Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Konstruksi Hukum Hubungan Antara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Dengan Pemerintah Kabupaten Wonogiri

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Konstruksi Hukum Hubungan Antara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Dengan Pemerintah Kabupaten Wonogiri
Dengan  bertambahnya  penduduk  dan  meningkatnya  standar  kehidupan  manusia  menyebabkan  meningkat  pula  akan  kebutuhannya.  Secara  otomatis,  aktivitas  manusia  dalam  mengeksploitasi  sumber  daya  alam,  termasuk  sumber  daya  hutan  juga  terus  meningkat.  Bangsa  Indonesia  dianugerahi  Tuhan  Yang  Maha Esa berupa sumber kekayaan alam yang melimpah, baik didarat, perairan,  maupun di udara yang merupakan suatu modal dasar bagi pembangunan nasional  disegala  bidang.  Hutan  merupakan  karunia  dan  amanah  dari  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  merupakan  harta  kekayaan  yang  diatur  oleh  pemerintah,  memberikan  kegunaan  bagi  umat  manusia,  oleh  sebab  itu  wajib  dijaga,  ditangani,  dan  digunakan  secara  maksimal  untuk  sebesar-besarnya  bagi  kemakmuran  rakyat  secara berkesinambungan. Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan  dan  Sumber  kesejahteraan  rakyat,  semakin  menurun  keadaannya,  oleh  sebab  itu  eksistensinya  harus  dijaga  secara  terus  menerus  agar  tetap  abadi  dan  ditangani  dengan  budi  pekerti  yang  luhur,  berkeadilan,  berwibawa,  transparan,  dan  profesional  serta  bertanggung  jawab.  Penanganan  dan  pengelolaan  hutan  yang  berkesinambungan dan berpikiran global harus menyerap aspirasi dan partisipasi  masyarakat  yang  berdasarkan  norma  hukum  yang  tertinggi  di  Indonesia,  yaitu  Pancasila.

Hutan  hadir  dan  disadari  keberadaannya  sebagai  implikasi-implikasi  berupa  fenomena  hidup,  sudah  barang  tentu  implikasi-implikasi  itu  timbul  oleh  karena  interaksi  antara  manusia  dengan  hutan  dalam  kerangka  yang  kita  sebut  pembangunan kehutanan. Kini, keberadaan hutan tidak hanya berimplikasi lokal,  regional  atau  nasional  bahkan  global  sehingga  hutan  telah  menjadi  global  value  baik  dalam  sosio-ekonomi,  sosio-politik  dan  sosio-kultural.  Dialektika  konsep  manusia  mengenai  hutan  akan  terus  berjalan  seiring  dengan  keberadaan  hutan.
Dan oleh karena dialektika pemikiran merupakan dinamika perkembangan maka  mau tak mau akan menggunakan hutan sebagai ruang atau ajang proses dinamika.
Dinamika  perkembangan  menurut  manusia  senantiasa  mencari,  menciptakan    ruang kepentingan untuk meningkatakan kemakmuran dan kesejahteraan dirinya.
Kapasitas  dan  keragaman  potensi  yang  dikandungnya  memposisikan  hutan  sebagai  sumber  penghidupan  masyarakat  yang  hidup  dalam  kemiskinan,  aset  nasional dan komoditi masyarakat global.
Konsepsi manusia tentang hutan memang bisa bermacam-macam karena  perbedaan  sudut  pandang,  kepentingan  dan  kewilayahan.  Tetapi  ketika  status  „manusia  ekonomi‟  yang  dibentuk  oleh  andaian  metodologis  homo  economicus  berada  di  balik  kinerja  pembangunan  kehutanan  dengan  tema  Forest  for People  hasil  konggres  Kehutanan  Dunia  VIII  1978,  seperti  menemukan  daya  dorong  pemanfaatan  hutan  dalam  bingkai  paradigma  Social  Foresty.  Artinya,  konsep  hutan  untuk  rakyat  tersebut  seperti  mengoreksi  sekaligus  merevisi  konsep  pembangunan  hutan  oleh  rezim  Orde  Baru  yang  lebih  mengedepankan  peran  pemilik  kapital  dibanding  dengan  masyarakat  luas  yang  justru  merupakan  kelompok  mayoritas.  Bahkan,  21  tahun  kemudian  tema  itu  digemakan  kembali  untuk meredesain konsep pengelolaan hutan berbasis sistem HPH melalui gerakan  perubahan kehutanan (Agung Nugraha, Yudo EB Isoto, 2007 : 5).
Dalam perkembangan masyarakat dan kebudayaan pada awalnya dimulai  dengan  masyarakat  berburu  sebelum  bertani  dan  berternak.  Kita  semua  sepakat  bahwa  kesemua  tahapan  peradaban  menunjukan  secara  tegas  ketergantungan  manusia  pada  sumber  daya  hutan.  Dan  secara  berangsur-angsur  ketergantungan  itu  berubah  oleh  karena  dirinya  atau  karena  pemanfaatan  hutan  oleh  pihak  lain.
Model-model peran serta masyarakat dalam konteks pemanfaatan hutan dari dulu  hingga  sekarang  belum  memasuki  wilayah  hak.  Akan  tetapi  masih  meliputi  tahapan-tahapan peran serta yang inheren dengan perkembangan peradaban sistem  ekonomi  masyarakat  dengan  hutan  sebatas  „pelibatan‟  dan  bukan  „hak  pengelolaan‟.
Untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia  yang  semakin  kompleks,  pemanfaatan  hutan  secara  maksimal  pastinya  tidak  akan  terhindarkan.  Hutan  sebagai  sumber  daya  alam  yang  terbarukan,  memiliki  berbagai  manfaat  penting  bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup. Pengelolaan hutan  yang baik harus  dapat  memberikan  manfaat  yang  optimal  bagi  masyarakat,  negara,  pengelola    hutan dan  stakeholders  serta lingkungan sekitarnya. Dengan adanya pengelolaan  dan  pemanfaatan  hutan  diharapkan  dapat  memenuhi  hajat  dan  kebutuhan  hidup  manusia yang semakin lama semakin kompleks.
Pemanfaatan  hutan sekarang ini tidak hanya bergantung pada hasil hutan  saja,  pemanfaatan  lahan  hutan  pun  sekarang  dinilai  sebagai  suatu  kebutuhan  pokok. Salah satu pemanfaatan lahan hutan  yang sering digunakan adalah untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia  akan  perumahan  atau  tempat  tinggal.  Dengan  bertambahnya  populasi  manusia,  sekarang  pemanfaatan  lahan  hutan  untuk  pemukiman  semakin  besar.  Untuk  menjamin  keberlangsungan  atas  pemanfaatan  hutan,  maka  harus  ada  suatu  pengaturan  terhadap  itu  semua.  Di  negara  kita  penguasaan  dan  pemanfaatan  kekayaan  alam  termasuk  hutan  diatur  di  dalam  konstitusi  kita  yaitu  Pasal  33  ayat  3  Undang-undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan  alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk  sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pemanfaatan  hutan  merupakan  suatu  kegiatan  yang  berkaitan  langsung  dengan penggunaan hutan sebagai aset yang dapat dipergunakan atau diambil oleh  perorangan  maupun  berkelompok  dalam  masyarakat.  Oleh  karena  itu,  khusus  pemanfaatan  hutan  diatur  dalam  Pasal  21  huruf  b  Undang-Undang  Nomor  41  Tahun  1999  Tentang  Kehutanan,  dinyatakan  bahwa  pemanfaatan  hutan  dan  penggunaan  kawasan  dengan  tujuan  untuk  memperoleh  manfaat  yang  optimal  bagi  kesejahteraan  seluruh  masyarakat.  Hal  ini  sesuai  dengan  ketentuan  dalam  Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan bahwa pemanfaatan  hutan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  21  huruf  b,  bertujuan  untuk  memperoleh  manfaat  yang  optimal  dari  hutan  untuk  kesejahteraan  seluruh  masyarakat. Oleh karena itu, pada prinsipnya tidak semua kawasan hutan dapat di  jadikan sebagai pemanfaatan hutan, tetapi hanya pada hutan di luar hutan rimba,  hal  ini  sejalan  dengan  Pasal  24  dinyatakan  bahwa,  pemanfaatan  kawasan  hutan  dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta  zona inti dan zona rimba pada taman nasional ( Supriadi, 2011 : 256 ).     Pemanfaatan  hutan  sekarang  ini  memang  tidak  terelakan.  Kebutuhan  masyarakat  akan  hasil  hutan  maupun  kebutuhan  akan  kawasan  hutan  mengindikasikan bahwa ketergantungan masyarakat akan hutan sangatlah tinggi.
Seperti halnya pemanfaatan hutan di salah satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu  Kabupaten  Wonogiri.  Salah  satu  kegiatan  pemanfaatan  hutan  di  Kabupaten  Wonogiri adalah tukar menukar kawasan hutan. Pemerintah Kabupaten Wonogiri  mengajukan  permohonan  kepada  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah  untuk  melakukan tukar menukar kawasan hutan. Kawasan hutan  yang ingin di jadikan  objek  tukar  menukar  adalah  kawasan  hutan  milik  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah  Kesatuan  Pemangkuan  Hutan  (KPH)  Surakarta  yang  terletak  di  Dusun  Ngroto Kabupaten Wonogiri.
Kegiatan  tukar  menukar  kawasan  hutan  yang  dilakukan  karena  terjadi  bencana  alam  berupa  tanah  longsor  yang  terjadi  di  Dusun  Ngroto  Kabupaten  Wonogiri.  Menyikapi  kejadian  tersebut  Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  mengambil langkah untuk mengajukan permohonan tukar menukar kawasan hutan  dengan  Perum  Perhutani.  Tujuan  tukar  menukar  kawasan  hutan  adalah  untuk  pemukiman  warga  karena  adanya  relokasi  pemukiman  warga  Dusun  Ngroto  Kabupaten Wonogiri ke tempat yang lebih aman dari bencana alam.
Sebagai  pemohon,  Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  yang  diwakili  oleh  Bupati  Wonogiri  harus  memenuhi  berbagai  persyaratan  untuk  dapat  melakukan  tukar  menukar  kawasan  hutan.  Selain  harus  mengantongi  ijin  dari  Menteri  Kehutanan  Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  harus  juga  harus  mengajukan  permohonan ke Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang terletak di Semarang  hingga  sampai  jajaran  instansi  di  bawahnya  yaitu  sampai  ke  Perhutani  KPH  Surakarta karena hutan kawasan hutan yang menjadi objek tukar menukar terletak  di  wilayah  kerja  Perhutani  KPH  Surakarta.  Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  sebagai  pemohon  dan  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  tengah  sebagai  pelaksana  kebijakan  serta  adanya  beberapa  pihak  yang  terkait  juga  harus  saling  menjalin  komunikasi agar proses tukar menukar kawasan hutan bisa berjalan dengan lancar.
Dengan  adanya  komunikasi  yang  baik  maka  akan  terjalin  suatu  hubungan  yang  saling berkaitan antara hak dan kewajiban satu sama lain.
  Hal  tersebut  membuktikan  bahwa  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah  beserta  instansi  Perum  Perhutani  di  bawahnya  yaitu  sampai  ke  Perhutani  KPH  Surakarta  memiliki  adanya  hubungan  hukum  dengan  Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  sebagai  subjek  hukum  dalam  kegiatan  pemanfaatan  hutan.  Hubungan  hukum ini timbul di karenakan sebagai subjek hukum para pihak telah melakukan  perbuatan  atau  tindakan  hukum.  Dengan  munculnya  hubungan  hukum  maka  timbulah  akibat  hukum  dari  hubungan  hukum  antar  pihak  tersebut  seperti  timbulnya  hak  dan  kewajiban  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah,  Perhutani  KPH Surakarta, dan Pemerintah Kabupaten Wonogiri.
Dari uraian di mana penulis tertarik untuk meneliti mengenai sejauh mana  hubungan hukum antara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan Pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  dalam  melaksanakan  tukar-menukar  kawasan  hutan  dalam  bentuk penulisan hukum yang berjudul: “KONSTRUKSI HUKUM HUBUNGAN  ANTARA  PERUM  PREHUTANI  UNIT  I  JAWA  TENGAH  DENGAN  PEMERINTAH  KABUPATEN  WONOGIRI  DALAM  PELAKSANAAN  TUKAR-MENUKAR KAWASAN HUTAN UNTUK PEMUKIMAN”.
B.  Rumusan Masalah.
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dalam hal ini  penulis merumuskan beberapa permasalahan adalah sebagai berikut.
1.  Bagaimanakah  seharusnya  hubungan  hukum  antara  Perum  Perhutani  Unit  I  Jawa  Tengah  dengan  pemerintah  Kabupaten  Wonogiri  dalam  pelaksanaan tukar-menukar kawasan hutan untuk pemukiman ?.
C.  Tujuan Penelitian.
Suatu  penelitian  harus  memiliki  tujuan  yang  jelas  sehingga  dapat  memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Terdapat dua jenis tujuan  dalam  pelaksanaan  suatu  penelitian,  yaitu  tujuan  objektif  dan  tujuan  subjektif.
Tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri,    sedangkan  tujuan  subjektif  berasal  dari  penulis.  Adapun  tujuan  objektif  dan  subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah.
1.  Tujuan objektif.
a.  Untuk mengetahui hubungan hukum antara Perum Perhutani Unit I Jawa  Tengah dengan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam pelaksanaan tukar  menukar kawasan hutan untuk pemukiman.
2.  Tujuan Subjektif.
a.  Untuk  memperoleh  hasil  penelitian  yang  nanti  digunakan  oleh  penulis  sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Ilmu Hukum  di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
b.  Untuk  memperoleh  dan  menambah  wawasan  bagi  sumbangsih  ilmu  pengetahuan dibidang ilmu hukum.
c.  Untuk menambah pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum  Administrasi Negara.
D. Manfaat Penelitian.
Dalam  suatu  penelitian  diharapkan  mampu  memberikan  manfaat  yang  diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang sedang diteliti. Manfaat yang diperoleh  dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Memberikan  manfaat  berupa  sumbangan  pemikiran  bagi  pengembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum  pada  umumnya  dan  Hukum  Administrasi Negara pada khususnya.
b.  Menambah  referensi  ilmiah  dibidang  hukum  lingkungan  khususnya  dibidang hukum kehutanan.
c.  Penulisan  hukum  ini  dapat  digunakan  sebagai  acuan  untuk  melakukan  penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Menjadi  wahana  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran,  membentuk  pola  pikir  ilmiah,  sekaligus  menerapkan  ilmu  yang  telah  diperoleh.
b.  Memberikan  pemikiran  alternatif  yang  diharapkan  dapat  digunakan  sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut  permasalahan yang diangkat.
c.  Hasil  dari  penulisan  hukum  ini  diharapkan  dapat  membantu  pengembangan hukum terutama dalam hubungan hukum Perum Perhutani  Unit I Jawa Tengah dengan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam tukarmenukar kawasan hutan untuk pemukiman Surakarta.

 Skripsi Hukum: Konstruksi Hukum Hubungan Antara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Dengan Pemerintah Kabupaten Wonogiri

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi