendam dan sakit hati. Karena Muchdi dicopot
dari jabatannya sebagai Komandan Jenderal Komando
Pasukan Khusus (Kopassus).
Karena pada waktu
itu Munir mempersoalkan
peran Kopassus dalam kasus
penculikan sejumlah aktivis mahasiswa. Dimana Munir sendiri semasa
hidupnya merupakan salah satu aktivis Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dengan jabatan
sebagai koordinator LSM Kontras dan
Direktur Eksekutif LSM
Imparsial yang sangat
aktif dalam kegiatannya
memperjuangkan penegakan HAM
yang banyak mengkritisi kebijakan
Pemerintah. Diantaranya mengkritisi
Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme, RUU TNI dan RUU Intelijen.
Usaha yang dilakukan oleh
Muchdi Pr untuk menghilangkan nyawa Munir yaitu dengan
memberi kesempatan kepada Pollycarpus dengan menempatkannya seolah-olah
sebagai Aviation Security di perusahaan
penerbangan PT. Garuda Indonesia
Airways dengan tujuan
agar Pollycarpus mempunyai
akses yang luas untuk
dapat ikut setiap penerbangan pesawat Garuda Indonesia Airways meskipun Pollycarpus tidak sedang melaksanakan tugas
sebagai seorang Pilot.
Kesaksian dari
mantan Direktur Perencanaan
dan Pengendalian Operasi (Direktur
V.1) BIN, Budi
Santoso. Dalam Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 27
Maret 2008 yang
dibacakan jaksa pada
sidang di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Kamis 6
November 2008, berdasarkan fakta-fakta yang ada, Budi Santoso
mengatakan bahwa kematian
Munir adalah hasil
dari kegiatan intelijen.
Pertama, adanya surat rekomendasi
yang ditujukan kepada Direktur Garuda Indra Setiawan,
yang berisi permintaan
agar Pollycarpus diperbantukan
pada bagian Corporate
Secretary. Kedua, adanya
pertemuan antara Muchdi
Pr dan Pollycarpus.
Ketiga, pemberian sejumlah
uang kepada Pollycarpus
atas perintah Muchdi
Pr. Dan, keempat,
status Pollycarpus sebagai
anggota jejaring non organik BIN
yang menurut Budi
Santoso direkrut oleh
Muchdi Pr (http:// bredmart.blogspot.com/2012/09/siapa-muchdi-dalamkasuspembunuhan.html).
Skripsi Hukum: Kajian Hukum Pidana Terhadap Pembunuhan Berencana Aktivis Ham Munir Yang Melibatkan Intelijen Negara
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi