Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Kewenangan Bank Indonesia Setelah Disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Kewenangan Bank Indonesia Setelah Disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Didalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadi krisis perbankan, perhatian  pemerintah  di  berbagai  negara  termasuk  Indonesia,  terhadap  kebijakan pengaturan dan pengawasan bank semakin besar. Perhatian tersebut  antara  lain  karena  semakin  didasari  arti  penting  dan  peran  strategis  sektor  perbankan dalam suatu perekonomian.Kegagalan suatu bank khususnya  yang  bersifat  sistemik  akan  dapat  mengakibatkan  terjadinya  krisis  yang  dapat  mengganggu  kegiatan  suatu  perekonomian.  Dalam  kondisi  yang  demikian,  apabila  lembaga  perbankan  tidak  sehat  dan  tidak  dapat  berfungsi  secara  optimal,  maka  dapat  dipastikan  akan  berakibat  pada  terganggunya  kegiatan  perekonomian (Suseno dan Piter Abdullah, 2003: 132).

Banyak  hal  yang  dapat  diambil  dari  pengalaman  krisis  perbankan  yang  terjadi  di  berbagai  negara  termasuk  di  Indonesia  beberapa  waktu  yang lalu. Salah  satunya  adalah pengaturan  dan  pengawasan  bank.  Beberapa studi  yang  telah dilakukan Lindgrenpada  tahun  1999dalam buku  Perry Warjiyo  (2004:  162)menunjukan  bahwa  krisis  perbankan  yang  terjadi  di  berbagai  belahan  dunia terjadi karena kurangnya independensi lembaga pengatur dan pengawas  perbankan  dari berbagai  tekanan dan  intervensi politik dan  pemerintah.  Hasil  studi ini mendorong menguatnya argumen bahwa pengaturan dan pengawasan  bank  sebaiknya  memilikin  independensi,  baik  dari  pemerintah  berupa intervensi  politik,  maupun  dari  dunia  usaha.  Independensi  tersebut  dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara stabilitas sektor keuangan. Selain  hasil  studi  berdasarkan  pengalaman  krisis  di  atas,  faktor  lain  yang  juga  mendorong  menguatnya  argumen  perlunya independensi  pengawasan  dan  pengaturan bank adalah adanya kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir  untuk mengeluarkan fungsi pengawasan bank dari bank sentral dan membentuk  lembaga  tunggal  yang  independen  yang  mengatur  dan  mengawasi  seluruh   lembaga  keuangan (baik bank maupun lembaga keuangan non bank lainnya).
(Perry Warjiyo, 2004: 162-163) Kedua hal ini, yaitu independensi pengawasan bank dan pemisahan fungsi  pengawasan  bank  dari  bank  sentral  selanjutnya  menjadi  bagian  yang  tidak  terpisahkan  dalam  diskusi  tentang  otoritas  mana  yang  lebih  tepat  untuk  menjalankan  fungsi  pengaturan  dan  pengawasan  bank.  Ada  kecenderungan  pendapat  bahwa  pengaturan  dan pengawasan  bank  akan  lebih  baik  dilakukan  secara  independen  oleh  bank  sentral.  Dalam  hal  ini  independensi  pengaturan  dan  pengawasan  bank  diharapkan  akan  melengkapi  dan  menunjang  independensi  bank  sentral  sebagai  otoritas  moneter.  Pendapat  ini  didasarkan  kepada kenyataan bahwa stabilitas sektor keuangan memiliki keterkaitan yang  sangat erat dengan stabilitas moneter. Stabilitas sektor keuangan dan stabilitas  moneter ibaratnya dua sisi dari satu keping mata uang, yang berarti keduanya  memang tidak dapat dipisahkan.
Selain itu, banyak pulayang  berpendapat  bahwa  bank  merupakan bagian  dari  lembaga  keuangan dengan  alasan  efisiensi,  maka  pengaturan  dan  pengawasan  perbankan  sebaiknya  digabungkan  menjadi  satu  dengan  pengaturan  dan  pengawasan  lembaga  keuangan  lainnya  yang  dilakukan  oleh  satu  lembaga  independen.  Penggabungan  fungsi  pengaturan  dan  pengawasan  seluruh lembaga keuangan ini telah dilakukan di beberapa negara.
Polemik  tentang  siapa  yang  sebaiknya  mengatur  dan  mengawasi  bank  seharusnya  terhenti  dengan  disetujuinya   Rancangan Undang-Undang  tentang  Bank  Indonesia  menjadi  Undang-Undang  yaitu  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun 1999  yang selanjutnya telah diubahmelalui Undang-Undang  Nomor 3  Tahun 2004.  Dalam  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun 2004Pasal  34  ayat (2)  secara  tegas  dinyatakan  bahwa  tugas  mengawasi  bank  akan  dilakukan  oleh  lembaga  pengawas  jasa  sektor  keuangan  yang  independen  dan  dibentuk  berdasarkan  Undang-Undang.  Pembentukan  lembaga  pengawas  tersebut  akan  dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010.
Memasuki  tahun  2011 pembentukan Rancangan  Undang-Undang  tentang  Otoritas  Jasa  Keuangan  mulai  dilaksanakan.  Sampaipada  akhirnya  pada   tanggal 21 November 2011 disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011  tentang  Otoritas  Jasa  Keuangan.  Dari  awal  perumusan  hingga  detik-detik  disahkannya  menjadi  Undang-Undang,  Bank  Indonesia  tetap  memiliki  keyakinan  bahwa  Otoritas  Jasa  Keuangan  tidak  akan  lebih  baik  dari  situasi  yang  ada  sekarang.  Bank  Indonesia  pun  mengusulkan,  jika  memang  ada  kebutuhan  Otoritas  Jasa  Keuangan  dibentuk,  koordinasinya  tetap  di  bawah  Bank Indonesia. Tapi pada kenyataannya, fakta yang ada berbeda, Otoritas Jasa  Keuangan tetap dibentuk  dan  fungsi pengawasan  perbankan  yang dulu  ada di  Bank  Indonesia  dipindah  ke  lembaga  baru  tersebut.
(http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/,diak ses tanggal 15 Agustus 2012 pukul 20.00 WIB).
Sebagai  lembaga bentukan baru, Otoritas Jasa  Keuangan diharapkan bisa  mengarahkanperekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Kehadirannya  tidak lagi dianggap sebagai polemik dan perlu disikapi dengan positif. Hal itu  berkaitan dengan situasi yang sedang dan akan dihadapi Bank Indonesia ketika  akhir 2013 fungsi pengaturan dan pengawasan bank secara mikro dialihkan ke  tangan  Otoritas Jasa  Keuangan.  Oleh  karena  itu,  segala  sesuatu terkait proses  pengalihan fungsi ke Otoritas Jasa Keuangan termasuk kepegawaian, dokumen,  teknologi informasi (IT), aset, dan pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan Bank  Indonesia (KPBI) harus dipikirkan secara detil. Begitu pun keberadaan Badan  Musyawarah  Perbankan  Daerah  (BMPD)  yang  diketahui  banyak  mendatangkan  manfaat  bagi  perkembangan  perekonomian  daerah.  (Anonim,  Fokus Bank Indonesia, 2012 : 3) Berdasarkan  pemaparan di atas,  maka hal-hal tersebut menjadi dasar dan  melatarbelakangi  penulis  untuk  menyajikan  penulisan  hukum  dengan  judul  UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS .
 B. Rumusan Masalah.
1.Apakah  konsekuensi  dari  berlakunya  Undang-Undang  Otoritas  Jasa  Keuangan dalam hal pengawasan perbankan?.
2.Bagaimanakah  peran  Bank  Indonesia  setelah  berlakunya  Undang-Undang  Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?.
C. Tujuan Penelitian.
1.Tujuan Objektif.
Tujuan objektif penulisan hukum ini adalah:.
a. Untuk mengetahui konsekuensi dari berlakunyaUndang-Undang Otoritas  Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan.
b.Untuk  mengetahui  peranBank  Indonesia  setelah  berlakunyaUndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
2.Tujuan Subjektif.
Tujuan subjektif penulisan hukum ini adalah:.
a. Untuk  menambah  dan  memperluas  wawasan  pengetahuan  serta  pemahaman  penulis  di  bidang  hukum  perbankan  khususnya  tentang  kewenangan  Bank  Indonesia  setelah  disahkan  Undang-Undang  Nomor  21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
b.Untuk  memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  Strata  Satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas  Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
Suatu  penelitian  tentunya  diharapkan  akan  memberikan  manfaat  yang  berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun  manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:.
1.Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran  dan  landasan  teoritis  bagi  pengembangan  disiplin  ilmu  hukum perdata pada umumnya dan hukum perbankan padakhususnya.
b.Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memperkaya  wawasan  dan  pengetahuan  tentang  penelaahan  ilmiah  serta  menambah  literatur  atau  bahan-bahan  informasi  ilmiah  tentang peran Bank  Indonesia  setelah  disahkan Undang-Undang  Nomor 21Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa  Keuangan.
2.Manfaat Praktis.
a. Menjadi  wahana  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran,  membentuk  pola  pikir  ilmiah  sekaligus  untuk  mengetahui  kemampuan  penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b.Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu  memberi  masukan  kepada  semua  pihak  yang  membutuhkan  pengetahuan  terkait  dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang  efektif  dan  memadai  dalam  upaya  mempelajari  dan  memahami  ilmu  hukum khususnyahukum perdata.

 Skripsi Hukum: Kewenangan Bank Indonesia Setelah Disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi